`Reason`
Part 17
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
(Namakamu) tak terlalu mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut Iqbaal tapi dia menangkap intinya. Sedari tadi (namakamu) di sibukan dengan memandang wajah laki-laki di hadapannya, setiap detiknya rawut wajah Iqbaal berubah sampai akhirnya mata laki-laki itu mulai mengkilap bening karena air mata yang berlomba-lomba ingin keluar.
Tangan Iqbaal bergerak meraih tangan (namakamu) dan meletakan tangan (namakamu) ke dadanya. Ia rasakan telapak tangan (namakamu) yang hangat.
”Gue gak tau sejak kapan rasa itu hadir, rasa itu hadir secara tiba-tiba tanpa gue tau.”
(Namakamu) tertegun, dia diam dengan waktu yang begitu lama. Telapak tangannya yang tergeletak di dada itu merasakan sesuatu. Ada yang berdetak di dalam sana dengan ritme yang tak wajar..
*
”..yang bener lu? Masa sih, gue gak percaya. Mereka kan temenan malah udah lama banget.”
”Bener! Kalo lo gak percaya tanya aja langsung sama sih (namakamu).”
”Gue bener-bener gak nyangka.”
”Tapi mereka cocok.”
”Menurut gue sih engga. (Namakamu) cocoknya sama sih Iqbaal!”
”Tapi nyatanya (namakamu) jadian sama sih Aldi.”
”Feeling gue sih cuma sebentar.”
”Doa lo nyet! Gak bagus banget!”
Percakapan singkat itu perlahan mulai tidak terdengar lagi di telinga Iqbaal. Kedua gadis yang berjalan di depannya sudah masuk ke dalam kelas mereka. Percakapan kedua gadis itu seakan membuat masalah baru di kehidupannya.
Iqbaal menggeram kesal tanpa sadar kedua tangannya yang berada di sisi tubuhnya sudah mengepal. (Namakamu) sudah bersama Aldi? Iqbaal tidak habis pikir kalau (namakamu) setega ini dengannya. Tega? Iqbaal rasa kata itu tidak pantas di lontarkan kepada (namakamu), mungkin lebih pantas untuknya.
Langkah Iqbaal sekarang terkesan begitu lambat bahkan beberapa kali sampai menabrak para murid-murid yang melintas di koridor ini. Iqbaal terlalu sulit menerima kenyataan ini. Ada sesuatu yang teramat sakit yang dia rasakan saat mengingat-ingatkembali percakapan kedua gadis tadi.
(Namakamu) jadian sama Aldi.
*
”Kita mau kemana lagi sih?” Suara (namakamu) terdengar kesal, dan memang itu kenyataanya. Dia sangat kesal dengan keempat temannya yang sekarang sedang membawanya ke halaman sekolah. Apalagi yang akan di lakukan orang-orang ane ini kalau bukan membolos.
”Lo gak inget, kalo hari ini itu hari pertandingan Iqbaal! Ya kali kita gak nonton.”
Pertandingan Iqbaal? (Namakamu) terdiam sejenak. Kenapa dia bisa lupa dengan pertandingan penting ini? Padahalkan kemarin dia baru saja akan berencana untuk menontonnya meskipun tidak tahu bagaimana caranya.
”Tapi gue takut kena hukum sama Bu Citra lagi.” Kata (namakamu), sesaat dia teringat dengan kejadian terakhir kali mereka membolos. Dan hukuman yang mereka dapatkan dari Bu Citra memang tidak terlalu sulit tapi kan mereka juga sempat kena semprot sama wanita itu.
”Yaelah, ngapain sih lo takut. Kan kenanya bareng-bareng. Lagian ya, Bu Citra hari ini gak masuk.” Perkataan Salsha lebih mengarah seperti setan yang menghasut manusia suci.
(Namakamu) baru saja ingin merenungkan lagi rencana teman-temannya namun suara gedebuk langsung mengaggetkannya.
”Loh, Al, kok bawa tas segala?” Tanya (namakamu) begitu melihat Aldi sudah berada di sebelahnya. Suara gedebuk itu berasal dari tas milik Aldi dan miliknya yang terlempar ke sebrang pagar.
”Nanggung banget, (namakamu). Bentar lagi pulang, jadi sekalian aja bawa tas.” Aldi nyengir sambil mengacak-ngacaklembut rambut (namakamu).
”Al! Al! Al! Rok gue nyangkut!” Seruan Salsha membuat (namakamu) menoleh ke arah gadis yang tengah memanjat pagar besi setingggi dua meter itu. Dan yang membuat (namakamu) tertawa adalah bagaimana tangan Salsha menarik rambut Aldi dengan biadab.
”Sakit, bego!” Geram Aldi seraya menepis tangan Salsha, dan membuat gadis itu hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Tapi Aldi juga membenarkan rok Salsha yang tersangkut. Setelah melihat Salsha melompat dan mendarat tanpa keseleo, Aldi mengalihkan pandangannya ke arah (namakamu).
(Namakamu) mendesah. Seakan mengerti apa maksud dari tatapan Aldi, dia mulai mengangkat tangannya untuk meraih besi pagar yang bisa di jadikan untuk penahan dirinya agar bisa mencapai puncak. Dan untuk mencapai puncak tidak terlalu sulit, mungkin karena pagar ini sudah hampir melekat dalam pikiran bodoh (namakamu). Sementara (namakamu) memanjat pagar, Aldi denga sabarnya menunggu supaya gadis itu menyelesaikannya dengan tidak ceroboh. Aldi masih diam mematung sambil berjaga-jaga kalau saja (namakamu) akan jatuh dia akan sesigap mungkin menangkapnya. Terdengar lebay, tapi tidak menjadi sebuah masalah bagi Aldi. Karena (namakamu) sekarang adalah kekasihnya.
*
”Udah berapa berapa?” Pertanyaan yang keluar dari mulut Salsha dia berikan kepada gadis asing, yang sama sekali tidak dia kenali. Tapi masa bodoh dengan itu, kalau tidak begitu Salsha mau bertanya dengan siapa lagi? Hanya kelima manusia berani mati ini yang notabenenya adalah murid Tunas Bangsa, sisanya adalah Murid SMA GARUDA.
”75-45 untuk Tunas Bangsa,” Jawab gadis itu dengan seutas senyum. Sepertinya gadis bername tag 'Yuri Trinadia Oktaviani' itu mendukung tim basket Tunas Bangsa.
”Yes!!” Kata Salsha semangat. ”Setelah ini gue pasti bakalan di traktir sama Iqbaal.” Tambahnya tanpa berusaha untuk memelankan volume suara. Gadis di sebelah Salsha hanya tersenyum kecil tatkala melihat reaksi Salsha.
Tapi saat menyadari seragam sekolah yang di pakai oleh Salsha, gadis itu mengangkat sebelah alisnya. ”Lo dari SMA Tunas Bangsa?” Tanyanya.
Salsha yang sedang menyaksikan pertandingan harus mengalihkan pandangannya. Dia mengangguk tanpa bersuara.
”Bukannya sekarang masih jam belajar ya? Terus kenapa lo bisa ada disini?” Pertanyaan yang keluar dari mulut gadis disebelahnya itu membuat Salsha tersenyum bodoh, namun terselip kebanggan disenyumnya.
”Emang sih, tapi gue mau liat petandingan ini.” Jawab Salsha singkat.
Setelah itu keduanya saling diam, mereka di sibukan dengan pertandingan yang masih berlangsung. Tapi pertandingan yang berlangsung itu tak membuat gadis di sebelah Salsha nyaman karena gadis itu selalu saja menoleh ke arah Salsha saat Salsha histeris untuk berteriak, mengumpat, bahkan terkadang dia tertawa keras-keras karena salah satu pemain dari lawan sekolahnya melakukan tindakkan ceroboh.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tim cheers akan tampil saat babak Final. Dan hal itu yang membuat Salsha harus melakukan tindakkan yang tidak patut di contoh ini.
Pertandingan selesai. Dan itu membuat Salsha berhenti mencak-mencak.
”Yang lain mana?” Seorang laki-laki berseragam basket warna merah-hitam menghampiri Salsha. Dia meneguk air mineral pemberian panitia dengan cepat, dalam waktu singkat air dalam botol itu sudah kosong.
Salsha bergidik melihat itu. ”Mereka di belakang, rame banget.”
”Tapi lo kok bisa sampe disini?” Iqbaal heran dengan Salsha yang berdiri paling depan. ”Atau lo berdiri disini cuma kepengan liat yayank Farrel?” Buru-buru Iqbaal menyipitkan matanya begitu dia teringat dengan sosok Farrel.
”Lo gak perlu tau. Yang perlu lo tau ntar malem lo harus traktirrrrr kitaaaa!!!! Dan asal lo tau gue gak kenal sama yang namanya FARREL!”
Iqbaal tersenyum miring lalu melempar handuk yang ada di bahunya ke wajah Salsha, kemudian melangkah gusar meninggalkan Salsha.
”Iqbaaal! Kurang ajar banget lo! Baukkk nyet!!!!” Salsha tidak peduli dengan dirinya yang sekarang menjadi objek para murid Garuda. Lagipula Salsha memang tidak pernah peduli dengan orang di sekitarnya kalau dia sedang melakukan kegilaannya.
”Dia temen lo? Atau pacar?” Salsha sedikit kaget mendengar pertanyaan yang lagi-lagi keluar dari mulut gadis disebelahnya. Gadis itu belum pergi berarti dia dari tadi menyaksikan percakapan singkat Salsha dan Iqbaal.
”Pacar?” Samar-samar kening Salsha berkerut. Memangnya tingkahnya tadi mencerminkan kalau dirinya adalah pacar Iqbaal? Salsha menggeleng. ”Bu-bukan. Dia sahabat gue doang, sih.”
”Oh, sahabat.”
”Hmm, Yuri, gue balik dulu ya.” Salsha agak lupa dengan nama gadis sebelahnya, jadi dia menyipitkan matanya ke arah nametag gadis itu.
Yuri mengangguk dan sedetik kemudian dia melihat Salsha pergi meninggalkannya.
*
Seharusnya Iqbaal senang karena pertandingan pertamanya berjalan dengan sempurna tanpa cacad sedikitpun. Tapi kenapa Iqbaal merasa kalau dia tidak merasakan kesenangan itu, entahlah, yang jelas ketenangannya semakin terganggu saat melihat (namakamu) duduk berdua bersama Aldi di sofa. Sesuai rutinitas yang sering dia lakukan, Iqbaal selalu mengadakan pesta kecil-kecilan di kosannya atas keberhasilannya.
(Namakamu) belum mengucapkan selamat kepadanya. Dan Iqbaal ingin sekali mendengar gadis itu mengucapkan selamat kepadanya, meskipun terdengar aneh, Iqbaal benar-benar menginginkannya. Tapi sepertinya keinginannya itu tidak akan terjadi, karena (namakamu) selalu di sebelah Aldi.
”Oi! Bengong aja lo!” Salsha datang dari belakang Iqbaal dengan maksud mengaggetkannya, tapi apapun yang di harapkan Salsha tidak sesuai.
”Apa sih lu.”
”Muka lo kusut banget. Senyum dong,” Salsha gemas dengan wajah jutek Iqbaal, jadi dia meletakan tangannya ke ujung mulut Iqbaal untuk membuat sebuah senyuman. ”Nah, gitu kan bagus.”
Iqbaal rasa gadis ini benar-benar gila karena insiden putus dengan Farrel. ”Kasian gue sama lo.” Celetuk Iqbaal seraya menghancurkan topi bodoh yang tersangkut di kepala Salsha.
”Wae?”
”Jangan jadiin gue pelampiasan ke galauan lo ya, karena gue gak bakal naksir sama cewek abnormal kayak lo!” Dengan sekali gerakan, Iqbaal menghadiahi sebuah ketukan pelan di kening Salsha dengan telunjuknya.
Sikap ramah Salsha berubah seketika. Tanpa mikir panjang, dan memang Salsha tidak pernah mikir panjang, tangan Salsha yang sudah terkepal itu melayang dengan mulus ke perut Iqbaal.
”Jangan ge-er ya lo, gue juga gak bakal naksir sama lo, kurus!”
”Perut gue,” ringis Iqbaal. Laki-laki itu sampai membungkuk sambil memegangi perutnya.
Salsha menghiraukan apa yang terjadi dengan laki-laki di hadapannya. Salsha segera melenggangkan langkahnya ke ruang utama.
*
”Bocahh!!! Lo keren banget tadi!!! Tapi sayangnnya gue gak bisa liat jelas karena kita datengnya terlambat!” Kiki sampai lompat-lompat tidak jelas dengan keadaan sambil ngunyah makanan.
”Tapi lo cuma ngegolin dikit! Gak kayak tahun kemarin! Payah!” Sekali lagi. Tanpa mikir panjang Salsha memukul perut Iqbaal dengan sekenaknya.
”Gue gak tau mau bilang apa lagi, kayaknya semua kata-kata pujian udah kita bilang sama lo di perjalanan pulang tadi.” Aldi nyengir kepada Iqbaal.
”Lo...keren.” Hanya itu yang keluar dari mulut (namakamu). Dan itu membuat orang-orang di ruangan ini menolehkan wajahnya kepada (namakamu). Selain ucapan (namakamu) yang terdengar freak, juga bagaimana ekspresi wajah (namakamu) yang kelihatan tidak semangat. Padahal tahun kemarin suaranya hampir setara dengan Salsha.
”Lo sakit, (namakamu)?” Tanya Aldi. Ekspresi khawatir langsung terpancar di wajahnya, dia meraih tangan (namakamu) dan menggenggamnya.
(Namakamu) menggeleng. ”Gue cuma...kekenyangan doang. Mungkin.” Jawabnya menunduk. (Namakamu) menjaga sebisa mungkin agar dia tidak bertemu pandang dengan Iqbaal, (namakamu) tidak ingin melihat mata itu untuk saat ini, terlalu sakit membayangkan kejadian malam itu.
•Flashback On•
”Gue yakin ini belum sesakit apa yang lo rasain selama ini,” Ucap Iqbaal sambil menjatuhkan tangannya dan memandang (namakamu) dengan sikap menunggu. Menunggu gadis itu melakukan tindakkan yang lain. ”Gue tau, (namakamu) kalau gue egois. Gue kayak gini ada alasannya, gue gak mau lo pergi dari hidup gue. Lo tau gue sayang dan cinta sama Olivia, tapi asal lo tau, perasaan gue lebih dari itu ke elo. Gue gak mau nantinya lo tersakiti lebih dari ini kalo punya hubungann kusus sama gue, gue gak mau (namakamu), gue gak mau kehilangan lo, gue mau hubungan gue sama lo tetep kayak gini. Sebesar apapun sayang gue sama Olivia, sayang gue lebih besar sama lo, hal itu yang ngebuat gue kayak gini. Gue takut, takut banget kalo lo pergi dari hidup gue.”
(Namakamu) tak terlalu mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut Iqbaal tapi dia menangkap intinya. Sedari tadi (namakamu) di sibukan dengan memandang wajah laki-laki di hadapannya, setiap detiknya rawut wajah Iqbaal berubah sampai akhirnya mata laki-laki itu mulai mengkilap bening karena air mata yang berlomba-lomba ingin keluar.
Tangan Iqbaal bergerak meraih tangan (namakamu) dan meletakan tangan (namakamu) ke dadanya. Ia rasakan telapak tangan (namakamu) yang hangat.
”Gue gak tau sejak kapan rasa itu hadir, rasa itu hadir secara tiba-tiba tanpa gue tau.”
(Namakamu) tertegun, dia diam dengan waktu yang begitu lama. Telapak tangannya yang tergeletak di dada itu merasakan sesuatu. Ada yang berdetak di dalam sana dengan ritme yang tak wajar..
Tapi apapun yang keluar dari mulut Iqbaal berikutnya membuat seluruh saraf (namakamu) seakan berhenti bekerja. (Namakamu) seakan lumpuh detik itu juga.
”Gu-gue gak bakal bisa jadi apa yang seperti lo mau, (namakamu), karena Olivia....udah jadi pacar gue.”
•Flashback Off•
Sungguh (namakamu) tidak ingin mengingat kejadian malam itu. Ingin rasanya dia melupakan kejadian malam itu. Ingin rasanya (namakamu) mengubur kenangan menyakitkan malam itu. Tapi apa? Nyatanya kejadian malam itu masih melekat jelas di kepalanya, nyaris membuatnya tidak tenang sampai saat ini. Hancur! Itu yang (namakamu) rasakan kemarin, hari ini dan esok.
”Sayang banget Olivia pulang duluan,” Gerutu Salsha, gadis yang malam ini mengenaka baju kaso berwarna biru muda itu baru saja keluar dari dapur sambil membawa toples yang berisi kue-kue kering. ”Berasa ada yang ganjil.”
Keempat teman Salsha hanya menolehkan wajahnya ke arah gadis itu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mungkin Salsha terlalu berlebihan, ini kan hanya pesta kecil, dan belum tentu juga tim basket sekolah mereka menang. Kecuali kalau Olivia tidak hadir saat pesta yang di laksanakan berkat keberhasilan tim basket sekolah yang memenangkan pertandingan tahun ini.
”Geser dikit dong! Pacaran mulu.” Agaknya Salsha membenci keheningan yang tercipta di antara mereka. Jadi dia hanya ingin bermaksud membuat rusuh untuk mencairkan keheningan ini. Salsha menjatuhkan tubuhnya di antara Aldi dan (namakamu, membuat dia sekarang duduk di antara Aldi dan (namakamu). ”Tukar dong! Paan sih pilm gak enak kayak gini di tonton!” Katanya dengan wajah kesal, lalu Salsha menyambar remote televisi dan menekan tombol remote sekenaknya.
”Rusak! Oon!” Semprot Aldi.
”Bukan punya lo!” Balas Salsha tanpa mengalihkan pandangannya.
”Ini anak keras kepala banget.”
”Emangnya punya lo? Iqbaalnya aja gak marah. Huu!”
Detik itu juga yang empunya nama muncul dari kamar dan berjalan mendekat ke sofa. Iqbaal agak sedikit bingung kemana dia harus duduk karena sofa itu sudah penuh, dengan posisi Aldi dan Salsha yang begitu rapat. Sementara (namakamu) duduk agak berjauhan dengan kedua manusia itu. Iqbaal sempat memandang ke arah (namakamu), dan mendapati (namakamu) tidak sedang melihat ke arahnya.
Dan Iqbaall langsung memutuskan untuk duduk di lantai, tepat di hadapan Salsha dan Aldi.
Bugh!
Baru saja dia terduduk di lantai dingin itu, kaki Salsha dengan ganasnya menendang ke punggungnya. Iqbaal meringis lalu mengerlingkan tatapan membunuh ke Salsha, sayangnya gadis itu tidak sedang melihat ke arahnya karena Salsha sedang melakukan aksi gilanya yaitu rebutan remote tivi dengan Aldi.
Iqbaal menghela napas pendek dan menggeser agak ke depan tapi belum lima detik dia duduk disitu, sebuah benda padat menghantam kepalanya. Benda yang tidak lain adalah remote tivi yang sedang menjadi bahan incaran Salsha dan Aldi menghantam kepalanya.
”Lo berdua bisa diem gak sih!” Suara itu bukan dari mulut Iqbaal, malainkan keluar dari mulut seorang laki-laki berbadan gempal. Dia keluar dari kamar Iqbaal sambil membawa bantal dan permadani kecil. Tapi apa yang dia katakan sama sekali tak di dengarkan oleh Salsha dan Aldi. Kedua manusia itu masih saja saling gebuk-menggebuk(?)
Kiki menggeleng tak habis pikir. ”Baal, minggir dong.”
”Ntaran napa, Ki.” Kata Iqbaal dengan suara lemah gemulai, belum lagi dengan cara duduknya yang memeluk lututnya.
”Halah! Gue udah ngantuk.” Tanpa memperdulikan Iqbaal yang masih duduk di tempatnya, Kiki membentang permadani itu.
”Yaelah, masih juga jam sembilan.”
”Tapi gue udah ngantuk. Udah ngantuk capek perasaan lagi.”
Tiba-tiba ruangan yang tadinya heboh karena ulah Salsha dan Aldi mendadak sepi. Aldi maupun Salsha menghentikan kegilaann mereka, dengan posisi tangan Aldi yang memiting kepala Salsha, sedangkan (namakamu) dan Iqbaal hanya memandang ke arah Kiki dengan sikap ingin tahu apa maksud kalimat terakhirnya.
”Lo semua...kenapa sih?” Padahal Kiki baru saja ingin membaringkan tubuhnya. ”Ada yang salah sama ucapan gue?”
Serempak semuanya menggeleng tapi tak urung untuk menatap aneh ke arah Kiki.
”Sok misterius banget lo pada,” ujar Kiki sambil membanting pelan badannya. ”Lo minggir ngapa sih, Baal, udah gue tidurnya di bawah lonya malah nyempitin.” Kiki kesal dengan Iqbaal karena laki-laki itu tak kunjung beranjak, jadi Kiki menendang-nendang kaki Iqbaal sampai Iqbaal benar-benar beranjak.
”Perasaan gue yang punya rumah, kenapa gue yang di perlakukan kayak gini sih.” Gerutu Iqbaal seraya beranjak dan tanpa berpikir panjang dia duduk di sofa tepat di sebelah (namakamu).
”Aduh, Al, sakit! Leher gue patah nih!”
”Ssh, bodoh amat, perut gue sakit banget gara-gara lo tonjok.”
”Aduh, aduh, lepas!” Salsha sudah tidak tahan lagi, dia mencak-mencak seperti gadis gila.
”Udah sih, Al, lepas aja.” Kata (namakamu) dengan suara yang kelewat lembut.
”Perut gue sakit, (namakamu).”
”Tapi leher Salsha bisa patah.”
Akhirnya Aldipun melepaskan Salsha yang sejak tadi berada dalam pitingannya.
”Leher gueeeee..merah-merah gini, gara-gara lo sipit!”
”Wle.” Seakan tak ingin memperpanjang perdebatan, Aldi hanya memeletkan lidahnya.
”Lo kalo kayak gitu mirip peliharaan tetangga gue.” Seketika Aldi langsung mengekspresikanwajah datarnya. Aldi ingat betul dengan tetangga Salsha yang memelihara seekor anjing.
”Filmnya keren.” Aldi memalingkan wajahnya ke arah tivi dengan sikap seakan tak mendengar perkataan Salsha yang barusan.
Dan Salsha juga ikut memalingkan wajahnya ke arah tivi. Lalu dia berkomentar tentang film yang sedang terlihat di layar tivi.
”Gue udah seratus kali nonton 'Bad Boy'”
”Bodoh amat, yang penting filmnya seru.”
”Norak.”
”Terserah gue.”
”LO BERDUA BISA DIEM KAGAK SIH!!!” Teriakan yang lebih terdengar seperti raungan seekor singa langsung membuat Aldi dan Salsha diam seperti sebuah patung. Punggung mereka mendadak tega dan mata yang mengarah fokus ke layar tivi.
Begitu tak terdengar suara apa-apa lagi, Kiki kembali membaringkan tubuhnya. Detik selanjutnya hanya ada suara televisi.
(Namakamu) memandang ke arah Aldi dan Salsha secara berganti, sekarang kedua manusia itu benar-benar seperti patung yang bernyawa. Mereka diam dan fokus ke televisi. Menghela napasnya, (namakamu) menjatuhkan punggungnya lebih dalam ke sofa, tapi sesaat kemudian (namakamu) merasakan tubuhnya menegang begitu dia rasakan punggungnya beradu dengan lengan Iqbaal. Dan karena itu, (namakamu) menoleh ke pemilik lengan yang ada di sebelahnya. Entah kebetulan atau tidak, laki-laki itu juga sedang melihat ke arahnya.
Wajah tanpa ekspresi dan tatapan dingin yang Iqbaal dapatkan dari (namakamu). Gadis itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya seolah tidak ingin bertatapan lama-lama dengannya.
Apa sekarang (namakamu) sebenci itu padanya? Iqbaal benar-benar tak habis pikir kalau (namakamu) akan bertingkah seperti ini kepadanya, seakan-akan dirinya adalah musuh.
Iqbaal tahu kalau (namakamu) merasa tidak nyaman berada di dekatnya, jadi dia menyingkirkan lengannya dari punggung (namakamu).
Sampai kapan keadaaan seperti ini akan bertahan di antara mereka? Iqbaal mendesah saat memikirkan itu dan (namakamu) merasakannya.
*
”Good luck, (namakamu)! Semoga lo berhasil!”
”Yup! Semoga lo berhasil menjawab semua soal-soal yang menurut gue gampang banget. Gue tau lo lebih pinter dari sih Newton, sih Albert ato sih Edison itu.”
”Gue dari kemarin-kemarinudah doain lo! Semoga berhasil! (Namakamu)nya Aldi.” Olivia terkekeh saat mengucapkan akhir kalimatnya.
Baik Aldi maupun (namakamu) langsung tersipu mendengar ucapan Olivia. Tapi yang paling tersipu sepertinya (namakamu), gadis itu sampai menunduk dan menggenggam tangan Aldi. Belum lagi wajahnya yang mendadak merah merona membuat Salsha terkekeh geli.
”Aduh, pantesan aja (namakamu) lama, ternyata ngegosip dulu sama kalian.” Bu Citra datang dan langsung menyemprot pedas teman-teman (namakamu), hal itu tak urung membuat Salsha langsung mengumpat dalam hati. ”(Namakamu), ayo, nanti telat.” Sambil melirik jam di tangannya,n Bu Citra menyambar tangan (namakamu) dan menghambur begitu saja.
(Namakamu) melambai-lambaikan tanganya seperti anak kecil kepadanya.
Tapi sadarkah (namakamu) kalau ada seorang lagi yang belum memberinya semangat untuk perlombaanya kali ini. Kalau dulu dia yang paling heboh saat laki-laki itu sedang mengikuti turnamen basket, begitupun juga laki-laki itu yang selalu heboh dan yang paling banyak mengucapkan kata-kata penyemangat kepadanya di saat-saat seperti ini. Tapi sepertinya apa yang ada di tahun kemarin tidak akan terulang lagi di tahun ini.
Bruk!
”Kalau jalan liat-liat kali, Baal.” Kata Bu Citra sinis kepada murid laki-laki yang baru saja datang dan menabrak murid perempuan yang sedang bersamanya.
”Ya, maaf, bu, saya jalannya gak liat-liat.” Iqbaal yang memang sedaritadi jalananya menunduk buru-buru menengadahkan kepalanya saat dia sadar kalau dia menabrak seseorang. Dan ketika dia menengadah, dia mendapati Bu Citra dan (namakamu). Melihat (namakamu), Iqbaal langsung teringat dengan olimpiade yang akan di laksanakann gadis ini hari ini.
”Kenapa bengong? Buruan masuk. Udah bel.”
Iqbaal mengangguk tapi kakinya tak kunjung bergerak. Dia belum mengucapkan apa-apa pada (namakamu), dan apa dia harus mengucapakannya?
”Bu, saya boleh bicara sama (namakamu) sebentar?” Padahal baru dua hari Iqbaal tidak menyebutkan nama gadis itu, namun seakan dia sudah tak pernahh melafalkan nama gadis itu selama berbulan-bulan.
(Namakamu) terkesiap saat Iqbaal menyebut namanya dengan lantang.
”Aduh, gak ada waktu lagi, udah telat. Kayak nanti gak ketemu aja.”
Sebuah mobil avanza berhenti di hadapan mereka bertiga, dan sepertinya itu adalah mobil yang akan mengantarkan (namakamu) ke Sekolah Garuda, tempat dimana perlombaan akan berlangsung.
(Namakamu) tidak menoleh.
(Namakamu) tidak bersuara.
(Namakamu) hanya berjalan pasrah di tarik masuk ke dalam mobil oleh Bu Citra.
Senyuman pilu itu pun kembali terukir di wajah Iqbaal. Dia memandang sendu kepergian (namakamu). Memang dia akan bertemu dengan (namakamu) nanti. Tapi apakah dia bisa mendapatkan waktu yang tepat dan keberanian untuk berbicara kepada (namakamu) sepertii tadi.
Melihat (namakamu) membuat Iqbaal mengingat kejadian malam itu. (Namakamu) menangis karenanya dan semua rasa sakit yang (namakamu) rasakan adalah karenanya.
Entah sampai kapan akan terus begini. Yang jelas kesakitan itu terus menjalar di dalam ruang hatinya. (Namakamu) marah, gadis itu pergi, benar-benar pergi dari hidupnya.
Dan..
Bersambung
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment