Saturday, January 24, 2015

Cerbung Reason - Part 13

`Reason`

Part 13

Muhammad Aryanda.

O-o-o-o-O

”Kalo lo gak minggir, lo yang bakalan gue tendang.” Ancam yang lainnya.
”Sshh, ini cewek keras kepala banget!” Kesal dengan gadis di hadapannya, laki-laki berambut cepak itu menarik baju (namakamu).
Lagi-lagi (namakamu) tak menggubris, dia tetap berada di dalam pelukan Aldi untuk menjadikannya sebuah dinding penghalang bagi keempat laki-laki itu. (Namakamu) tidak peduli kalau dia harus mendapatkan sebuah tendangan yang bahkan akan membuat tulangnya patah saat ini juga. Aldi rela melakukan ini terhadapnya, melingunginya, kenapa (namakamu) tidak.
*
(Namakamu) tidak punya pilihan lain selain membawa Aldi ke kosan Iqbaal. Bukannya (namakamu) tidak ingin membawa Aldi ke rumahnya, hanya saja luka yang terlalu banyak di wajah Aldi nanti akan mengundang masalah baru untuk mereka. Dan kalau ada yang mengusulkan dirinya untuk membawa Aldi ke rumah laki-laki itu sendiri sangatlah bodoh. Belum sempat (namakamu) memikirkan alibi pasti Mama Aldi sudah histeris lebih dulu bahkan bisa saja Mama Aldi akan melaporkan ke yang berwajib.
(Namakamu) terpaksa bolos untuk mengobati luka Aldi di kosan Iqbaal, bukan hanya dia saja sih yang bolos. Keempat teman Farrel beserta Farrel juga ikut bolos. Mereka mengancam (namakamu) harus membawa Aldi pergi dari perkarangan sekolah, mereka tidak mau urusan ini akan diketahui oleh Guru atau Kepala Sekolah.
'Clek!'
Meskipun (namakamu) takut tapi dia tidak mempunyai pilihan lain. Untung saja Iqbaal mempercayainya dan memberikannya kunci cadangan.
Badan Aldi yang dua kali lebih besar dan berat dari badan (namakamu) membuat (namakamu) kewalahan menuntun Aldi.
Saat pertama kali memasuki kosan Iqbaal, bau khas laki-laki itu langsung masuk ke hidung (namakamu) dan menyerang pikirannya. Beberapa hari ini (namakamu) sudah mencoba untuk melupakan semua tentang laki-laki itu, dan tentu saja itu tak sepenuhnya berhasil, dan (namakamu) yakin itu tidak akan pernah berhasil. (Namakamu) sudah mengubur perasaannya untuk Iqbaal terlalu dalam sampai perasaan itu akhirnya tumbuh dan berkembang bagaikan sebuah pohon besar yang kokoh.
(Namakamu) membaringkan Aldi di tempat tidur, lalu dengan cekatan (namakamu) melepas sepatu Aldi. Napas Aldi terdengar terengah-engah dan berkali-kali suara ringisan keluar dari mulutnya.
”Al,” (namakamu) bingung mau mengatakan apa. Dia terlalu khawatir dengan laki-laki di hadapannya ini.
”(Nam..kamu).” Dengan susah payah Aldi mengeluarkan kata itu. Tubuhnya terasa kaku dan sulit di gerakan, seakan kalau di gerakan tulang-tulangnya akan patah.
Mata (namakamu) terpejam, air matanya kembali keluar. Dia tidak tahan kalau terus-terusan melihat Aldi yang seperti ini. Membuka laci nakas, (namakamu) mengambil kapas dan obat-obatan lainnya.
*
Sulit rasanya hati ini menerima
Susah rasanya memanipulasi rasa
Begitu berat untuk menerima fakta
Bahwa cintaku belum terbalaskan
Aku sudah berusaha semampuku untuk mengatakannya namun tak kunjung bisa.
Ku jaga penampilan agar menawan .
Ku tulis puisi penuh sanjungan
Ku kirim sms penuh humoran
Ku telpon saat tidur dan makan
Kamu memang dekat..
Bisa ku pandang dan bisa ku pegang
Bisa ku ajak bicara bisa ku ajak kerja sama
Namun semua itu hanyalah sebatas teman 'tak
lebih'
”Ternyata diem-diem sih Kiki pinter nulis puisi, malah bagus lagi. Kenapa dia gak nulis puisi untuk mading aja ya?”
Olivia baru saja tiba di kelas dan langsung berjalan ke tempat duduknya, tapi saat dia ingin meletakan tasnya. Isi meja yang berada di depan mejanya menarik perhatiannya, di dalam laci itu terdapat selembar kertas dengan coretan yang hampir memenuhi kertas tersebut.
*
”Lo apaan sih! Daritadi salah mulu!”
”Ya lo bikin gerakkannya aneh banget! Norak!”
”Mulut lo ya nyet! Lo ngajak ribut sama gue! Disini gue ketuanya, terserah gue mau kayak gimana buat gerakkan! Mau nyuruh lo jengkeng kek, salto kek, lompat-lompat kek, itu terserah gue! Ngerti lo?!”
”Halah! Banyak omong lo, baru ketua cheers aja udah kayak presiden!”
”Yang suruh lo masuk cheers siapa, nyet? Gak suka keluar, ribet banget hidup lo.”
”Kalo gue gak mau keluar gimana?!”
”Ya terserah lo, ngapaian lo nanya sama gue, sarap!”
Matahari sudah berada di ubun-ubun. Siang begitu panas, seakan matahari hanya berada beberapa meter di atas mereka. 14 enggota cheers sedang berkumpul di lapangan sekolah untuk membuat gerakkan baru. Sebenarnya hampir seluruh anggota cheers mengeluh karena cuaca yang sangat terik, tapi pertandingan basket hanya tinggal beberapa hari lagi. Mereka tidak ingin gelar juara hilang begitu saja.
Akan tetapi latihan yang baru berlangsung sepuluh menit itu langsung terhenti saat salah satu anggota bernama Bella membuat sebuah kesalahan, dan itu membuat Sang Leader—Salsha—naik pitam.
”Gue keluar!” Bella berteriak sambil menghempaskan pom-pom cheers dengan sekenaknya.
”Bagus! Kenapa gak dari kemaren-kemaren,” Salsha memandang kepergian Bella dengan senyum miring yang terukuir mantab, lalu dia mengedarkan pandangannya ke anggota yang lain. ”Yang tadi hirauin, lanjut latihan.”
*
”Badan lo masih sakit, Al?” Tanya (namakamu) untuk kesekian kalinya. Melihat bagaimana rupa Aldi sekarang, (namakamu) lebih bisa bernapas lega walaupun dia tahu kalau sakit di sekujur tubuh Aldi belum menghilang.
”Mendingan.”
(Namakamu) mengangguk, dia kembali ke aktivitas semulanya yaitu mengobati memar di wajah Aldi. Sebelumnya, wajah laki-laki itu putih bersih tanpa ada embel-embel lainnya, tapi sekarang warna merah keunguan itu terdapat hampir di seluruh wajah Aldi. (Namakamu) ikut meringis saat Aldi tersentak karena (namakamu) menekan bagian memarnya terlalu kuat.
”Pelan-pelan, (namakamu).” Kata Aldi mengingatkan.
”Ya.”
Entalah, wajah (namakamu) memang saling berhadapan dengan Aldi tapi tatapan kosong mata (namakamu) tak bisa di sembunyikan. Apa yang sedang gadis ini pikirkan? Batin Aldi bertanya.
”Seharusnya lo gak perlu ngelakuin hal kayak tadi, Al, lo gatau betapa takutnya tadi gue.” Tiba-tiba (namakamu) kembali bersuara dan tanpa di duga itu menjawab pertanyaan di dalam pikiran Aldi.
”Gue gasuka ngeliat Farrel kasar sama lo, (namakamu).”
”Gue gak pa-pa. Gue bisa jaga diri gue sendiri.”
”Terserah lo, tapi apapun itu gue bakalan berusaha untuk selalu berada di samping lo saat lo butuh.”
”Lo udah kayak bodyguard gue aja.” (Namakamu) tertawa sumbang. Sepasang matanya masih belum lepas dari memar di wajah Aldi.
Hening. Mendadak keheningan menyapu di antara mereka, dan tampaknya itu tidak menjadi masalah sama sekali. Memang tidak menjadi masalah sama sekali, tapi penutup percakapan mereka tadi yang membuat masing-masing di antara mereka bergelut dengan pikiran masing-masing. *belibet*
”Akhirnya...selesai,” (namakamu) mengembuskan napasnya sambil beranjak, dia merasakan kalau ruangan ini mendadak menjadi pengap. ”Gue ke dapur dulu ya.”
Aldi mengangguk menyetujui seraya memandang punggung (namakamu) yang kian menjauh dan akhirnya menghilang di pintu.
Sesampainya di dapur (namakamu) segera menegguk segelas air, lalu dia berjalan ke arah jendela untuk memandang keadaan di luar sana. (Namakamu) terdiam sejenak, membiarkan udara segar menerpa wajahnya.
'Terserah lo, tapi apapun itu gue bakalan berusaha untuk selalu berada di samping lo saat lo butuh.'
Kalimat yang sempat terlontar dari mulut Aldi itu lama kelamaan mengendap di kepala (namakamu), membuat sel-sel otaknya yang tumpul itu perlahan menafsirkan maksud dari kalimat Aldi.
Hanya sahabat yang sekedar mengkhawatirkansahabatnya, pikir (namakamu) dangkal. Namun tak lama otaknya bekerja lebih baik membuat kalimat itu tercerna lebih jelas. (Namakamu) tersenyum geli sambil menggeleng saat opsi kedua mulai bisa di tafsirkan oleh isi dalam kepalanya.
”Aldi suka sama gue? Lelucon.” Gumam (namakamu) seraya menegguk sisa air dalam gelas.
*
”(Namakamu)? Dia gak dateng.”
”Iya, gue sih tau dia gak dateng. Lo tau gak kenapa dia gak dateng?”
”Kalau itu sih gue gak tau.”
Bel sudah berdering kira-kira semenit yang lalu tapi Iqbaal dan Kiki masih berada dalam kelas. Mereka masih merapikan alat-alat tulis yang berceceran.
”Aldi juga gak dateng, bisa barengan gitu.” Kata Kiki.
”Kenapa engga? Pembantu aja bisa nikah sama majikan, masa (namakamu) sama Aldi yang gak dateng barengan sampe ngebuat lo terheran-heran gitu.” Timpal Iqbaal, yang merasa kalau perasaan Kiki terlalu berlebihan.
Kiki menyipitkan matanya kesal ke arah Iqbaal. ”Dan nomor tuh anak dua juga gak aktif barengan.” Ujar Kiki bermaksud menambahkan kecurigaannya.
”Nomor (namakamu) kan udah gak aktif kurang lebih seminggu.”
”Gak aktif pala lo botak, semalem gue smsan sama dia masih lo bilang gak aktif hampir seminggu?” Kiki memperlihatkan layar ponselnya pada Iqbaal.
Iqbaal memperhatikan waktu pengirimannya, siapa tahu saja Kiki hanya memperlihatkan sms lamanya dengan (namakamu). Tapi sayang, apa yang Kiki katakan adalah benar, jam dan tanggal yang tertera di pesan singkat mereka menunjukan waktu yang tepat seperti semalam. Namun kenapa saat Iqbaal berusaha menghubungi (namakamu) nomornya selalu tidak dapat di hubungi, yang terdengar hanya suara operator yang menyebalkan.
”Lo hubunginya ke nomor yang lama kali.” Mendengar perkataan Kiki, Iqbaal cepat-cepat menengadah memandang laki-laki di hadapannya.
”(Namakamu) ganti nomor?” Tanya Iqbaal tak percaya. Dia menghentikan aktivitasnya dan diam sejenak untuk mendengar jawaban Kiki.
Kiki mengangguk mantab. ”Iya, (namakamu) gak ngasih tau lo?”
Secepatnya Iqbaal menggeleng.
”Aneh, kayaknya ada sesuatu dengan (namakamu),” Kiki sampai memijat pelipisnya.
”Sesuatu apa?” Tanya Iqbaal segera. Terkadang Kiki memang suka berpikiran berlebihan.
Kiki mengibaskan tangannya pertanda tidak tahu lalu dia mengenakan tasnya dan berjalan mendahului Iqbaal. Melihat kepergian Kiki yang misterius, Iqbaal hanya bisa menggeleng.
Sebelum keluar dari kelas, Iqbaal memandang sendu ke meja (namakamu). Sebenarnya ada apa dengan gadis itu, kenapa dia mendadak berubah dan tak ingin berbicara dengannya. Sudah hampir seminggu (namakamu) tidak berbicara dengannya, bahkan meskipun satu kelas. Dan (namakamu) selalu menghindar darinya.
Langkah Iqbaal sudah menapaki koridor sepi. Tentu saja koridor sudah sepi karena dirinya terlalu lama mengobrol bersama Kiki di dalam kelas.
”Baal!” Seseorang menepuk bahu Iqbaal dari belakang, membuat Iqbaal berjengit.
”Ssh! Biasa aja bisa gak? Lo bikin gue kaget.”
”Yaelah, gitu doang. Kayak cewek aja lu.”
”Lo habis dari mana, Ki? Pergi gak bilang-bilang, dateng ngagetin.”
”Toilet.”
Iqbaal memiringkan kepalanya, mengingat ucapan Kiki beberapa menit lalu yang terdengar cukup misterius, dan ternyata laki-laki ini hanya ingin ke toilet. Pantas saja perkataanya ngegantung.
”Ada apa sih?” Iqbaal meneliti wajah Kiki yang gelisah.
”Barusan gue hubungi (namakamu), katanya dia di kosan lo!” Beritahu Kiki. ”Sama Aldi.” Sambung Kiki
Berbagai macam pertanyaan langsung tercipta di benak Iqbaal. Sedang apa mereka berdua di kosan Iqbaal? Dan kenapa (namakamu) dan Aldi masuk ke dalam kosan Iqbaal tanpa seizinnya, meskipun disana tidak ada barang berharga tapi tetap saja itu tidak sopan. Sebenarnya ocehan kedua tidak terlalu penting, karena Iqbaal juga tidak melarang teman-temannya datang ke kosannya tanpa seizinnnya. Entalah, mendengar kalau Aldi dan (namakamu) hanya berdua saja di kosannya membuat kepala Iqbaal terasa seperti terbentur.
*
”...gue gatau siapa, mereka gangguin gue gitu aja, dan tiba-tiba aja Aldi dateng dan langsung mukul salh satu di antara mereka,” (namakamu) menerangkan kepada Kiki tentang kenapa Aldi bisa seperti ini. Meskipun dia berbohong tapi memang begitukan kejadian sebenarnya, hanya saja (namakamu) tidak melibatkan Farrel, (namakamu) tidak ingin teman-teman lainnya berurusan dengan Farrel. Terutama Iqbaal.
(Namakamu) hanya menunduk. Dia menghindari tatapan Iqbaal yang mengarah ke arahnya.
”Ki, lo bisa jagain Aldi sebentar kan? Gue mau pulang buat ganti baju sebentar.” Ujar (namakamu) sambil membenahi dirinya, setelah mendapatkan anggukan dari Kiki, (namakamu) buru-buru beranjak dan keluar dari kamar Iqbaal.
(Namakamu) tidak ingin semuanya akan kacau lagi. Dia tahu kalau ini tidak jauh lebih baik, tapi kalau terus bersama laki-laki itu akan menyakitinya tanpa bisa melakukan apa-apa, lebih baik (namakamu) menjauh saja, walaupun dalam hati kecilnya dia menginginkan Iqbaal berada di dekatnya.
Hap!
Langkah (namakamu) yang terkesan berlari untuk menghindari Iqbaal ternyata di ketahui oleh Iqbaal. Iqbaal menyusul (namakamu) dan segera menyambar tangan gadis itu.
”Lo kenapa (namakamu)? Lo ngejauh dari gue, lo gak ngomong sama gue, lo ganti nomor tanpa ngasih tau gue. Lo kenapa? Gue ada salah apa sama lo, sampe-sampe lo berubah kayak gini sama gue?”
(Namakamu) mencoba melepaskan genggaman Iqbaal tapi Iqbaal tak mengizinkannya,malah sekarang Iqbaal menarik (namakamu) agar mendekat padanya. Dengan sekali gerakan, Iqbaal menutup pintu kosan dan menguncinya.
”Baal gue mau pulang, Mama gue pasti nyariin gue.”
”Lo pernah seharian di kosan gue dan itu gak masalah. Tapi kenapa sekarang lo kayak gini?” Pertanyaan Iqbaal penuh penekanan membuat (namakamu) semakin tidak ingin memandang wajah laki-laki itu.

Bersambung...

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait