Saturday, January 24, 2015

Cerbung Reason - Part 11

`Part 11`
Reason
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
”Sepatu lo ribet amat.”
”Gue salah pilih,” senyum kecut di lontarkan Olivia pada sepatu itu. ”Selesai.” Dia menghadap ke Iqbaal sambil memasang senyum termanisnya. Lalu dia melangkah menuju motor Iqbaal.
Selangkahpun belum selesai, tiba-tiba Iqbaal menarik tangan Olivia membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
”Rambut lo jadi berantakan gini.” Ucap Iqbaal lembut, dengan telaten dia membenahi rambut Olivia. Senyum itu tanpa sadar mengembang di wajahnya, senyum kebahagian. Sudah lama Iqbaal tidak merasakan hal seperti ini.
Olivia yang merasakan perhatian lebih dari Iqbaal membuatnya tersipu, dia menunduk dan berharap kalau wajahnya yang mulai merona itu tidak di ketahui oleh Iqbaal.
*
Iqbaal bisa merasakan hampir setiap semenit sekali, tangannya di remas. Kadang pelan, lembut, dan kuat. Iqbaal tidak akan memberontak dan tak akan menyalahkan gadis di sebelahnya. Penyebab gadis di sebelahnya—Olivia—yang berkali-kali meremas tangannya adalah sebuah adegan pembunuhan di sebuah pesta ulang tahun. Kini keduanya tengah menonton sebuah film yang bertemakan zombie.
Sepasang kekasih mengetahui kalau pacarnya adalah seorang zombie saat mereka menghadiri sebuah acara pesta ulang tahun. Awalnya sang cowok permisi dengan sang cewek untuk ke kamar mandi, akan tetapi berselang beberapa menit terdengar suara teriakan histeris yang membuat tamu undangan terdiam. Beberapa detik setelahnya, sebuah kepala yang tak lagi tersambung dengan bagian tubuhnya terlempar ke tengah-tengah tamu undangan. Semua berteriak, dan pesta yang tadinya penuh kegembiraan mendadak mencekam. Sang cewek sangat tidak percaya mengetahui kalau cowoknya adalah seorang zombie. Adegan demi adegan mengerikan terpampang di layar besar itu.
”Hahh..” Olivia tersentak saat sebuah kepala terpenggal dan di sorot begitu lama. Dia mengalihkan wajahnya dan lebih mendekat pada Iqbaal.
”Udah gue bilang, lo bakalan takut.” Bisik Iqbaal tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Olivia menjauhkan wajahnya dari dada Iqbaal, dia menatap lebih lama wajah laki-laki itu. Kenapa Iqbaal tidak takut? Padahal adegan di film itu begitu sangat mengerikan. Entahlah, yang jelas Olivia memang sempat menggemari film horor, tapi entah mengapa akhir-akhir ini dia menjadi enggan dan takut untuk menonton film horor.
Di tempat yang sama di kursi berbeda, sedari tadi seorang gadis hanya bisa melihat dua orang di depannya saling berinteraksi layaknya sepasang kekasih. Meskipun kedua orang itu hanya berselang dua kursi di hadapannya, dia bisa melihat dengan jelas. Dan sedikit meringis saat melihat sang gadis menolehkan wajahnya terlalu dekat ke dada laki-laki di sebelahnya.
”(Namakamu)?” Suara Aldi memecahkan lamunan (namakamu), dia tersentak dan segera menolekan wajahnya pada Aldi yang duduk di sebelahnya.
”Hm?”
”Lo udah ngantuk? Dari tadi gue perhatiin lo gak fokus sama filmnya.”
”Kayaknya..” (Namakamu) menunduk lesuh, dan detik berikutnya sebuah teriakan histeris mengisi ruangan ini. Agaknya sebuah adegan di film yang sedang mereka tonton menganggetkan mereka. Sepertinya begitu, pikir (namakamu) yang memang sedari tadi tidak terlalu memperhatikan film.
Aldi berdiri sambil meraih tangan (namakamu), dan tindakkan Aldi langsung mendapatkan respon dari orang-orang yang duduk di belakangnya. Desas-desus kurang senonoh terdengar di tujukan untuk Aldi.
Aldi memandang (namakamu) yang tak bereaksi sama sekali. Dia kembali duduk, dan suara bising itu mereda dengan cepat.
Drrt!
Getaran ponselnya membuat Aldi mengalihkan pandangannya dari wajah (namakamu), yang sedang (sok) menyaksikan film.
From: Sls
Norak lo
Alis Aldi saling bertautan saat membaca pesan singkat dari Salsha. Dia mengedarkan pandangannya. Jangan bilang kalau Salsha ada disini dan menyaksikan tingkah tololnya tadi. Aldi tidak mau kalau dia akan menjadi bahan hinaan Salsha besok di sekolah, atau mungkin sebentar lagi.
Aldi belum sempat menyelesaikan doanya saat sepasang matanya mendapati Salsha berada enam kursi di sebelahnnya. Gadis itu melambai-lambaikan tangan ke arah Aldi dengan senyum tolol khas Salsha. Salsha tidak sendiri, di sebelahnya ada Farrel yang sedang fokus menonton.
Aldi menghiraukan pesan Salsha dan juga orangnya. Dia kembali memandang (namakamu), dan mendapati kalau gadis itu sedang konsen dengan film. Wajah (namakamu) memandang menengadah menatap layar, tapi sepasang bola matanya sesekali bergerak ke salah satu penonton di depan mereka. Awalnya Aldi tidak mengetahui siapa orang yang sedang (namakamu) perhatikan, namun hanya perlu waktu tak lebih dari satu menit, Aldi mengenali sosok laki-laki yang sepertinya sedari tadi yang membuat (namakamu) tidak fokus pada film. Iqbaal. Di sebelah laki-laki itu ada seorang gadis yang juga Aldi kenali. Olivia.
Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih yang memang benar-benar sama sekali tidak menikmati film. Mereka saling membisik setiap beberapa detik. Tanpa berpikir dua kali, Aldi langsung menarik lengan tangan (namakamu) dan berjalan rusuh meninggalkan film yang masih berlanjut. Seruan kurang senonoh kembali Aldi dapatkan bahkan kali ini ada beberapa orang yang melemparkan sisa makanan ke arah mereka berdua. Dalam sekejap ruangan menjadi sangat berisik.
(Namakamu) mencoba melepaskan genggaman erat Aldi tangannya tapi tak kunjung bisa. Laki-laki itu tetap menyeretnya sampai menerobos pintu keluar.
”Lepasin gue!” Akhirnya suara (namakamu) terdengar, gadis itu terlihat kesal. Tentu saja! Dia sangat malu dan merasa jijik di perlakukan seperti tadi. ”Lo apa-apaan sih, Al! Filmnya kan belum selesai. Lo niat ngajak gue nonton gak sih!”
Mendengar kalimat (namakamu), Aldi hanya bisa tersenyum meremehkan. Entalah, sekarang yang ada di pikirannya hanya ingin membawa gadis ini pergi, dia tahu kalau sedari tadi (namakamu) sangat tersiksa, dan bodohnya Aldi baru menyadari beberapa menit yang lalu.
”Terus kalo film-nya belum selesai lo mau ngapain?”
Kening (namakamu) berkerut, pertanyaan seperti apa itu.
”Semenjak kapan sih (namakamu) lo jadi orang yang semunafik ini?”
Kalimat barusan itu membuat (namakamu) terkejut. Bagaimana bisa Aldi mengatakan hal seperti itu kepadanya.
”Gue gak ngerti sama ucapan lo! Dan gue gasuka lo ngatain gue munafik!” (Namakamu) berteriak di wajah Aldi. Dia benar-benar marah dengan laki-laki ini.
”Terus aja (namakamu) lo bertingkah seolah-olah gak terjadi apapun sama lo,” Senyum miring yang semakin terukir di wajah Aldi membuat (namakamu) mengerang jijik. ”Lo suka kan sama Iqbaal.”
Lanjutkan kalimat Aldi sukses membuat (namakamu) terdiam. Aldi tahu? Sejak kapan? Bagaimana bisa dia mengetahui hal itu padahal (namakamu) sangat menyimpannya begitu rapat-rapat dari teman-temannya yang lain, dia hanya berlaku lebih mencolok pada Iqbaal kalau mereka hanya berdua saja. Tapi...Aldi?
”Gue gak ngerti sama ucapan lo.” Sergah (namakamu) sambil melangkahkan kakinya.
”Lo terlalu sibuk menghitung bintang di langit sampe lo gak sadar kalau ada bulan di atas sana.”
Lagi-lagi (namakamu) di buat berpikir dua kali saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Aldi. Sebenarnya ada apa dengan laki-laki ini? Sikapnya mendadak aneh dan membuat (namakamu) takut. (Namakamu) menghentikan langkahnya dan memutar badannnya. Akan tetapi, belum sepenuhnya (namakamu) memutar badannya sebuah kecupan mendarat di bibirnya. (Namakamu) terkesiap, kedua bola matanya membulat sempurna. Dia terlalu shock dengan tindakkan Aldi sampai-sampai (namakamu) tidak mampu berbuat apa-apa. Membiarkan bibir Aldi melumat bibirnya dengan bebas bukanlah ide bagus.
Lorong ini begitu hampa, tapi beberapa detik kemudian terdengar suara langkah kaki yang kian mengisi kesunyian di lorong ini. Sepertinya film sudah selesai. Meskipun samar, terdengar jelas seruan kaget dari orang-orang yang baru keluar dari ruangan. Mereka tidak terlalu memikirkan apa yang sedang mereka saksikan sekarang, orang-orang itu tetap melangkah pergi namun dengan kepala yang sesekali menoleh ke belakang.
Lorong kembali hampa. Seakan baru menyadari apa yang terjadi dengan dirinya, (namakamu) menjauhkan dirinya dan dengan sekali gerakkan tangannya melayang ke wajah Aldi dan menghantamnya.
Barulah setelah itu terdengar suara sesegukan dari (namakamu).
”(Namakamu)..,”Aldi tidak tahu harus mengatakan apa. Dan dia rasa dia memang tidak perlu mengatakan apapun.
(Namakamu) menengadah, wajahnya yang sudah di basah karena air mata itu memandang Aldi dengan siluet kecewa. Kenapa laki-laki di hadapannya ini tega melakukan hal yang semacam ini dengannya, bahkan sebelum ciuman pertama (namakamu) di berikan kepada orang yang benar-benar dia cintai.
Memutar badannya, (namakamu) melangkah gontai meninggalkan Aldi. (Namakamu) terlalu lelah untuk berpikir saat ini, kejadian sebelumnya dan kejadian tadi membuat kepalanya hendak pecah. Dia seperti orang linglung yang terus melangkah tanpa tahu harus kemana. Teriakan Aldi di belakang sana perlahan hilang dari pendengaran (namakamu).
Langkah (namakamu) terhenti. Dia menabrak seseorang.
”Maaf.” Katanya masih menunduk. (Namakamu) tak ingin orang-orang melihat keadaanya yang mengenaskan seperti ini. Sudah sejak lama dia ingin menangis.
(Namakamu) melanjutkan langkahnya lagi setelah meyakinkan kalau orang yang dia tabrak tak protes.
”(Namakamu),” bukan suara Aldi, suara yang saat ini mungkin saja pemiliknya akan mampu menenangkan suasana hati (namakamu), tapi apa mungkin. (Namakamu) mendengar langkah kaki yang menyusul dirinya. ”Gue gatau masalah lo sama Aldi apa, tapi gue gak suka liat lo nangis kayak gini.”
Tanpa seizin (namakamu), Iqbaal menyeka air mata (namakamu) yang terus mengalir bahkan setelah laki-laki itu menghapusnya, entah mengapa air mata (namakamu) semakin deras.
(Namakamu) menepis tangan Iqbaal. ”Gue gak pa-pa,” Dia masih tak ingin menengadah.
”Sebenernya lo ada masalah apa sama Aldi, (namakamu)? Kenapa lo gak cerita sama kita?” Kali ini bukan suara Iqbaal, tapi suara gadis yang (namakamu) prediksi mulai detik ini akan terus bersama Iqbaal.
”Gak ada masalah apa-apa.”
”Tapi..,” Olivia agak ragu meneruskan kalimatnya. ”Tadi Aldi nyium lo.”
Tubuh (namakamu) bergetar mendengar kalimat Olivia. (Namakamu) sudah hafal betul sikap Olivia, di saat orang lain mencoba memendam apa yang seharusnya tak perlu mereka katakan, Olivia akan mengatakannya. Gadis yang jujur.
”Gue pikir itu ciuman persahabatan, kayak lo sama Iqbaal.” (Namakamu) ngelantur, dia memutar badannya untuk melanjutkan langkahnya. Tapi dia seperti merasakan kalau bumi berputar lebih lamban dan membuat benda di sekitarnya terlihat bergoyang.
”(Namakamu), lo baik-baik aja kan?” Iqbaal dengann sigap menghampiri (namakamu). Memeganngi tubuh (namakamu) agar gadis itu tidak terjatuh.
”Gue baik-baik aja, akan selalu baik-baik aja.” Menepis tangan Iqbaal, (namakamu) menghambur pergi dengan langkah yang terkesan seperti orang mabuk.
”Kalian berdua bisa gak sih, gak cuma diem di tempat! Orang bodoh juga tau kalau (namakamu) gak dalam keadaan baik-baik aja.” Suara Salsha menerobos di antara Iqbaal dan Olivia, gadis itu melangkah gusar menghampiri (namakamu).
”(Namakamu)! Gue pulang bareng lo.” Tidak ada jawaban dari (namakamu), tapi itu tidak menjadi masalah besar bagi Salsha. Salsha segera mengaitkan tangannya dengan (namakamu), dia berjalan tergesah-gesah ke pinggir trotoar untuk menghentikan salah satu taksi.
Setelah mendapat kan taksi, mereka segera masuk dan dalam hitungan detik sudah hilang dari pandangan Iqbaal, Olivia maupun Aldi yang tiba-tiba saja datang dan langsung memukul wajah Iqbaal.

Bersambung...


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait