`Pinocchio` 15
Part 7
O-o-o-o-O
Warning: Bagi yang masih kecil! (Sadar diri) jangan baca part ini! Part ini terlalu menstrimmmmm. Okey! Tapi kalo misalkan masih mau baca, ydh sih, baca aja _- tapi kalo di akherat lo di seret ke neraka jangan bawa-bawa nama gue ya.. *deal*
***
Kepala (namakamu) yang awalnya terfokus dengan layar televisi—dia sedang menyaksikan sebuah drama—perlahan mendongak, lantaran mendengar ketukan suara sepatu pantofel di lantai. (Namakamu) mengalihkan kembali pandangannya ke layar televisi, dia masih kesal dengan laki-laki itu yang seenak nya saja mengajak gadis lain menginap di rumah ini. Apalagi Iqbaal belum meminta izin kepada (namakamu), memangnya dia sudah tidak menganggap (namakamu) sebagai istrinya lagi. Dan yang membuat (namakamu) semakin kesal adalah tadi pagi, Iqbaal dengan ngototnya memaksa agar sih Jessica tinggal di sini selama dia berada di Indonesia.
Iqbaal sudah lengkap dengan seragam kantornya, hanya saja, tuksedo hitam yang biasanya menutupi kemeja putihnya itu tak dia pakai melainkan tersampikan di bahunya. Dia berjalan menghampiri (namakamu) sambil membenarkan simpul dasinya, mengancing lengan baju dan lehernya. (Namakamu) yang semula memandang ke arahnya buru-buru memalingkan wajah. Gadis itu masih marah. Cara duduk dan tingkahnya yang tidak sopan masih di tunjukkan. Memangnya apa salahnya? Dia hanya mengajak Jessica temannnya—mantan kekasihnya—untuk tinggal disini selama beberapa hari. Lagipula Jessica itu yatim-piatu, dia tidak punya keluarga lagi. Apasalahnya membantu.
(Namakamu) masih terfokus dengan drama yang sedang di tayangkan, sementara Iqbaal sudah duduk di sebelahnya masih membenarkan simpul dasi. Memangnya wanita itu tidak ada niat sedikitpun untuk membantunya?
”Aku mau ke kantor sebentar, mau buat surat cuti,” kata Iqbaal menjelaskan kepada (namakamu) soal dirinya yang sudah berpakaian rapi, walaupun (namakamu) tidak bertanya, tidak ada salahnya kan dia memberitahu. Tapi (namakamu) tidak merespon. ”(Namakamu), kamu masih marah?”
Tidak ada jawaban, (namakamu) malah menguap sekenak jidatnya.
Menghela napas, Iqbaal harus sabar menangani tingkah (namakamu) yang ke kanak-kanakan.
”Oemji!” (Namakamu) tersedak, dia agak mencondongkan wajahnya ke arah televisi agar bisa melihat dengan jelas adegan di drama yang sedang berlangsung. (Namakamu) terkekeh mesum. ”Lee Minho.” Gumamnya sambil memasang puppy eyes, belum sempat imajinasi (namakamu) melambung tinggi layar televisi yang semulanya memperlihatkan scene kissing dalam drama mendadak menjadi gelap. Dan itu terlihat menyebalkan!
(Namakamu) memutar wajahnya perlahan, dengan rahang yang mengeras dia melihat Iqbaal baru saja meletakan remote tv di meja. Berarti laki-laki itu yang dengan sengaja mematikan televisi. Oh! Shit!
”Kamu denger gak, aku bicara apa sama kamu?”
Mengerucutkan bibirnya, (namakamu) memalingkan wajah songongnya kembali menatap televisi, dia sedikit merayap ke dekat televisi untuk menekan turn on dan televisi kembali menyala.
Iklan.
”Sialan.” Umpat (namakamu) pelan, tapi dia tidak mengalihkan wajahnya dari televisi. Kemudian (namakamu) menggeser meja agar lebih dekat dengan televisi, lalu (namakamu) menopang dagunya dengan tangan. Dia merasa nyaman dengan posisi seperti ini.
”Ssshh, (namakamu) nontonnya jangan deket-deket. Gak baik buat mata kamu.” Kalau tadi televisinya yang menjadi gelap, sekarang pandangan (namakamu) yang menggelap. Laki-laki itu menutup penglihatan (namakamu) dengan tangannya.
(Namakamu) menepis tangan Iqbaal. ”Lo masih peduli sama gue?”
Tubuh Iqbaal agak bergetar mendengar kalimat tidak sopan (namakamu) dan nada dalam kalimat itu naik dua oktaf.
”Aku suami kamu, jelas aku peduli sama kamu.”
”Oh.”
Baru saja (namakamu) merasa nyaman dengan pandangan di hadapannya karena iklan sudah berakhir, tiba-tiba tubuh Iqbaal yang besar itu menutupi pemandangannya.
”Jangan nonton deket-deket.” Kata Iqbaal penuh penekanana. Lalu dia duduk di hadapan (namakamu), menompang dagunya dengan tangannya. Percis seperti apa yang (namakamu) lakukan.
”Minggir.” Ucap (namakamu) tak ramah.
”Engga ada orang yang mau dengerin perkataan kamu, kalau kamu sendiri bicaranya gak santai gitu.”
(Namakamu) mencibir. ”Terus gue peduli?”
Iqbaal menghela napasnya lagi, kali ini di iringi dengan bergetarnya tubuhnya.
”Aku gak suka sama sikap kamu yang kayak gini.” Kata Iqbaal dingin. Garis wajah laki-laki itu berubah serius, pandangannya kepada (namakamu) juga tidak selembut sebelumnya.
”Terus gue peduli?” Tidak ada sedikitpun ketakutan yang tergambar di wajah (namakamu).
Brak!
Kesabaran Iqbaal habis, tampaknya wanita ini memang benar-benar sengaja membuatnya marah. Padahal Iqbaal sudah menanamkan kalau dia tidak akan pernah ingin marah kepada (namakamu) dalam benaknya, tapi melihat sikap (namakamu) yang seperti ini. Laki-laki mana yang tidak kesal melihatnya.
”Cukup (namakamu)! Kamu pikir aku ini temen kamu? Musuh kamu? Aku ini suami kamu! Bertingkah yang sopan!” Geram Iqbaal, bahunya yang naik-turun bersamaan dengan embusan napasnya yang tak teratur seakan menjadi sinyal kalau dia sedari tadi memang menahan emosinya. ”Dimana sopan santun kamu sama aku?! Apa kamu pikir tingkah kamu itu lucu?! Kalau kamu menganggapnya lucu, ITU GAK LUCU SAMA SEKALI BAGI AKU!”
Hening. Setelah terdengar suara Iqbaal yang menggelegar hampir mengisi seluruh seantero rumah ini, tidak ada suara apa-apa lagi yang terdengar. Hanya suara desahan napas Iqbaal yang masih memburu.
Sedangkan (namakamu) yang jelas-jelas perkataan Iqbaal itu untuknya. Wanita itu hanya diam seperti patung yang bernyawa. Dia tidak bereaksi sedikitpun dan dia sama sekali tidak meneteskan air mata sedikitpun. Sepertinya bentakkan Iqbaal itu membuat seluruh saraf dalam tubuhnya berhenti bekerja. (Namakamu) tidak pernah melihat Iqbaal seperti ini sebelumnya. (Namakamu) shock dan itu membuat sesuatu paling sensitif dari dirinya seperti retak dan pecah.
Iqbaal mengusap wajahnya, dia merasa bersalah karena tidak bisa menahan emosinya seperti tadi. Dia meledak-ledak seperti orang gila tanpa memikirkan kalau wanita itu sedang mengandung. Mungkin saja itu bawaan bayinya, padahal dulu (namakamu) sempat secara terang-teranganmengatakan kepada Iqbaal kalau wanita itu membencinya. Dalam kurun waktu sebulan lebih, (namakamu) bertingkah sesuka hati terhadapnya, tapi Iqbaal tidak pernah marah seperti ini.
”(Namakamu), maafin ak...” Belum sempat Iqbaal menyelesaikan kalimatnya, (namakamu) sudah bergerak dan menghambur pergi. Wanita itu masuk ke dalam kamar, dan tak lupa membanting pintu sekuat tenaga.
O-o-o-o-O
Seharusnya Iqbaal tidak pergi kesini, seharusnya dia menemani (namakamu) di rumah dan menjaga wanita itu. Wanita yang sedang mengandung anaknya. Tetapi pertengkaran beberapa jam yang lalu membuat Iqbaal berpikir kalau dia butuh menenangkan pikirannya sendiri dan itu mungkin juga berlaku kepada (namakamu).
Alunan musik yang sangat keras mengisi pendengaran setiap manusia yang berada dalam ruangan ini. Ruangan yang di terangi dengan lampu kelap-kelip ini tampaknya sudah menjadi tempat memanjakan bagi setiap orang yang merasa kalau kehidupan diluarnya terasa kacau.
Iqbaal baru meneguk tiga gelas wine berukuran kecil, tapi penglihatannya sudah buram. Ini pertama kalinya dia pergi ke tempat seperti ini dan mencoba minuman yang rasanya sangatlah tidak enak. Namun seiring dia mencobanya, minuman itu sekarang mulai bisa di cerna dengan baik oleh indra perasanya.
”Liat deh, ganteng banget. Menurut lo duitnya banyak gak?”
”Dari stylenya sih kayaknya orang berduit. Kenapa? Lo mau coba.”
”Hmm, tapi dari sikapnya yang terasing dari yang lain kayaknya dia kesini cuma untuk ngilangi stres doang. Palingan bentar lagi juga udah tumbang,” Teliti seorang gadis, yang sepertinya adalah orang tetap dalam club ini. Dia hanya mengenakan bladzer hitam kecil dan rok span yang hanya menutupi sebagian pahanya. ”Tapi kayaknya boleh deh.”
Kedua gadis itu berjalan ke arah sofa yang ada di sudut ruangan, sofa panjang yang hanya di huni oleh seorang laki-laki yang keadaannya hampir mengenaskan. Gadis yang mengenakan blazer hitam langsung duduk-merapat pada laki-laki.
”What's your name?” Tanyanya dengan suara nakal.
Laki-laki itu tampak kaget dengan keberadaan gadis yang tak di kenalnya. Dia segera menjauhkan tubuh gadis itu yang sekarang menggelayut manja di badannya.
”Ssh.., kamu siapa?”
Tersenyum miring, gadis itu menyebutkan namanya. ”Namaku Mawar. Nama kamu...,” dia menjeda ucapannya, tangannya yang menggenggam segelas minuman dia sodorkan kepada laki-laki itu. ”Siapa?”
Walaupun awalnya menolak, laki-laki itu akhirnya menerima minuman dari Mawar yang dalam hitungan detik langsung di muntahkan oleh laki-laki itu.
”Anak mami.” Gerutu teman Mawar.
Tidak menjawab pertanyaan dari Mawar, Mawar kembali bertanya. ”Kamu sendirian? Temen kamu mana?”
Mengusap wajahnya, seolah dengan begitu laki-laki itu mendapatkan kembali kesadarannya. ”Kamu siapa?” Dia mengulang pertanyaannya dengan mata yang mengerjap berkali-kali.
Mawar hanya tersenyum tipis, dia mendekatkan wajahnya, dan membisikan sesuatu. ”Namaku Mawar,” Di kecupnya pipi laki-laki itu setelah selesai menyebutkan namanya. ”Kamu mabuk berat. Kayaknya hanya perlu sekali permainan.”
”Namanya Iqbaal.” ucap teman Mawar memberitahu sambil memperlihatkan kartu tanda pengenal yang terlampirkan di tuksedo laki-laki itu.
Mawar tak menanggapi perkataan temannya, dia segera melancarkan aksinya. Tangannya bergerak, menelusuri setiap lekukan badan Iqbaal dan berhenti tepat di bagian kancing paling atas. Saat hendak membuka kancing pertama, Iqbaal menepis tangannya dan bersuara.
”Jangan di buka, nanti istriku marah.” Katanya, yang terdengar hanya seperti gumaman sengau. Mawar menghiraukan perkataan Iqbaal. Dia melanjutkan aksi gilanya. Tidak sampai satu menit Mawar membuat laki-laki itu dalam keadaan setengah telanjang. Mawar tersenyum puas.
Tidak cukup dengan hanya begitu saja, Mawar merubah posisinya yang kali ini duduk di pangkuan Iqbaal. Dia mulai bermain seperti sebagaimana biasanya dia melayani orang-orang.
Wajah laki-laki itu yang semulanya tidak berekspresi perlahan berkerut resah, seakan ada sesuatu yang mengusik dirinya. Mawar sepertinya sudah melupakan segalanya, dia sudah terbuyai dengan permainan yang di buatnya sendiri. Suara desahan, erangan dan pekikan kurang senonoh terlontar dari mulut gadis itu. Dia bahkan sudah melepas blazer hitamnya dan kaos dalam yang dia kenakan sudah melorot, membuat bagian badan atasnya yang kurang senonoh terekspos jelas. Mawar mendongakkan wajahnya, melihat betapa menggodanya bibir laki-laki itu. Meraih kepala Iqbaal, Mawar mencondongkan kepalanya dan melum....
Plak!
Bibir Mawah bahkan belum sempat mendarat di bibir Iqbaal. Tiba-tiba saja dia merasakan sebuah tamparan yang begitu pedih. Tak hanya itu seseorang di belakangnya dengan sekenaknya menarik kaos dalamnya sampai dia terjatuh ke lantai.
Orang-orang yang melintasi tempat itu, dan siapa saja yang melihat kejadian Mawar terjatuh terkekeh sangat besar.
”Wanita jalang! Apa yang kamu lakukan terhadapnya!”
”Brengsek!” Umpat Mawar sambil menaikkan be-hanya yang melorot. ”Lo siapa, hah? Cewek baik-baik? Cewek baik-baik gak mampir ke tempat yang beginian.”
Plak!
Bukannya menjawab pertanyaan Mawar, gadis itu malah melayangkan satu tamparan lagi ke wajah Mawar.
”Pergi dari sini.” Katanya.
Mawar menggeram, dia begitu kesal dengan kehadiran gadis ini yang karena kehadirannya merusak suasana indah, yang Mawar buat. Mawar mengambil blazernya dan memakainya, dia mendekat ke arah gadis itu dengan tampang tidak terima.
”Lo itu siapa! Urusan lo apa sama cowok ini!”
Gadis itu sedang memasang kancing Iqbaal, hingga akhirnya badan laki-laki itu tertutup sempurna.
”Istriku—(namakam..” Iqbaal tersadar, dan berpikiran kalau gadis yang sedang membenahi dirinya ini adalah (namakamu). Istrinya. Jadi dia meraih tengkuk gadis itu dan mengecupnya. Walaupun sebentar hal itu tampak begitu tulus.
Ketiga gadis yang ada disitu terdiam sejenak. Terlebih lagi gadis yang baru datang itu. Laki-laki itu berpikir kalau dia adalah istrinya. (Namakamu). Dan dengan sekenaknya dia mencium bibirnya.
”Sialan,” umpat Mawar merasa malu sekaligus muak dengan gadis di hadapannya, dia bahkan sudah mati-matian mencumbu laki-laki itu dan giliran saat dia ingin mencium bibirnya malah terhalang dengan tingkah gadis sialan itu.
”Kenapa kamu masih disitu?” Tanyanya. Dan Mawar langsung beranjak sekaligus menunjuk waajah gadis itu tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.
”Hei kamu! Gadis yang satunynya,” tiba-tiba saat Mawar dan temannya sudah mau pergi, Gadis yang sekarang sedang berusaha membangunkan Iqbaal memanggil teman Mawar. Teman Mawar menoleh. ”Cepat kembalikan dompet dan jam tangan Iqbaal.”
Mengeram kesal, teman Mawar mencampakkan dompet dan jam tangan Iqbaal dan mendarat tepat di meja.
*
Setelah menghadiri pertemuan yang di selengarakan di lantai sepuluh. Jessica tidak menyangka dia akan bertemu Iqbaal di tempat seperti itu. Kalau saja lift tidak rusak dan memaksanya untuk turunn di lantai lima. Jessica sangat terkejut melihat Iqbaal sudah menjadi bulan-bulanan gadis tadi, bagaimana kalau (namakamu) melihat atau siapa saja yang melihat itu dan menberitahukan kepada (namakamu).
Dan sekarang, Jessica sedang mengendarai Lexus silver milik Iqbaal. Awalnya dia ragu untuk mengantar Iqbaal pulang karena 'apa kata (namakamu) kalau melihat' Iqbaal dan Jessica pulang bersamaan dengan keadaan Iqbaal yang mabuk seperti ini.
Iqbaal mabuk. Memikirkan itu saja Jessica sudah shock, bagaimana kalau (namakamu) melihat Iqbaal? Ahhh, pasti wanita itu akan sangat terpukul.
*
Tok.. Tok..
Ini ketukan pertama Jessica, dan dia sabar menunggu. Dia mengedarkan pandangan kesekitar dan sangat terkejut ketika menemukan (namakamu) sedang duduk di ayunan seorang diri.
Wanita itu melihat mereka, tapi kenapa dia hanya diamn saja?
”(Namakamu).” Panggil Jessica dari teras rumah.
(Namakamu) tidak menjawab. Jessica berjalan menurunbi undakkan rumah untuk menghampiri (namakamu), saat Jessica sudah berjarak dua meter di hadapan (namakamu). Jessica tercengang, perasaan tak enak merajai tubuhnya dan memori dalam kepalanya terbuka memutar semua roll film yang tersisa.
”Kamu dapat darimana boneka itu?” Tanya Jessica gelagapan.
(Namakamu) menengadah, sebelum menjawab pertanyaan Jessica, (namakamu) memandang senang ke arah Boneka yang terbuat dari kayu-kayu kokoh itu. ”Di bawah rumah.”
Merampas boneka dari gengggaman (namakamu), Jessica memperhatikan sedetil mungkin boneka berjenis Pinokio yang sekarang dalam genggamannya. Bentuknya masih sama, namun agak kumal. Tapi yang membuat Jessica mencampak boneka itu adalah saat sudut-sudut bibir boneka terangkat membuahkan seringaian...
”Jessica!” Pekik (namakamu) marah, saat meliha boneka itu menghantam pohon besar yang berada di dekat ayunan.
”Masuk! (Namakamu)!”
”Enngga!” (Namakamu) menolak, dia berjalan tertatih menghampiri boneka itu. Tapi Jessica tidak membiarkan (namakamu) mengambil boneka itu, Jessica segera menarik lengan (namakamu) yang langsung di tepis oleh wanita itu.
Bersambung...
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
Cerbung yang manis. Heheheh,,
ReplyDeleteKunjungi balik blog Dunia Kata Rifal jangan lupa di follow, ntar saya folback.