'Pinocchio'
Part 1
Muhammad Aryanda.
oOo
”Gimana?” Seorang laki-laki berwajah tegas bertanya dengan seorang wanita berbadan dua. Mereka berdua baru saja tiba di suatu tempat ujung perkampungan.
”Hmm, bagus. Aku suka.” Jawab wanita itu dengan mata yang masih menerang kagum kedepan. Di hadapannya ada sebuah rumah sederhana dengan halaman luas, yang di tumbuhi dengan rumput hijau. Beberapa meter dari rumah itu ada sebuah pohon besar yang membuat suasana menjadi teduh. Di sekitar rumah juga ada bunga-bunga yang baru di tanam mengitari rumah.
Rumah sederhana berbahan dasar dari kayu elok terletak di tengah-tengah dataran hijau. Rumah sederhana itu di kelilingi oleh pagar putih. Di luar area rumah masih terbentang hamparan rumput yang sangat luas. Pemilik rumah harus berjalan sejauh 200m agar menemukan rumah warga.
”Satu hari sebelum kita pindah, aku sengaja nyuruh Pak Man untuk buat ayunan disitu,” Laki-laki itu menudingkan telunjuknya ke samping rumah, disana ada ayunan yang tampak kokoh. ”Kayaknya daerah ini jauh dari taman kota, aku takut kalau kamu tiba-tiba kepingin main ayunan terus malah aku yang bingung.” Wanita itu tersenyum, sambil mengelus perutnya dia mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu. Saat itu entah kenapa hasrat untuk menikmati sejuknya angin sambil duduk tenang menyapa tempat nafsunya yang terasa sensitif.
”Aku seneng deh sama tempat ini. Suasananya apa yang aku mau banget, terus rasanya kayak lagi mimpi. Aku gak mimpi kan?” Wanita itu menoleh ke arah laki-laki yang ada di sebelahnya. Ternyata sedari tadi laki-laki itu sedang memperhatikannya. Dia jadi malu, dan menunduk.
”Gak, (namakamu), kamu gak mimpi. Ini nyata kok,” tiba-tiba laki-laki itu berjongkok, sambil tersenyum dia membelai dengan lembut perut wanitanya. ”Tempat ini, aku, kamu, dan dia.” Di kecupnya perut itu dengan lamat.
(Namakamu) tersenyum. Dia merasa senang dengan kehidupannya sekarang. Dia merasa bersyukur. Demi tuhan, dia sangat ingin waktu seperti ini, suasana seperti ini, kebahagian seperti dan berharapa ini tidak musnah dalam waktu dekat.
”Baal,” panggil (namakamu) kepada laki-laki itu. ”Udah mau malem, masuk yuk.”
Iqbaal mengangguk, kemudian dia berjalan perlahan sambil menggamit lengan istrinya menuju rumah mereka.
*
(Namakamu) pikir, setelah dia pindah kerumah barunya dia akan harus membereskan rumah barunya terlebih dahulu. Seperti yang pernah dia lakukan setahun yang lalu, di awal pernikahannnya.Tetapi dalam keadaanya kandungannya yang sudah menginjak delapan bulan ini, ketika sampai di rumah barunya, (namakamu) bisa dengan tenang langsung beristirahat setelah menikmati lelahnya perjalanan yang cukup jauh.
Malam ini adalah malam pertama (namakamu) dan rumah barunya. (Namakamu) bisa merasakan atmosfer lain dari rumah ini, bukan sesuatu yang aneh namun seperti perasaan yang menggebu-gebu lantaran dia bahagia bisa menempati rumah dengan segalanya seperti yang dia inginkan.
Ternyata kehabagian yang sempurna itu tidak hanya ada di negeri dongeng saja.
”(Namakamu),” ketika (namakamu) sedang menafsirkan apa-apa saja dalam pikirannya, suara lembut Iqbaal menyapa telinganya. Laki-laki sedang berdiri di teras rumah, dan memandang (namakamu) dengan wajah kuatir. ”Ini udah jam berapa, gak seharusnya kamu diluar, ayo masuk. Udara malam gak bagus untuk kamu.”
”Ah, kamu, jangan marah-marah dong. Mendingan kamu kesini, duduk di ayunan satunya. Asik tau.”
”Beneran deh, (namakamu). Ini dingin banget.” Menggosok kedua telapak tangannya, kemudian Iqbaal menepuk-nepukantelapak tangannya yang terasa hangat itu kewajahnya.
”Tau ah, kamu gak asik.” (Namakamu) mengalihkan wajahnya kedepan, dan mengayun perlahan ayunan dengan kakinya.
Rumahnya sangat jauh dengan rumah warga lainnya. Entah kenapa dari sejak kecil (namakamu) begitu menyukai suasana sepi, damai, tanpa keributan, dan tenang. (Namakamu) tahu kalau terlalu banyak membaca atau menonton kartun-kartun khayalan karya Disney secara berlebihan tidaklah terlalu bagus untuk isi dalam kepalanya ini. Akan tetapi, (namakamu) menginginkan hal yang seperti itu. Rumput hijau, bunga-bunga, pohon segar, hewan-hewan mungil, ayunan, dan hal-hal lainnya mengitari rumahnya.
'Cup'
Sesuatu yang sedikit basah beberapa kali menyentuh pipi sebelah kanannya. Sebenarnya sudah berapa lama (namakamu) terhanyut dalam imajinasinya, sampai-sampai dia tidak sadar seorang laki-laki sudah duduk di ayunan satunya dan mengecupi pipinya.
”Iqbaal! Kamu apa-apain sih!” Dengan sekali gerakan, (namakamu) menjauhkan wajah Iqbaal yang lagi-lagi ingin mengecup pipinya.
”Kamu yang apa-apaan, daritadi di panggil malah bengong. Ngelamuni apa sih?”
”Sshh, tau ah.” Memalingkan wajahnya. (Namakamu) kembali hanyut dengan angin malam yang menerpa kulitnya yang telanjang. Dia begitu menikmati setia pergerakan ayunan yang dia buat.
Sementara Iqbaal hanya duduk diam tanpa menggerakan ayunannya sambil memperhatikan (namakamu).
”Baal,” tiba-tiba suara (namakamu) terdengar di sela suara angin malam yang semakin menusuk.
”Ya? Udah? Udah kan? Yuk masuk.”
”Bukan, shh! Dengerin dulu,” (Namakamu) melotot kearah Iqbaal, yang hanya di balas senyuman dengan Iqbaal. ”Besok kan hari sabtu, otomatis kamu itu engga kerja...”
”Terus?”
”Jangan suka nyela,” kata (namakamu) tajam. ”Aku mau dong besok kamu tanam bunga disitu.” (Namakamu) menunjuk kearah pagar batas rumahnya dengan jalan dengan bibirnya.
”Bunga? Dipinggir rumahkan udah ada. Kamu mau buat taman bunga atau rumah sih?” Ujar Iqbaal, dia menghentakan kakinya ke tanah dan ayunan yang dia duduki mulai terayun.
”Aku juga mau disitu. Biar rumahnya cantik.”
”Tapi ada syaratnya.” Kata Iqbaal.
”Ap..,”
”(Namakamu)! Jangan kuat-kuat dong ngayunnya aku takut kamu jatuh, pelan-pelan.”
”Iya ish, bawel banget nih mak tiri,” mengikuti perintah Iqbaal, (namakamu) berkata. ”Yaudah syaratnya apa? Gak aneh-aneh kan, soalnya aku lagi hamil loh.” (Namakamu) menatap sinis kearah Iqbaal, dari senyuman-senyuman tolol yang tersungging di bibir laki-laki itu, (namakamu) seakan bisa mencium bau-bau mesum terdeteksi.
Iqbaal nyengir kuda. ”Engga kok. Aku tau istriku lagi hamil jadi syaratnya gak bakal aneh-aneh...,”
”Cepetan ngomongnya gak pake lama.” Sela (namakamu).
”Jangan suka nyela.” Dengan senyuman dikulum, Iqbaal mengingatkan (namakamu) dengan kata-kata yang dia lontarkan beberapa menit yang lalu.
”Iya!! Mak Tiri!”
Iqbaal menghentikan pergerakan ayunananya, dan beranjak berdiri. Kemudian dengan sekali gerakan dia juga menghentikan pergerakan ayunan (namakamu).
”Masuk.” Iqbaal tersenyun menawan.
”Gak maaauuu!!” Tolak (namakamu).
”Masuk. Itu syaratnya.” Senyuman menawan itu masih tersungging malah semakin menawan. Seingat (namakamu) dia jatuh cinta dengan laki-laki ini karena senyuman 'ini' yang sering dia lontarkan kepadanya ketika di bangku kuliah dulu, tapi kenapa senyuman 'ini' sekarang terasa sangat menyebalkan. Ditambah lagi Iqbaal mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
”Oh!” Pekik (namakamu) mendadak menggebungkan pipinya.
'Bugh'
Bogeman (namakamu) yang mendarat mulus ke perut Iqbaal bersamaan dengan hilangnya senyuman laki-laki itu.
*
Cahaya pekat itu seakan ingin menerobos kelopak matanya sampai hancur, memaksa sih yang empunya tergelak dari alam mimpinya.
(Namakamu) terbangun dengan seberkas cahaya menyilaukan menerbos masuk dari jendela kamar yang sudah terbuka, dan dia tidak menemukan Iqbaal yang semalam berbaring di sebelahnya. Jam berapa sekarang? (Namakamu) menggeser badannya dan meraih jam di nakas, tulisan digital pada jam itu menunjukan pukul 08.56 pagi. (Namakamu) menguap lalu beranjak menuju kamar mandi.
Udara terlalu dingin, dan agaknya ini terlalu pagi untuk mandi. (Namakamu) hanya membasuh wajah dan menyikat giginya, setelah itu dia keluar dari kamar, dan langsung menemukan Iqbaal tengah sibuk dengan aktivitas yang dia janjikan semalam.
(Namakamu) tersenyum senang, sepertinya kebahagian masih belum ingin menjauhinya. Berjalan perlahan, dan penuh hati-hati, (namakamu) menghampiri Iqbaal.
”Kenapa gak banguni aku?” Suara (namakamu) yang sepertinya terdengar tiba-tiba dan menganggetkan Iqbaal itu membuat Iqbaal sedikit tersentak, namun laki-laki itu hanya tersenyum.
”Laki-laki mana yang tega banguni putri secantik kamu. Kalau disuruh pilih sih, aku lebih milih untuk ngeliatin kamu tidur daripada ngerjain ini.” Kata Iqbaal tersenyum lebar, dia tahu kalau perkataannya akan menyinggung (namakamu), jadi Iqbaal tidak berani untuk melihat ke arah (namakamu).
Yang (namakamu) rasakan saat ini adalah senang sekaligus jengkel. What happend girl?
”Ini masih pagi, dan kamu udah buat aku kesel!” (Namakamu) menggerutu sambil menghentakan kakinya.
Iqbaal terkekeh, masih belum ingin melihat wajah kesal (namakamu), Iqbaal menimpali perkataan (namakamu). ”Tapi seneng juga kan?”
W-w-w-what??!! Dengan mata dan mulut yang terbuka lebar, (namakamu) sesekali menampar pelan pipinya. Sejak kapan Iqbaal berani menggodanya sampai batas maksimal seperti ini? Demi calon bayi yang (namakamu) harap gak bakalan nurun sifat Iqbaal yang seperti ini, (namakamu) sama sekali kesal dengan tingkah Iqbaal.
Setelah selesai membuat lubang-lubang di dekat pagar itu, Iqbaal berdiri dan berjalan menghampiri (namakamu). Sekarang dia bisa melihat dengan jelas, wajah linglung (namakamu) yang melongo itu. Lucu. Iqbaal terkekeh lagi.
”(Namakamu) aku haus, tolong ambil air minum dong.” Kata Iqbaal seraya menyeka keringat yang mulai bergumpalan di keningnya.
Tidak ada jawaban atau respon apapun. (Namakamu) diam seperti batu, Iqbaal yang tadinya sempat memalingkan wajahnya dari (namakamu) kini kembali memandang ke arah (namakamu) dengan kening berkerut. Wajah (namakamu) tidak seperti tadi, ekspresi wajahnya berubah, dia seakan sedang menahan sesuatu, sesuatu yang sama sekali tidak Iqbaal ketahui.
”(Namakamu)?” Suara Iqbaal mulai terdengar hati-hati. Detik berikutnya tangan (namakamu) bergerak meraba perutnya. ”Perut kamu? Kamu kenapa? Ada yang sakit?” Cepat-cepat Iqbaal berlutut di hadapan (namakamu) sambil menempelkan telinganya di perut (namakamu).
Ada yang bergerak-gerak di dalam sana. Iqbaal maupun (namakamu) bisa merasakan itu. Tapi sungguh, (namakamu) tidak merasakan sakit seperti apa yang Iqbaal pikirkan.
Ditengah sibuk mendengarkan isi dalam perut (namakamu), tiba-tiba Iqbaal merasakan sesuatu menepuk bahunya berkali-kali, setelah dia lihat ternyata itu adalah tengan (namakamu). Iqbaal menengadah memandang wajah (namakamu), wanita itu menggeleng.
”Sakit?”
(Namakamu) tidak bersuara dia hanya menggeleng.
Iqbaal berdiri dan menghela napas.
”Aku bakalan ngebuatin kamu minum.” Setelah mengatakan itu, (namakamu) menutup mulutnya. Bukannya beranjak menuju dapur, dia malah berdiri dan tingkah anehnya kali ini adalah memandangi Iqbaal begitu berseri-seri.
”(Namakamu)?” Kening Iqbaal kembali berkerut. Pasti bangun tidur tadi sesuatu yang keras menghantam kepala istrinya. ”Kamu baik-baik aja kan?”
Tidak bersuara lagi, (namakamu) mengangguk percis seperti orang bisu.
”Te..russ kenapa kamu ngeliatin akunya gitu banget?” Iqbaal sampai menyipitkan sebelah matanya karena saking tidak bisa menerima sifat (namakamu) yang sering berubah-ubah.
(Namakamu) mengangguk seperti orang tolol, sambil mengatakan ”aku bakalan ngebuatin kamu minum.” Dia berjalan agak berlari meninggalkan Iqbaal.
Melihat itu reflek Iqbaal berteriak. ”Jangan lari nanti kamu jatuh!”
Tetapi (namakamu) mengabaikannya.Dia tetap berlari, berlari sampai tubuhnya hilang di telan pintu.
*
Perasaan lain yang (namakamu) rasakan saat ini seakan seperti dejavu. Sudah hampir setengah jam dia berada di dalam dapur sambil mengaduk teh, yang sudah jelas gula sudah larut. Akan tetapi (namakamu) masih belum ingin beranjak. Dia masih belum ingin untuk melihat wajah Iqbaal yang notabenenya adalah suaminya. Berkali-kali bayangan wajah Iqbaal sedang beraktivitas di bawah sinar matahari membuat janin dalam kandungannya bergerak-gerak aneh.
'Cctt!'
Suara decitan pintu membuat (namakamu) terkesiap. Sepasang bola mata (namakamu) mengedar was-was kepenujuru dapur. Walaupun hampir seluruh bangunan di rumah ini terbuat dari kayu, lain dengan dapur yang di bangun dengan batu.
Jendela yang belum dibuka itu membuat ruangan ini kurang cahaya.
'Angin' pikir (namakamu). Setelah itu dia kembali terhanyut dalam pikirannya lagi.
Lima detik berlangsung hening, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki. Bunyinya sangat nyaring untuk ukuran lantai yang terbuat dari kayu.
”Maaf lama, ini...,” perkataan (namakamu) terputus, sedetik dia terdiam untuk menafsirkan kalau perkiraanya salah. (Namakamu) pikir tadi Iqbaal. Kalau bukan Iqbaal siapa lagi? ”Iqbaal.” (Namakamu) mencoba memanggil, tapi tak mendapatkan sahutan seperti seharusnya.
Brak!
(Namakamu) terlonjak kaget, sendok dalam genggamannya jatuh ke lantai. Jendela yang tertutup itu tiba-tiba saja terbuka lebar membuat gorden yang terpasang di jendela melambai-lambai.
Angin. (Namakamu) masih berpikir seperti itu. Dan tanpa pikir panjang dia berjalan mendekat ke jendela. Melihat suasana di luar yang begitu cerah karena matahari sudah melayang tinggi.
Baru saja (namakamu) ingin menikmati pemandangan indah di samping rumah, telinganya kali ini mendapati sebuah suara aneh lainnya. Seperti suara knop pintu yang di putar, namun tak kunjung terbuka. Tiba-tiba saja udara sejuk di luar sana menyapa permukaan lehernya hingga membuat bulu kuduknya meremang.
Bersambung...
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment