Thursday, December 11, 2014

Cerbung Pinocchio - Part 6

`Pinocchio` 15+
Part 6
Muhammad Aryanda.
o-o-o
Warning: Dialog Iqbaal dan Jessica bakalan agak baku. Bagi Readers yang sering pake Bahasa Inggris di rumahnya, gue maklumi kalo gak ngerti.
o-o-o

”Lari!”
”Jangan bersembunyi disitu. Naik ke atap!”
.
”Kalau sudah tidak terdengar apa-apa lagi, keluarlah.”
”Ibu mencintaimu.”
...
Seberkas cahaya pekat menerobos masuk dari ventilasi udara, sinar matahari pagi itu menyeruak masuk ke dalam. Mengisi ruang dalam tanpa sinar.
Iqbaal, yang menghabiskan malamnya hanya setengah berbaring di sofa putih yang berada di kamarnya. Semalaman dia terjaga karena takut hal aneh kembali terjadi. Yang dia bingung adalah hal aneh apa yang menimpah istrinya, sampai-sampai wanita itu jatuh pingsan setelah suara teriakan itu.
Iqbaal beranjak dari sofa, melangkah ke tempat tidur tanpa menimbulkan suara. Ya. Iqbaal masih mengingat jelas saat dia baru saja sampai di rumahnya, dan tak lama kemudian terdengar teriakan (namakamu) dari dalam. Dia berlari ke rumah dan mendapati (namakamu) sudah pingsan.
Iqbaal naik ke atas tempat tidur. Memperhatikan garis wajah (namakamu) ketika sedang tidur membuatnya khawatir, di kening wanita itu terdapat kerutan seakan (namakamu) sedang mengalami mimpi buruk. Tangan Iqbaal bergerak untuk menyentuh wajah (namakamu). Basah. Wanita itu juga berkeringat. Kegelisahan Iqbaal semakin bertambah, dia mengusap wajah (namakamu) yang berkeringat, lalu mengecup kening wanita itu.
Saat bibir Iqbaal masih menempel di kening (namakamu), tiba-tiba saja tubuh (namakamu) bergetar-getar dan Iqbaal bisa merasakan kalau tubuh (namakamu) tersentak.
”Haahh...haahh...haahhh...” Napas (namakamu) memburu, wanita itu menyenderkan punggungnya di kepala tempat tidur, lalu sepasang matanya yang was-was mengedarkan ke segala arah. Dan tak lama, matanya bertumbukkan dengan mata sendu Iqbaal. (Namakamu) bergerak kedepan, dan menjatuhkan tubuhnya di dalam pelukkan Iqbaal.
Kejadian tadi malam memang sungguh membuat resah pikirannya, sesuatu yang aneh, hal yang tak wajar.
”Aku takut.” (Namakamu) tersedak dan menangis. Seperti semalam, (namakamu) hanya mengucapkan dua kata itu tanpa ada rasa sedikitpun untuk menjelaskan apa yang membuatnya takut.
Iqbaal membelai punggung (namakamu) dengan sikap menenangkan.
”Tadi malam kenapa kamu teriak?”
Merenggangkan pelukkannya, (namakamu) mengusap air matanya lalu berkata. ”Tadi malam aku nungguin kamu di sofa depan, waktu aku hampir tidur ada orang yang...cekik aku.”
Kening Iqbaal berkerut, tatapan laki-laki itu menyelidik ke wajah (namakamu). ”Tapi aku yang liat kamu pingsan di sofa, dan gak ada siapa-siapa.”
Merasa kalau tubuhnya merosot, (namakamu) menegakkan tubuhnya dan memandang tajam ke arah Iqbaal. (Namakamu) tidak bohong!
”Tapi aku yang ngerasa sendiri, Baal. Coba kamu liat pasti ada bekasnya.” (Namakamu) menengadahkan wajahnya, supaya Iqbaal bisa melihat dengan jelas bagian lehernya, yang tadi malam memang terasa cukup perih.
Iqbaal meneliti leher (namakamu), mencoba menyentuh leher putih bersih milik wanita itu dengan upaya siapa tahu menemukan bekas luka seperti yang di harapkan (namakamu). Tidak sampai satu menit Iqbaal meneliti leher (namakamu), dia menghela napas pendek kemudian berpikir kalau dia harus segera mengambil cuti karena mengingat usia kandungan (namakamu) yang semakin menua, dan ternyata itu juga tidak baik untuk kesehatan (namakamu).
”Engga ada apa-apa. Masih MULUS,” Iqbaal sengaja menekan kata 'mulus' sambil terkekeh geli. ”Mungkin kamu kecapean, (namakamu).”
”Apanya yang kecapean, aku gak ada ngerjain apa-apa. Seperti yang kamu perintah.” Kesal karena sepertinya Iqbaal secara tidak lansung dia tidak percaya dengan (namakamu), (namakamu) pun beranjak dari tempat tidur dan lebih memilih untuk melihat sendiri di cermin.
(Namakamu) hampir saja menelanjangi dirinya sendiri karena saking emosinya. Dia melorotkan bagian leher piamanya, lalu mengikat asal rambutnya yang tergerai. Melihat ke arah cermin selama beberapa detik, (namakamu) hampir saja membanting parfum yang ada di cermin karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Seharusnya bekas luka itu ada. Seharusnya lehernya tidak baik-baik saja karena...sungguh tadi malam itu (namakamu) sampai tidak bernapas.
”(Namakamu),” panggil Iqbaal lembut seraya mendekat pada (namakamu). (Namakamu) tidak mengindahkan panggilan Iqbaal, dia malah menekuk wajahnya. ”Kamu jangan berpikiran kalau aku gak percaya sama kamu, cuma yah, mungkin itu agak engga logis.”
Bukannya mereda, (namakamu) malah semakin naik pitam mendengar kalimat Iqbaal. Dia berbalik dan menatap tajam Iqbaal.
”Jadi kamu pikir aku gila?!!”
Iqbaal tersentak. ”Engga, tenangi diri kamu dulu.”
”Apa yang harus di tenangi sih, Baal? Aku gak apa-apa! Aku baik-baik aja!”
”Iya, aku tahu kamu baik-baik aja.”
”Terus apa maksud kamu dengan 'kurang logis' itu?! Itu sama aja secara gak langsung kamu ngatain aku gila!”
Iqbaal menghela napas panjang, seharusnya alur dialog mereka tidak seperti ini. Seharusnya Iqbaal mengiyakan apapun yang di inginkan (namakamu). Andai waktu bisa di putar...
Yang membuat Iqbaal tersadar dari sikap (namakamu) adalah saat (namakamu) keluar dengan cara membanting pintu.
*
”Dia siapa?” Semenit (namakamu) keluar darikamar, tak lama Iqbaal menyusul dan yang membuat (namakamu) berkata seperti ini adalah saat melihat seorang gadis sedang duduk di meja makan.
Iqbaal terkesiap, dia sampai lupa untuk memperkenalkan gadis itu dengan (namakamu). Sebelum Iqbaal melakukan tindakkan, Gadis yang sedang duduk di kursi-meja makan itu bangkit dan menghampiri (namakamu).
”Hm, maaf lancang, aku Jessica temen Iqbaal.” Sambil berkata, Jessica mengulurkan tangannya ke arah (namakamu), dan tak lama (namakamu) menyambutnya. ”Kamu pasti, (namakamu) kan? Istri Iqbaal?”
(Namakamu) mengangguk linglung, jelas dia sangat bingung dengan kehadiran gadis ini di rumahnya. Dan apa tadi, dia teman Iqbaal? Berarti semalam Iqbaal pulang bersama gadis ini, apa saja yang mereka lakukan, dan apa yang terjadi dengan rapat Iqbaal, apakah mereka sempat berkencan. Kalau di lihat-lihat gadis ini cukup cantik, tapi wajahnya yang tak berekspresi itu membuat (namakamu) tak ingin memandangnya.
”Aku lupa kenalin dia sama kamu. Dia temen aku, yang gak sengaja tadi malam mobil aku—hampir— dia,” Iqbaal nimbrung, dia sampai menarik kursi lalu duduk, tepat di antara (namakamu) dan Jessica. ”Dia desainer loh, (namakamu), dan dia baru aja pulang ke Indonesia. Gak masalahkan kalau dia tinggal disini dalam beberapa waktu?” Tambah Iqbaal sambil memandang ke arah (namakamu) dan Jessica bergantian.
Jessica yang tidak tahu menau tenang 'tinggal disini dalam beberapa waktu' itu membuatnya kaget.
Butuh waktu selama hampir satu menit bagi (namakamu) untuk mencerna kalimat tolol Iqbaal yang jelas-jelas membuatnya kesal. Menginap disini? Hei! Dia pikir ini asrama, pergi dan cari penginapan sana! Enak saja!
”Terserah.” Hanya itu yang keluar dari mulut (namakamu).
”Terima kasih, tapi saya akan mencari penginapan.” Tiba-tiba Jessica bersuara. Dia benar-benar merasa tidak enak dengan (namakamu), terlebih sikap wanita itu yang sangat dingin kepadanya.
Saya? (Namakamu) mengumpat dalam hati.
”Kami punya dua kamar. Kamu bisa menginap disini. Ya kan (namakamu)?” Iqbaal beranjak dari posisi duduknya, dia sekarang berdiri dan memandang ke arah (namakamu) agar menyetujui permintaannya.
”Hmm, saya akan mengganggu privasi kalian. Tidak us...”
”Dianya aja gak mau sih, Baal! Kenapa kamu maksa-maksa! Aneh!” Bentak (namakamu) kepada Iqbaal.
Jessica tersenyum, sementara Iqbaal membelalakan matanya ke arah (namakamu). Kenapa (namakamu) jadi marah-marah?
”Terima kasih atas penginapan semalamnya. Permisi.” Sedikit membungkuk, Jessica melintasi (namakamu) dan Iqbaal yang masih saling pandang-pandangan.
”Permisi? Mau kemana? Tempat ini jauh dari Kota.” Kata Iqbaal mengingatkan. Sementara (namakamu) yang mendengar itu malah lebih milih mencubit perut laki-laki itu.
”Saya tahu harus melangkah kemana.” Ujar Jessica kalem.
”Tap...”
”Iqbaal!” Sembur (namakamu) yang merasa jengkel dengan tingkah Iqbaal.
”Aku antar sampe depan rumah.” Setelah mengatakan itu, Iqbaal segera melangkah pergi, meninggalkan (namakamu) dan menyambar lengan Jessica.
*
”Sudah sampai sini saja.”
Iqbaal dan Jessica sudah tiba di penghujung halaman rumah Iqbaal, tepatnya di pagar putih yang sudah mulai di tumbuhi beraneka bunga.
”Bunganya cantik.” Jessica memetik bunga kecil yang baru tumbuh itu.
”Beberapa hari yang lalu (namakamu) minta supaya aku tanam bunga disini.”
Seakan gemas dengan bunga itu, Jessica memain-mainkannya percis seperti anak kecil. Lalu dia menengadah dan memandang Iqbaal.
”Kandungan (namakamu) udah besar ya? Kamu harus cepat-cepat ambil cuti dan teruslah berusaha untuk selalu ada di dekatnya.”
Walau aneh mendengar kalimat Jessica, Iqbaal mengangguk.
”Kalau hari itu gak pernah terjadi, pasti yang sekarang di samping aku itu kamu.” Kata Iqbaal lemah.
Tidak ada yang bersuara lagi. Iqbaal maupun Jessica sama-sama terkejut mendengar kalimat yang lolos dari mulut Iqbaal.
”Sekaras apapun kita berusaha, kalau bukan untuk kita, kita mau bilang apa.”
Iqbaal tersenyum kecut.
*
Iqbaal sudah selesai dengan masa lalunya. Dia sempat menawarkan tumpangan kepada gadis itu, tapi Jessica tetap menolak.
Ketika sampai di dalam rumah, Iqbaal menemukan (namakamu) sedang duduk di sofa dengan kaki yang berada di atas meja, snack berserakan dan tentunya dengan televisi yang menyala.
Iqbaal tercengang. Menghela napas, dia berjalan mendekati (namakamu).
”(Namakamu), kamu kenapa kayak gitu. Gak baik ah,” Tegur Iqbaal yang memang sangat risih dengan keberadaan kaki (namakamu) di atas meja. ”Gimana kalo calon bayi kita ngeliat itu ntar dia malah nyontohi sewaktu besar. Kamu gak mau kan punya anak yang durhaka?” Sambungnya sambil menurunkan kaki (namakamu), tapi hanya tiga detik setelahnya, kaki (namakamu) kembali naik ke atas meja.
(Namakamu) yang sedang menguyah snack, seketika berhenti, dan ternyata snack itu habis. Tanpa banyak pikir, dia menghempaskan sampah snack itu ke lantai. Mengambil remote, dia mengganti saluran televisi, yang sebelumnya acara infotaiment kini menjadi acara gulat.
Tap!
Baru saja (namakamu) ingin menikmati acara itu, tiba-tiba layar sepenuhnya menghitam. Seseorang mematikan televisi itu!
Samar-samar (namakamu) mendapati Iqbaal berada di dekat televisi.
”Apa-apaan sih lo!” (Namakamu) mengambil remote lalu menghidupkan televisi lagi.
Kembali tercengang dengan sikap (namakamu), Iqbaal kembali menekan turn off pada televisi.
(Namakamu) menghidupkan lagi.
Iqbaal mematikan lagi.
(Namakamu) menghidupkan lagi.
Iqbaal mematikan lagi.
Gitu aja sampe mesin cuci ngomong kalau dia butuh di nodai -,-
”Sshh! Rese'” geram (namakamu) seraya bangkit, dari sofa dan berjalan pergi.
Iqbaal mengikutinya.
(Namakamu) berjalan ke arah dapur begitu lambat dan terkesan emosian, sementara Iqbaal yang mengekori sudah terkekeh sejak melihat (namakamu) berjalan.
”Gausah ketawa deh lo! Gak lucu!” Sembur (namakamu) seraya berbalik dan menatap garang Iqbaal.
Iqbaal berdeham. ”(Namakamu) kalo aku ada salah. Aku minta maaf.”
”Salah? Banyak salah lo sama gue! Minta maaf mulu kerja lo, gitu aja sampe gue nimang cucu.”
Sementara mereka berdebat, ada baiknya kalau..
Sih...

Bersambung....

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait