`Pinocchio` 15+
Part 8
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
Ini ceritanya flesbek (namakamu) sewaktu Iqbaalnya lagi di godain sama Lada hitam -,- dan Part ini itu(?) Banyakan paragap daripada dialog, jadi yang cepet bosen mending like aja
•Flashback on•
(Namakamu) terbangun berkat suara ketukan di pintu, dia tidak tahu sudah sejauh mana dia menggali alam bawah sadar dan sudah berapa lama dia menyia-nyiakan waktunnya dengan tidur tidak berguna ini. (Namakamu) duduk diam selama beberapa menit di tempat tidur, membiarkan seluruh nyawanya terkumpul kembali.
Ketika indra pendengaran (namakamu) kkembali mendengar suara ketukan, (namakamu) merasakan ada sesuatu yang ganjil dengan penglihatannya,buru-buru (namakamu) berjalan ke arah cermin untuk mengecek.
”Sebentar!” Teriak (namakamu) saat mendengar suara ketukan lagi. (Namakamu) tidak tahu siapa tamu diluar, dan (namakamu) berharap kalau orang di luar sana adalah salah satu sahabatnya; Salsha, Steffie, Aldi, atau Bastian.
Bahu (namakamu) melemas saat menyadari di wajahnya ada yang terlihat aneh, tepatnya di bagian mata. Matanya tidak senormal sebelumnya. Matanya merah dan membesar, percis seperti orang yang baru saja di pukuli. Kalau mengingat kejadian kenapa matanya bisa seperti ini, (namakamu) hanya bisa diam dan tak ingin mengingat hal itu.
(Namakamu) memang seperti itu. Dia tidak bisa menangis tepat dimana ada seseorang yang membuatnya menangis, dia akan menangis setelah orang itu pergi.
Lima detik berlalu, (namakamu) tak ingin membuat seseorang diluar sana menunggu lama dan menghasilkan suara ketukan lagi. Cepat-cepat (namakamu) menyambar blazer untuk menutupi tubuhnya.
*
”Oh.. Bi Inah, maaf Bi lama, saya baru bangun tidur.” Kata (namakamu), setelah tiga detik saling bertatapan dengan Bi Inah, (namakamu) segera berbalik dan berjalan menuju dapur. Dia tidak ingin Bi Inah mengetahui wajahnya yang terlihat aneh ini.
”Engga apa-apa neng, seharusnya saya yang minta maaf. Lagi-lagi saya telat.” Bi Inah segera mengambil sapu, kemoceng, dan kain lap. Setelah itu (namakamu) tidak mendengar suara wanita paruh bayah itu lagi.
Hanya butuh waktu lima detik bagi (namakamu) untuk menghabiskan segelas air, kemudian dia berjalan menuju kamar mandi. Siapa tahu setelah dia membasuh wajahnya, bekas tangisannya yang membekas di matanya agak sedikit menghilang.
*
”Aduh neng, biar saya saja, neng mending istirahat di kamar mana tau istirahat neng tadi terganggu karena suara ketukan saya.” Bi Inah terkesiap saat melihat (namakamu) keluar dari kamar dan membawa tumpukan pakaian yang menggunung.
”Gak apa-apa, Bi.”
”Aduh neng, nanti kalau tuan Iqbaal tau, saya bisa kena marah. Tuan Iqbaal juga udah titip pesan sama saya kalau ngelarang neng ngerjain sesuatu yang bakalan ngebuat neng capek.” Mengambil alih tumpukkan pakaian, Bi Inah membawa tumpukkan itu ke arah dapur, dia masih bersuara namun (namakamu) tidak dapatmendengar suara wanita itu lagi.
Mendengar Bi Inah menyebutkan nama laki-laki itu membuat (namakamu) membeku. Bagaimana kabar laki-laki itu ya? Apa dia sudah makan? (Namakamu) tidak ingin pekerjaan Iqbaal terganggu karena pertengkaran mereka beberapa jam yang lalu. (Namakamu) mengaku salah, dia tahu kalau tingkahnya memang kelewatan batas normal.
(Namakamu) Mengambil ponselnya, dia langsung menekan 12 digit nomor ponsel Iqbaal. Dalam hitungan detik saja panggilan sudah bersambung. (Namakamu) menunggu panggilan terjawab sambil mengigit bibir bawahnya gelisah. Lama sekali! Apa Iqbaal benar-benar marah padanya atau laki-laki itu sedang mengadakan pertemuan? (Namakamu) masih mengingat betul tentang meeting kemarin yang di undur.
”Gak di angkat.” (Namakamu) menghela napas, mungkin Iqbaal sedang mengadakan pertemuan.
Iqbaal tidak mungkin marah padanya, Iqbaal tidak akan marah padanya dan kalaupun Iqbaal marah padanya, dia akan memaafkan (namakamu). (Namakamu) berusaha berpikir positif, karena tiba-tiba saja dia merasakan tubuhnya melemah. Dia seperti baru saja berlari tanpa henti hingga paru-parunya pecah. Duduk di sofa, (namakamu) memijat keningnya pelan. Perlahan namun pasti, (namakamu) mulai bisa menstabilkan dirinya sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, samar-samar pandangan (namakamu) yang agak kabur itu mendapati sebuah lemari besar yang terletak di sudut ruangan. Sesudah pindah disini memang (namakamu) belum mengecek segala furniture, dia bahkan tak ingat kalau dia mempunya lemari besar itu. Dan menurut (namakamu) lemari itu sangat mengganggu pemandangannya.
Lemari itu berwarna hitam kumal dan sungguh sangat tidak terawat tapi saat (namakamu) menyentuh benda itu, dia tidak merasakan debu yang menempel. Berarti lemari ini sudah di bersihkan hanya saja bentuknya yang jelek dan kumal membuat orang-orang berpikir kalau benda ini semenjijikan penampilannya.
Penasaran apa isi dalam lemari itu, (namakamu) mengarahkan tangannya untuk menarik slot pintu lemari.
Dimittis, sed chaos Mox vidimus.
(Namakamu) merasakan seperti ada angin yang menyelinap masuk ke dalam telinganya, embusan dari dalam lemari yang sepertinya seakan ada kehidupan. (Namakamu) mundur dan menutup pintu lemari. Dia berdiri dan berdiam dengan sikap mengamati. Dia benar-benar mengamati, dan saat tangannya menyentuh sebuah goresan yang seperti sebuah ukiran. (Namakamu) mengetahui kalau itu adalah sebuah tulisan Yunani. Apa lemari ini datang dari masa Yunani? Tapi rasanya tidak mungkin, atau mungkin saja lemari ini made in Yunani? Lucu juga. Tapi opsi kedua lebih bisa di terima akal pikiran (namakamu).
Sepasang mata (namakamu) menerang ke bawah, merasa tidak menemukan apa-apa. (Namakamu) memutar balik badannya dan berjalan menujuu sofa.
Tapi tunggu!
Langkah (namakamu) terhenti saat dia menyadari hal aneh pada permukaan lantai. Mundur dan berbalik, (namakamu) sedikit berjongkok untuk memastikan kalau yang dia lihat memang benar.
Sambil menerawang, (namakamu) meraba-raba permukaan lantai yang terbuat dari kayu itu dengan tangannya. Tepat di bagian sudut dinding, tepatnya juga di bawah tempat lemari itu berdiri, (namakamu) menemukan sebuah lubang hitam yang begitu kecil, seukuran dengan kotak cincin yang dia miliki hanya saja lubang itu bentuknya tidak beraturan.
(Namakamu) mengedarkan pemandangannya mencoba mencari-cari sesuatu yang bisa dia masukan ke dalam lubang itu, dan yang (namakamu) temukan hanya sebuah kayu panjang berdiameter satu cm, yang berada dalam pot hiasan.
Memasukan kayu itu, (namakamu) mencoba menggerak-gerakan kayu yang sekarang sudah hampir sepenuhnya masuk. (Namakamu) memutar-mutar kayu itu, dan dia sama sekali tidak menemukan cela bahwa artinya di dalam sana seperti ada sebuah.....err,(namakamu) bahkan tidak tahu apa kata yang tepat untuk menjelaskan sesuatu yang sedang dia selidiki ini.
Tanpa (namakamu) duga, kayu yang lumayan panjang itu terjatuh dan...... menghilang. Yang benar saja, kalau kayu itu bisa sampai tenggelam, kemungkinan besar bahwa di dalam lubang itu—tepatnya di bawah rumah ini—ada sebuah lubang besar. Ruangan? (Namakamu) menggeleng.
”Neng makanannya udah selesai. Semua pekerjaan udah saya selesaikan, piring kotor, pakaian kotor. Pokoknya segala semua kekacauan di rumah ini sudah saya selesain, hanya saja pakaian belum saya jemur...,” suara Bi Inah tiba-tiba muncul di ujung dapur, suara yang awalnya hanya seperti sebuah bisikan perlahan menjadi menggelenggar. Menjeda kalimatnya, Bi Inah bersuara lagi. ”Hmm, mendung takutnya sewaktu saya jemur eh malah hujan.”
”Yaudah, Bi, nanti biar saya aja yang jemur kalau cuacanya udah agak cerah.” Kata (namakamu). Mendung? Pantas saja (namakamu) merasakan hawa dingin, terlebih lagi rumah ini terbuat dari kayu. Hanya kamar dia dan Iqbaal yang terbuat dari tembok.
”Jangan deh, gimana kalau seandainya neng lagi jemur pakaian terus tuan Iqbaal pulang? Haduh, bisa gawat karir saya di rumah ini.” Bi Inah masih tetap bersikeras dengan pesan yang di titipkan Iqbaal. Dia tidak ingin melanggar peraturan itu.
”Gak apa-apa, Bi. Nanti biar saya yang jelasin sama suami saya,” agaknya udara di luar memang sangat dingin, itu bisa di lihat dari daun-daun yang berterbangan dan ranting pohon yang bergoyangan. Jadi (namakamu) berjalan ke kamarnya untuk mengambil jaket yang lebih tebal. ”Lagian suami saya udah gak ada baju lagi, dan kayaknya sebentar lagi bakalan turun hujan.”
”Iya juga sih, neng, kok baju Tuan Iqbaal bisa banyak gitu yang kotor? Bajunya doang loh.” Bi Inah yang memang bingung dengan tumpukkan pakaian yang lebih dominan dengan baju kotor Iqbaal, mau tidak mau bertanya.
”Oh itu.” Mengingat itu (namakamu) hanya bisa tersenyum geli.
Melihat (namakamu) yang mendadak aneh itu, Bi Inah hanya melongo sambil tak lepas pandangan dari wajah (namakamu).
*
Sekitar setengah tiga, (namakamu) menjemur pakaian yang sudah di cuci oleh Bi Inah. Kala itu langit sudah cerah walaupun masih ada goresan kapas hitam di langit timur. Karena takut kalau Iqbaal pulang cepat, Bi Inah memilih untuk pulang lebih lama dan membantu (namakamu) menjemur pakain-pakaian.
Setelah membantu (namakamu) menjemur pakaian, Bi Inah pamit pulang. Tapi kali ini (namakamu) tidak melihat anak laki-laki Bi Inah menunggu di halaman rumahnya.
”Who is that girl i see staring straight back at me...when will my reflection show who i am inside...” (Namakamu) bersenandung ria saat menapaki kakinnya di teras rumah, menyandungkan sebuah lagu berjudul Reflection, salah satu lagu teranyar dari Chirtina Aguilera. (Namakamu) bahkan juga ingat kalau lagu itu menjadi soundtrack dari animasi Disney Mulan.
(Namakamu) harus ke dapur dulu untuk meletakan ember besar di kamar mandi. Padahal (namakamu) sangat lelah, benar kata Iqbaal kalau dia harus banyak istirahat dan menjauhkan segala pekerjaan rumah. Haaa! Menyebut nama laki-laki itu saja (namakamu) sudah kepikiran, bagaimana ya keadaanya sekarang? Apa (namakamu) perlu menghubunginya lagi?
Baru saja (namakamu) duduk di sofa dan ingin menghubungi Iqbaal dengan ponselnya, sepasang matanya kembali menangkap sebuah benda yang sangat asing. Padahal hanya sebuah lemari, tapi mengapa (namakamu) terlalu membesar-besarkan persoalan itu. Tidak, bukan hanya itu, dan (namakamu) merasa kalau dia tidak membesar-besarkan tentang lemari. Lemari itu menganggungnya,seharusnya lemari sebesar dan sejelek itu tidak berada disini.
Pikiran (namakamu) melayang-layangsaat matanya tertumbuk dengan lubang itu. Agaknya rasa penasaran (namakamu) sudah memuncak, jadi dia dengan gerakkan tubuh tidak sabar berjalan tergesah-gesah menuju lemari.
”Errr...” (Namakamu) tahu tindakkannya ini sangat bodoh, tapi kalau dia rasakan lama-lama ternyata lemari ini bereaksi juga. (Namakamu) dengan segala ketololannya mendorong lemari besar itu. (Namakamu) penasaran dengan lubang itu. Hanya itu. Siapa tahu saja disana ada harta karun.
”Hufftt...,” Peluh mulai membasahi sekujur kening hingga pelipis (namakamu), tangan (namakamu) meraba ke perutnya lalu berkata. ”Maafkan ketololan ibu, nak.” Kemudian (namakamu) menghela napas dan mendorong lemari itu, bahkan dia sempat menjede dorongannya dan menendang lemari itu agar berpindah. ”Ughh! Sedikit lagi.”
Sedikit lagi? (Namakamu) menengok ke arah sudut lemari. Lemari itu hanya bergeser setidaknya lima centi.
”Demi dewa neptunus, gue udah capek please!” Teriak (namakamu) kesal dan terdengar bodoh. Namun, meskipun lemari itu hanya bergeser sedikit (namakamu) tidak gampang menyerah, dia terus mencoba lagi, lagi dan lagi sampai dia benar-benar mendapatkan apa yang dia ingin.
Drrkk!
Merasa kalau dorongan kali ini membuahkan hasil, (namakamu) bisa mendengar suara lemari itu bergeser.
Tiba-tiba saja indra penciuman (namakamu) seakan tersengat oleh bau yang begitu menyengat. (Namakamu) mundur dan langsung muntah karena saking tidak tahannya dengan bau tersebut.
”Uueek.... Gila! Itu keburun tikus ato apasih! Bau bangettt!” Dumel (namakamu) sambil mencak-mencak seakan dia tidak ingat kalau dia sedang mengandung.
Bersambung..
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment