Thursday, December 25, 2014

Cerbung Pinocchio - Part 12 (Tamat)

`Pinocchio`
Part 12
Muhammad Aryanda.
-o-

Bastian mengedarkan penglihatanya. Lalu berkata kepada Steffie. ”Tad..tadi aku gak sengaja ngeliat kuntilanak.”
Steffie tercengang lalu menjerit.
”Steff, tenang dulu!”
”Aaaa!!!” Steffie sudah seperti orang gila, dia tidak memperdulikan Bastian dan langsung berjalan masuk. Menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan kecepatan biadab.
Bastian yang menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri tingkah Steffi hanya bisa memandang mobil yang berlalu itu dengan tatapan 'Kenapa-lo-tinggalin-gue-nyet'
Dengan lemas Bastian melangkahkan kakinya menyusul mobil tersebut
-o-
Steffie memarkirkan mobil dengan sembarangan, ban mobil menjerit, penumpang terbanting serta membuat debu berterbangan.
”Settt...taan..” Umpat Salsha penuh penekanan, dia melotot ke arah Steffie dengan wajah murka.
Steffie mengangguk dengan wajah meminta maaf. ”Kita udah sampai,” katanya sambil membuka pintu mobil lalu keluar, di susul dengan Salsha dan (namakamu).
Ketiganya berjalan berdampingan, tiga pasang mata itu mengedarkan pendangan ke segala arah. Steffie bergidik, dia memperlambat langkahnya yang langsung di tarik oleh Salsha.
”Seremmm...” Gerutu Steffie, tak ada yang menanggapi perkataannya.
”Apa Diora gue tinggal di mobil aja ya?” (Namakamu) menghentikan langkahnya, dia memandang Salsha dan Steffie secara bergantian seakan meminta pendapat.
Salsha menggeleng sedangkan Steffie menangguk.
”Tinggal aja biar gue yang jagain.”
”Sih pirang bisa banget.” Salsha tak tahan untuk tidak mengacak-acak rambut pirang Steffie karena gemas mendengar ucapan wanita itu.
”Megang-megang aja kali, Sha, gausah pake acara ngejambak juga.” Sungut Steffie sambil menepis tangan Salsha.
”Kejambak ya? Ups, Sori. Gue minta maaf ya.”
”Pala lo peang ahh. Sori, sori, sori, belom lembaran.”
”Lo yang pea! minta maaf aja pake tunggu lebaran.”
”Ini kapan selesainya,” sela (namakamu) di tengah perdebatan tidak penting Salsha-Steffie.”Tuh kan! Anak gue nangis lagi!”
Mengetahui anak (namakamu) nangis, Steffie malah loncat ke pelukan Salsha.
”Napa sih lo!” Kesal Salsha mendorong Steffie agar menjauh.
”Ssshh,” Steffie membekap mulut Salsha, wajah tololnya mendadak berubah misterius. ”Lo tau gak, ini malem apaan?”
Tiba-tiba Salsha menolak kepala Steffie, sampai wanita itu terjerembab. ”Somplak lo ah, ngasih pertanyaan tapi bekep mulut gue, mau jawab pake apaan gue!”
Steffie bangkit dengan pandangan berapi-api dia berjalan dengan garang ke arah Salsha.
”Gausah nolak-nolak gue juga kali, nyet!” Kesal Steffie seraya menarik rambut Salsha.
”Gak pake nyet berapa bi.” Tidak terima dengan serangan Steffie, Salsha balas menyerang.
(Namakamu) yang menyaksikan hanya menunduk sambil menutup wajahnya dengan tangannya yang bebas.
”Gitu aja terus sampe seokarno bangkit dari kubur -..-” gumam (namakamu).
-o-
”Baal,” saat pintu terbuka, (namakamu) langsung memanggil nama laki-laki itu. Dia mengedarkan pandangannya ke segala arah, hening dan tak ada yang menunjukan kalau disini ada orang. Suara umpatan, makian dan hinaan masih terdengar di luar sana, semua perkataan kurang senonoh itu keluar dari mulut Salsha-Steffie.
Dalam keheningan ini, indra pendengaran (namakamu) menangkap bunyi suara bisikkan. (Namakamu) mulai melangkah lagi, kali ini sangat pelan dan cukup tak terdengar, langkahnya terayun ke arah ruang keluarga. (Namakamu) seakan baru tersadar betapa menyeramkannya rumah ini tanpa sedikitpun alat penerang. Sampai akhirnya dia mendapati punggung Aldi dan Iqbaal. (Namakamu) bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang mereka lihat? Kedua laki-laki itu tampak diam dengan sikap menyaksikan sesuatu.
Lebih mendekat lagi, mulut (namakamu) baru saja ingin menyebut nama Iqbaal saat beberapa detik kemudian sebuah benda jatuh dari langit-langit ruangan. Aldi dan Iqbaal terkesiap, tapi ada suara orang lain yang samar-samar (namakamu) kenali.
*
Mereka masih bertahan dengan posisi seperti itu. Tidak bergerak dan tidak menimbulan suara. Jessica masih terkunci dan tak bisa bergerak, tangannya di piting sedangkan sebuah benda tajam dan berbahaya bermain-main di lehernya.
Iqbaal dengan wajah geram namun tak urung melakukan apapun hanya bisa menahan emosinya yang hampir meledak..
Bruk!
Semua terkesiap, semua mata langsung tertuju pada benda yang tergeletak tepat di tengah-tengah mereka.
Boneka. Pinocchio.
Merasa mendapatkan sebuah kesempatan, Jessica melayangkan tangannya ke perut pria tua di belakangnya dan berlari ke arah Iqbaal. Iqbaal menyambut dirinya—Iqbaal memeluknya—Jessica bisa merasakan tubuhnya di peluk erat dengan laki-laki itu.
Jessica merenggangkan pelukan Iqbaal. Dia memutar badannya dan tepat saat itu juga pria tua sialan itu melayangkan tinju kepada keduanya. Jessica menghindar begitupun Iqbaal, tapi suara 'bugh' membuat Aldi, Jessica dan Iqbaal menoleh ke belakang.
(Namakamu).
Wanita itu sudah jatuh tersungkur, Diora menjerit menangis dalam dekapannya.
Melihat itu membuat emosi Iqbaal meledak, dia berjalan dengan napas terengah-engah ke arah pria tua itu. Satu buah pukulan darinya pun berhasil merobohkan pria tua itu, dan di lanjutkan dengan pukulan kedua, ketiga dan seterusnya.
”Kamu!” Jessica memanggil seorang laki-laki yang mencoba memisakan Iqbaal. Laki-laki itu menengadah, garis wajahnya terlihat bingung.
Jessica menarik Aldi ke arah lemari.
”Bantu aku geser lemari ini.” Pinta Jessica, dia tidak mendengar laki-laki itu membalas ucapannya mungkin laki-laki itu hanya mengangguk karena saat Jessica mencoba mendorong lemari, laki-laki itu ikut menodorong.
Hanya butuh waktu satu menit untuk menggeser lemari itu.
”Busuk!” Aldi menjauh sambil menutupi hidungnya. Dia mengernyit saat melihat gadis di dekatnya hanya diam terpaku sambil memperhatikan sebuah lubang. Dan detik selanjutnya, apa yang di lakukan oleh gadis itu membuat Aldi tercengang bodoh.
Gadis itu menggali lubang itu lebih dalam dengan jari-jarinya. Aldi tidak tahu harus berbuat apa, tapi dia tidak akan sudi melakukan hal yang sama dengan gadis itu. Mendekat saja dia enggan. Bau busuk!
”(Namakamu),” tidak sempat Iqbaal melihat memar yang sudah tergambar di pria tua tak di kenalnya itu. Dia langsung mendekatkan diri pada (namakamu), wajahnya sangat khawatir, dia mengambil alih Diora dari (namakamu). ”Darah.” Kata Iqbaal sambil menyeka darah yang keluar dari sudut bibir (namakamu).
”Gak pa-pa, aku bisa tahan.”
”Kamu kenapa ada disini?!” Suara Iqbaal terdengar marah, (namakamu) menengadah dan memandang Iqbaal sendu. ”(Namakamu)? Kamu kenapa?”
(Namakamu) menggeleng sambil mengerucutkan bibirnya.
”Ya tuhan, ngambeknya nanti aja bisa kan?” Iqbaal meredahkan sedikit suaranya, napasnya yang terengah-engah itu membuat suaranya seperti terdengar 'bentakkan'
”Tadi kamu peluk Jessica.” Celetuk (namakamu).
Iqbaal melotot kepada (namakamu). Dalam keadaan seperti ini bisa-bisanya (namakamu) membahas hal tidak penting seperti itu.
Bola mata (namakamu) bergerak-gerak seakan bingung, dan tanpa sengaja matanya melirik ke arah pria tua yang keadaanya sudah mengenaskan sekali. Tapi yang membuat (namakamu) berjengit adalah saat pria tua itu bangkit dan berlari sambil menyambar Diora dari dekapan Iqbaal.
Iqbaal maupun (namakamu) langsung bergerak hendak mengambil alih anaknya. Tapi tiba-tiba saja pintu dan seluruh jendela rumah ini tertutup rapat, angin berembus sangat kencang entah dari mana, segala furniture yang tersisa terhempas kesembarang arah, salah satunya mengenai Iqbaal dan pria tua itu hingga tersungkur. (Namakamu) berlari dan memeluk Diora.
Tak sampai disitu saja, rumah yang sudah kacau ini mendadak bergoyang-goyang, langit-langit rumah beruntuhan menjatukan segala papan dan kayu-kayu. Iqbaal bangkit dan menarik (namakamu) agar tetap disisinya, tapi agaknya rumah yang semakin bergoyang-goyang seakan ada gempa membuat keduanya terpental kesana-kemari.
”(Namakamu)!” Teriak Iqbaal yang melihat (namakamu) berada jauh di sudut ruangan, tak lama terdengar suara gedebuk, Iqbaal menoleh ke samping yang saat itu Aldi baru saja terpental dan punggungnya menghantam dinding kayu hingga hancur.
Pria tua itu menggenggam erat jendela agar tidak kehilangan keseimbangan.
Detik berlalu dan keadaan rumah semakin mengenaskan, di tambah bau busuk yang entah darimana munculnya. Lantai-lantai yang terbuat dari kayu itu hancur membuat sebagian permukaan retak dan berlubang-lubang.
Prash!
Iqbaal menghancurkan jendela yang ada di sebelahnya, dia berusaha melangkah ke tempat (namakamu). Setelah meraih tangan (namakamu), Iqbaal membawa (namakamu) ke jendela yang sudah pecah itu.
”Peluk yang erat.” Perintah Iqbaal, (namakamu) mengangguk. Segera sesudahnya Iqbaal mengangkat (namakamu) dan meloloskan wanita itu.
Rumah mendadak menjadi berat sebelah membuat rumah itu menjadi miring, Iqbaal maupun laki-laki tua itu jatuh ke lantai dan terseret.
Angin berembus sangat kencang mematahkan beberapa tiang rumah yang kebanyakan terbuat dari kayu. Anehnya, kekacauan seakan hanya terjadi di dalam rumah ini. Tak ada tanda-tanda akan turun hujan, gemuru awan atau hal seperti seharusnya. Ini sangat aneh, terlebih lagi guncangan besar seakan memutar balikan rumah. Permukaan lantai yang terbuat dari kayu itu sudah rapuh bahkan hampir sebagian sudah hancur membentuk lubang-lubang abstrak.
Iqbaal mencoba bangkit, dia berusaha merangkak, akan tetapi saat dia berpikir untuk meninggalkan tempat ini, Iqbaal teringat akan dua temannya yang masih berada di ruang keluarga. Bagaimana keadaan Aldi dan Jessica? Sesaat Iqbaal mengkhawatirkanhal itu, Aldi memperlihatkan sosoknya. Laki-laki itu berjalan menggunakan tangan di karenakan keseimbangan rumah yang tidak stabil. Dan tak lama sosok Jessica muncul, gadis itu tidak seperti Aldi, dia memilih berjalan seperti orang pada normalnya, dengan tangannya yang mencengkram dinding.
Bruk!
Sebuah kayu beton berdiameter 20 centi jatuh dari langit-langit rumah dan menghancurkan lantai kayu itu, memisahkan Iqbaal-pria tua dan Aldi-Jessica.
Hening.
Tiba-tiba saja semua kembali normal hanya saja jendela dan pintu masih tertutup rapat. Semua orang yang ada di dalam rumah menggunakan kesempatan ini untuk keluar dari rumah, mereka serempak bangkit dan berlari ke arah celah yang Iqbaal buat. Akan tetapi saat keempat manusia itu sedang berlari, embusan angin kencang membuat mereka terpelanting bahkan Jessica dan Iqbaal yang memiliki berat bedan tak seberapa terhempas hingga menghantam dinding. Keduanya masih beruntung karena kesialan yang lebih menimpah pria tua itu, dia terjeremus ke dalam lubang, namun jari-jari tangannya masih terlihat di ujung retakkan permukaan. Sedangkan Aldi yang paling beruntung, tubuhnya hanya bergeser kebelakang dan terhalang oleh dinding.
”Iqbaal!” Iqbaal menggeram, dia mendengar suara teriakan (namakamu). Dia mencoba bangkit tapi saat melihat gadis di sebelahnya yang tak sadarkan diri membuat Iqbaal harus menyelamatkan gadis itu.
”Sica,” suara Iqbaal terdengar khawatir. Bagaimana Iqbaal tidak khawatir melihat gadis itu terbaring tak berdaya, dan di beberapa bagian wajah gadis itu terdapat luka memar yang serius. Iqbaal mengusap keringat di wajah Jessica lalu dengan sisa tenaga yang di miliknya, dia memampah Jessica dengan kedua tangannya.
Terhempasnya Iqbaal dan Jessica sampai menghancurkan dinding antar ruang utama dan keluarga membuat Iqbaal harus berjalan hati-hati. Keadaan rumah sudah sangat mengenaskan, di setiap menit ada saja kayu-kayu dari langit-langit rumah yang berjatuhan. Ketika Iqbaal baru saja ingin mengakhiri perjalanan singkatnya di ruang keluarga, sebuah kayu dari atas jatuh penimpah bahunya. Iqbaal berjengit, dia terdiam sejenak. Tidak ada waktu untuk mengeluh, jadi Iqbaal terus berjalan sampai akhirnya Aldi mendekatinya dan menarik Iqbaal.
Iqbaal dan Aldi berdiri diri sambil berpegangan dengan dinding. Mereka harus melompati lubang yang besarnya hampir dua meter. Bagaimana mungkin hal itu di lakukan, terlebih tak ada peluang untuk berlari.
”Al, lo duluan.” Kata Iqbaal.
”Gimana sama lo?” Aldi menoleh ke Iqbaal, wajahnya yang semulanya bersih menjadi kumal seperti pemulung yang beberapa hari lalu tak sengaja bertemu dengannya.
Iqbaal diam untuk berpikir. ”Setelah lo nanti gue bakalan nyusul, tapi lo harus buru-buru ngambil Jessica dari gue.”
Aldi menangguk, dia memandang Iqbaal dan gadis yang bernama Jessica bergantian. Kemudian matanya terfokus pada lubang di hadapannya. Sebenarnya Aldi tak yakin untuk menyebrangi lubang itu, tapi kalau hannya diam disini saja, dia akan mati. Mungkin.
Aldi menghela napas panjang dan berlari, saat di penghujung permukaan, Aldi menekuk kaki depannya dan melompat. Saat berada di atas, seakan semuanya seperti bergerak dengan lambat, Aldi memejamkan matanya takut, takut kalau dia tidak sampai melewati lubang itu.
Dan...
Bruk!
Tubuhnya mendarat tak sempurna, namun tak jadi masalah. Aldi segera bangkit untuk menunggu Iqbaal, akan tetapi dirinya yang belum sempurna berdiri melihat Iqbaal sudah melompat. Tahu kalau Iqbaal tidak akan berhasil, Aldi segera berlari ke penghujung untuk menarik tangan Iqbaal.
Tapi apa yang terjadi tidak seperti yang Aldi inginkan, Iqbaal menghempaskan Jessica sampai menabrak badannya. Dan setelah itu, Aldi langsung terbaring. Dia lngsung mengedarkan pandangannya. Dia tak menemukan Iqbaal.
”Baal!” Teriak Aldi merasa takut akan keberadaan Iqbaal. Aldi bergerak perlahan menghampiri lubang itu, dan langsung menemukan Iqbaal yang sedang tergantung hendak terjatuh. Agak jauh dari Iqbaal terdapat orang tua yang tak Aldi kenali. Pria tua yang tadi sempat menyandra Jessica.
Aldi mengulurkan tangan untuk menyelamatkan Iqbaal, segera setelahnya Iqbaal langsung menyambut uluran tangan Aldi. Aldi melirik ke samping, walaupun pria tua itu keadaannya sangat mengenaskan, tapi dia seakan punya seribu cara untuk keluar dari tempat ni.
Aldi melihat sendiri bagaimana pria tua itumenganyunkanbadannya selama beberapa kali, dan dalam gerakkan yang tak terduga, tubuh pria tua itu terhempas ke udara, dan mendarat dengan sempurna. Fokus mata Aldi kembali teralih ke Iqbaal, laki-laki itu masih kesulitan untuk naik ke atas permukaan. Dengan sisa tenaga yang di miliknya, Aldi merasa tidak sanggup untuk mengangkat beban berat badan Iqbaal.
Bugh!
Sesuatu yang keras Aldi rasakan menghujam perutnya, Aldi bergeser dan mengeluh kesakitan, sebelah tangannya terlepas dan sebelah tangannya lagi masih berpegangan dengan Iqbaal.
”Seharusnya kalian tidak perlu ikut campur,” Pria tua itu mengingatkan sambil tertawa iblis. Dia mengayunkan kakinya lagi dan menghantam perut Aldi, Aldi mengerang kesakitan. Saat-saat seperti ini tangannya sudah tak kuat untuk menarik Iqbaal, perlahan tangannya dan tangan Iqbaal merenggang.
Merasa belum puas, pria tua itu menginjak punggung Aldi berkali-kali. Hal itu dia lakukan sampai Aldi tidak bergerak sedikitpun. Tertawa lagi, pria tua itu melirik keadaan laki-laki satunya, dia menengok ke bawah dan... Saat itu juga tubuhnya seakan di terjang oleh seseorang. Belum sempat dia melihat siapa sih pelaku, pria tua itu sudah terjerumus tanpa bisa melakukan apapun.
Iqbaal terangkat dan di bawa ke permukaan.
”Bas,” ucap Iqbaal terengah, dia seakan kehabisan oksigen.
Bastian. Ya, laki-laki yang tengah mengangkat Aldi itu adalah Bastian, dia segera meloloskan Aldi dari jendela yang hancur itu. Butuh waktu yang lama untuk membebaskan Aldi karena selain badannya yang besar, Bastian tak mempunyai cukup tenaga untuk mengangkat badan Aldi.
Setelah Aldi, Bastian memampah Jessica dan mengeluarkan gadis itu hanya dalam hitungan detik. Dan selanjutnya giliran Iqbaal.
*
Aldi, Jessica, Iqbaal dan Bastian sudah berada di luar rumah itu. (Namakamu) langsung menghampiri Iqbaal dan memeluknya, laki-laki itu tampak tak berdaya. Bersamaan dengan (namakamu), Salsha menghampiri Aldi begitu juga dengan Steffie yang langsung loncat ke dalam pelukan Bastian.
Rumah itu tak henti-hentinya bereaski dan sampai akhirnya, semua orang seakan merasakan tanah di sekitar mereka bergerak-gerak.(Namakamu) maupun Salsha berlari sambil membawa suami *ea* mereka masing-masing sedangkan Jesssica di selamatkan oleh Bastian, Steffie yang merasa di Bastian menyampakkannyahanya berjalan gusar sambil mengumpat.
Getaran di tanah semakin kencang, rumah itu seperti terserap ke dalam tanah. Mereka yang tersisa berlindung di dekat mobil, karena benda-benda yang ada di sekitatr sini agaknya terhisap oleh rumah itu.
Suara teriakan seorang pria yang seakan seperti di siksa mengakhiri segalanya. Keadaan normal seperti biasa dan rumah itu rata dengan tanah. Tak ada sisa-sisa dari rumah itu yang tersisa. Tempat ini seperti sebuah hamparan yang koson melompong.
Detik berjalan ke menit, langit gelap itu berubah menjadi cerah dan ribuan bintang mulai menampakkan diri mereka di angkasa membuat malam semakin bersinar. Suara kecauan binatang malam membuat keadaan malam seakan hidup.

TAMAT

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Cerbung Pinocchio - Part 11

`Pinocchio` 15
Part 11
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
Warning: Part ini gak terlalu panjang
O-o-o-o-O

Seminggu telah berlalu.
Iqbaal memutuskan untuk pindah dari rumah itu ke apartemen, hal itu dia lakukan atas permintaan (namakamu)—readers—dan juga inisiatifnya. Sementara kasus meninggalnya Bi Inah masih terus di selidiki karena memang daerah itu jarang bahkan hampir tidak pernah di lintasi oleh masyarakat sekitar. Iqbaal belum mengizinkan polisi untuk mengintrogasi (namakamu), keadaan wanita itu masih sangat lemah.
Dan seminggu ini juga Jessica tidak pernah lagi memperlihatkan dirinya, gadis itu menghilang seakan di telan bumi.
”(Namakamu), kamu harus banyak istirahat.” Ucap Iqbaal sambil mengelus puncak kepala (namakamu) lembut. Wajah (namakamu) sudah lebih segar dari seminggu yang lalu, bibir dan kulit wajahnya juga tidak sepucat sebelumnya hanya saja kehitaman seperti memar masih mengelilingi sekitar matanya.
(Namakamu) tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan Iqbaal, detik berikutnya dia memalingkan wajahnya begitu juga dengan Iqbaal. Pintu terbuka, dan memperlihatkan sosok Salsha berjalan dengan santai ke arah (namakamu).
”Kondisi bayi baik, sebenarnya kita juga gak bisa bilang kalau anak kamu itu lahir secara prematur, umumnya bayi prematur lahir 35-37 minggu lebih awal..,” Salsha menjeda kalimatnya, dia mengedarkan pandangannya dengan sikap mencari sesuatu. ”Sekarang tanggal berapa?”
”19 Oktober.” Jawab Iqbaal.
Salsha diam sebentar, keningnya berkerut. ”Berarti sekitar tanggal 1 November atau 2 November bayi kalian seharusnya lahir, dan kejadian buruk itu terjadi tanggal...”
”12,” (namakamu) bersuara, Iqbaal dan Salsha serempak menoleh ke arah (namakamu) sambil tersenyum ramah.
”Cuma telat 21-22 hari atau 3 minggu lah yah, halah, gak penting juga,” Tiba-tiba Salsha merasa jengkel dengan sikap formalnya. ”Yang penting sekarang anak kalian selamat walaupun kesehatannya gak terlalu baik.”
-o-
Bangunan rumah itu sekarang gelap, tidak ada setitikpun cahaya yang menerangi kecuali cahaya rembulan yang menerangi malam. Tempat itu sunyi, sepi seakan tak bernyawa. Di halaman rumah terdapat papan bertulisan 'di larang masuk'. Sudah seminggu pasca kejadian pembunuhan yang mengegerkan warga setempat, walaupun daerah ini cukup jauh dari warga setempat tapi mereka rela melihat hanya sekedar tidak ingin ketinggalan berita. Terlebih kejadian pembunuhan di tempat itu mengingatkan para orang-orang tua yang sudah paruh bayah dengan kejadian bertahun-tahun yang lalu.
Rumah itu benar-benar menyeramkan, sangat mengerikan. Bahkan binatang malam pun enggan singgah disitu. Seminggu lebih tidak ada yang menghirup udara di tempat itu.
Tap! Tap! Tap!
Angin berembus kencang seolah menyambut seseorang yang baru saja menginjakkan kakinya di teras rumah. Orang itu mengenakan tuksedo silver sepanjang betisnya, rambutnya dia biarkan terurai di terpa angin malam, wajahnya tidak berekspresi, teman-temannya kebanyakkan menyebutnya patung suci yang memiliki jantung.
”Ah, sudahlah,” dia menghembuskan napas. Kebiasaan hidupnya, dia berbicara terlalu formal kepada siapapun dan itu semakin membuatnya seperti sesuatu yang langkah. ”Orang tuaku sudah meninggal, mereka sudah tenang disana, hanya saja mayatnya yang belum di temukan.” Dia berkata santai sambil menyentuh pelan pintu rumah lalu terbuka.
Langkah pertamanya masuk ke rumah membuat gorden dan jendela terbanting berkali-kali yang di akibatkan oleh angin kencang.
”Apakah aku akan percaya orang yang sudah mati bisa bangkit kembali? Dan menakuti orang-orang? Huhh, terdengar seperti film horor yang baru-baru ini aku tonton,” gumamnya, dia berbalik dan menutup pintu rumah. Bagaimana pun juga dia tak ingin membuat warga kuatir dengan terbukanya pintu rumah ini. ”Itu hanya iblis.”
Orang itu melangkah menelurusi ruang keluarga yang sudah kosong, hanya ada beberapa furniture yang tersisa Tapi sebuah benda yang begitu jelek dan kumal menarik perhatiannya.
Lemari.
”Iblis mengganggu ketengan manusia. Sekali lagi, mereka menganggap kalau orang mati itu benar-benar bangkit dan menakut-nakuti orang-orang, haah, lelucon macam apa itu,” Berhenti sebentar orang itu sudah berdiri di depan lemari dengan sikap mengamati. ”Lalu bagaimana caramu menghadapi iblis yang menyerupai manusia dengan wajah yang sangat mengerikan?,” tersenyum, dia membuka lemari itu lalu melanjutkan kalimatnya. ”Kalau kamu takut, lihat saja lantai, tapi ketahuilah dia tidak bisa melakukan apa-apa kecuali membuatmu takut dengan wajahnya yang menyeramkan. Jangan pernah berpikir dia akan menyentuhmu, hal yang mustahil.....kecuali kalau mereka menggunakan sebuah objek.”
Setelah pintu lemari terbuka dan tidak memperlihatkan apapun di dalamnya, orang itu kembali menutupnya. Dia berniat untuk menggeser lemari besar itu.
Sebuah lubang. Itu yang ada dalam pikirannya.
Akan tetapi, belum sempat dia melakukan tindakkannya, suara gaduh di ruang utama membuatnya terkesiap dan bersikap was-was.
Seseorang memasuki rumah ini.
-o-
”Apa harus pergi malam ini juga? Gimana kalo berkas kamu gak ada di rumah itu?” (Namakamu) bertanya khawatir dengan Iqbaal, pasalnya laki-laki itu ingin pergi ke rumah mereka yang sudah seminggu ini tidak mereka tempati.
Iqbaal mendesah, dia tidak suka melihat wajah (namakamu) yang kelewat khawatir. ”Satu-satunya tempat yang belum aku cari cuma di rumah itu, (namakamu), aku hampir gila karena mikirin berkas itu.”
”Memangnya gak bisa besok aja, ini udah malam.” Garis kekhawatiran di wajah (namakamu) tak urung menghilang. Bagaimana bisa dia membiarkan Iqbaal pergi ke rumah itu yang padahal polisi pun belum menemukan siapa pelaku pembunuhan terhadap assistent rumah tangga mereka.
”Aku bakalan telat. Kamu gak perlu khawatir, aku baik-baik aja.”
”Kalau cuma ucapan aku gak bakalan tenang.”
Iqbaal menghela napas. ”Aku bakalan pergi bareng Bastian, kalau perlu Aldi sekalian.”
Kekhawatiran di wajah (namakamu) sedikit luntur tapi itu tak menyurutkan kegelisahan hatinya.
”Yaudah, aku pergi ya.” Iqbaal mengacak-ngacakrambut (namakamu) gemas, dia sempat mengecup bibir wanita itu sebelum menghilang di balik pintu.
-o-
”Lo yakin bakalan pergi malem ini juga, kok perasaan gue gak enak gini ya.” Kalimat itu muncul dari bibir seorang laki-laki yang duduk di jok belakang, sambil memeluk dirinya sendiri dia meniupkan napas hangat ke tangannya. Malam ini benar-benar dingin, terlebih posisi mobil Iqbaal sudah dekat di perdesaan.
”Perasaan gila lo doang kali.” Celetuk Aldi pada kalimat Bastian, yang langsung di sambut kekehan pelan oleh Iqbaal.
”Sampe sekarang yang ngebunuh pembokat lo belum di temukan, gimana kalo kita sampe disana dan.... Wajah-wajah ganteng kita yang bakalan muncul di koran besok pagi.”. Bastian tidak tahan untuk tidak histeris akibat pemikiran tolol yang melintas di kepalanya.
Hening. Tidak ada yang bersuara lagi. Mobil Iqbaal sudah memasuki perkarangan rumah kayu itu. Mereka terdiam selama beberapa detik di dalam mobil sambil mengamati sekitar rumah, cukup sepi dan sangat menyeramkan.
”Gue tunggu disini aja ya.” Seperti bukan pertanyaan, Bastian merasa tidak tenang dan begitu gelisah. Kedua matanya tak henti-hentinya melirik kesana-kemari dengan was-was.
”Pengecut.” Gumam Iqbaal sambil membuka pintu, lalu keluar.
Bastian mendelik tidak terima tapi dia bisa apa dalam kondisi seperti ini. Dan, kenapa dia tiba-tiba menjadi penakut seperti ini.
”Gue takut karena gue normal.” Gerutunya.
Aldi mengetuk kaca jendela. ”Lo beneran gamau keluar?”
”Udah deh nanti gue nyusul.”
Mengangkat kedua bahunya, Aldi memutar badannya dan berjalan mengikuti Iqbaal yang sudah lebih dulu berjalan ke rumah itu. Sesekali dia menoleh ke belakang lalu menggeleng tak menyangka.
-o-
Gelap, hening dan mencengkam. Hal seperti itu yang akan kamu rasakan jika kamu berada di ruangan ini.
”Bagaimana rasanya hidup seorang diri?” Pertanyaan itu keluar dari mulut seorang laki-laki tua. Wajahnya terlihat aneh dengan rambut gondrong yang nyaris menutupi wajahnya, postur tubuhnya yang tinggi seakan mengharuskannyauntuk menundukkan kepalanya dengan sikap meremehkan orang-orang. Dia mengenakan seragam rumah sakit, yang jika seseorang membaca kalimat yang tertera di punggungnya akan langsung mengenali 'siapa dirinya'
Pertanyaan itu dia lontarkan untuk seorang gadis berwajah dingin, yang menatapnya berapi-api sedari tadi. Gadis itu berada tiga meter di hadapannya.
”Bagaimana rasanya menjadi gila?”
Mendapatkan pertanyaan seperti itu, laki-laki tua itu tertawa ngeri lalu meludah tepat di hadapan gadis itu.
”Masa kecilmu pasti sangat tersiksa ya.”
”Tak mengapa masa kecilku pahit, asalkan masa depanku manis.”
Laki-laki itu tersenyum meremehkan. ”Orang tuamu pasti tidak pernah mengajarkanmu sopan santun, kan.”
”Hahahah..” Gadis itu tertawa aneh. ”Setidaknya mereka tidak mengajariku untuk mengkhianti...saudara.” Sergah gadis itu penuh penekanan pada kata 'saudara'
”HAHAHA!” Laki-laki tua itu tertawa lepas, setelah itu dia merentangkan kedua tangannya dan mulai berjalan mengelilingi gadis itu. ”Jessica, kamu pintar sekali.”
Jessica. Ya, gadis yang sedari tadi berada di rumah ini dengan maksud mencari jasad kedua orang tuanya.
Setelah berjalan mengelilingi Jessica, orang itu sekarang berhenti tepat di belakang Jessica.
”Malam-malam seperti ini, apa yang kamu lakukan disini, gadis manis?” Tahu-tahu Jessica merasakan embusan napas laki-laki itu mengitari lehernya. Laki-laki tua itu berada tepat di belakangnya. ”Kejadian malam itu...,” dia menjeda kalimatnya, tampak menerawang. ”Sayang sekali kamu tidak menyaksikannya.”
Hening. Tidak ada yang bersuara maupun bergerak, keduanya percis seperti patung manekin.
*
”Baal cepetan kek! Sakit bahu gue!” Suara ringisan itu keluar dari mulut Aldi, laki-laki itu sedang memampah Iqbaal dengan bahunya, dengan maksud untuk mencari berkas Iqbaal yang katanya hilang. Tapi kalaupun hilang, masa bisa di atas lemari sih?_-
”Sedikit lagi, Al.”
”Dari tadi itu mulu lo bilang, lo gatau leher gue udah mau patah!” Mendadak Aldi mundur karena terganggu keseimbangan.
”Kampret! Jangan goyang-goyang, ntar jatoh.”
”Tai lo ah, berat banget.”
”Jangan banyakk ngomong! Cepetan.”
Mendengus frustasi, Aldi melangkah mendekati lemari itu, kali ini dia merengtangkan tangannya lalu mencengkram sudut-sudut lemari agar tidak jatuh.
Lemari itu memang cukup tinggi tapi tidak besar.
”Nah, gitu aja, Al.” Buku-buku jari Iqbaal sudah memutih lantaran mencengkram puncak lemari itu. Kemudian dengan sedikit usaha, tangan Iqbaal meraba-raba permukaan atas lemari tersebut.
”Ada gak sih, nyet! Lama bang...” Aldi kehilangan keseimbangan, apapun yang terjadi di detik selanjutnya tidak di harapkan oleh Iqbaal maupun Aldi. Aldi limbung tanpa ada penghalang sedikitpun, laki-laki itu jatuh bebas, punggungnya berderit akibat berhantaman dengan lantai kayu.
*
”Cup...cup..cup...cup...cupp, jangan nangis sayang. Sebentar lagi ayah pulang kok.” Sudah dari setengah jam yang lalu (namakamu) mondar-mandir seperti orang gila karena tidak bisa menenangkan bayinya yang menangis.
”Diora sayang, kamu sampe keringetan gitu. Disini panas ya? Gimana kalo kkita ke kamar Mama aja.” Sambil menyeka keringat dan air mata Diora, (namakamu) berjalan menuju kamarnya di iringi dengan tangisan Diora yang lebih mendekati menjerit histeris.
» Gue belom kasih tau ya kalo nama anak (namakamu) sama Iqbaal itu Diora, bagus kan ^.^ «
Sebelum (namakamu) sampai di kamarnya, otak di dalam kepalanya menyala seakan mendapatkan sebuah jalan keluar untuk mengentikan tangisan anaknya. Apa dia harus menghubungi Salsha? (Namakamu) melirik jam dindng, yang menunjukkan pukul sembilan malam. Belum terlalu malam.
(Namakamu) mengingat-ngingat dimana dia meletakkan ponselnya, dua detik berlalu dia mengedarkan pandangannya, dan (namakamu) menemukan ponselnya di bufet yang berada tak jauh darinya. Merai ponselnya, (namakamu) segera menghubungi nomor Salsha.
Panggilan tersambung..
”Halo, sha, ini,” (namakamu) agak kesusahan meletakkan ponselnya di telinga, jadi dia menempelkan ponselnya di antara bahu dan telinga. ”Diora nangis terus, gue capek.”
”Udah gue kasih susu. Gimana dong.”
”Badannya gak panas kok.” (Namakamu) melanjutkan niat sebelumnya untuk masuk ke dalam kamar. Salsha yang sedang memberikan intruksi kepada (namakamu), (namakamu) dengarkan dengan seksama.
”Masa sih? Anaknya om gue kok gak gitu.” Dengan susah payah (namakamu) membuka pintu, lalu dia menekan loudspeaker pada ponselnya dan meletakkannya di nakas, (namakamu) masih di sibukkan dengan tangisan Diora yang semakin kencang.
Berniat untuk membuka jendela, (namakamu) membaringkan Diora di tempat tidur. Dia mengecup Diora dengan penuh rasa sebelum akhirnya melangka ke arah jendela. Akan tetapi, belum sempat (namakamu) menyelesaikan langka pertamannya, sesuatu yang amat mengerikan mengusik matanya.
(Namakamu) terpaku, rahangnya mengeras karena takut, sekujur tubuhnya bergetar seakan tak mampu menerima kenyataan ini. Dengan tatapan tak percaya, (namakamu) mengedarkan pandangannya ke segala arah pada kamar ini.
'Pulang ke rumah'
Di dinding, langit-langit kamar.... (Namakamu) menunduk dan terkesiap saat menemukan tulisan yang sama tertulis di lantai kamarnya. Kata yang di tulis menggunakan spidol merah.
”(Namakamu)? (Namakamu)? Lo masih dengerin gue kan? Hallooo??”
”AAaaa!!!”
(Namakamu) menjerit histeris, terlebih saat sepasang matanya tanpa sengaja mendapatii benda yang tak asing tergeletak di tengah-tengah kamarnya. Boneka. Pinocchio. Sebenarnya bukan itu yang membuat (namakamu) semakin ketakutan, bukan, tapi saat dia menemukan spidol merah tergeletak di bagian tangan Pinocchio itu. Dengan gelagat seakan baru saja memegang spidol itu.
”(Namakamu)!! Lo kenapa??!!”
-o-
”Jessica?”
Panggilan itu membuat Jessica yang sebelumnya memandang sembarang arah mendadak menoleh ke sumber.
”Iq...,” belum sempat Jessica menyelesaikan kalimatnya, seseorang yang berada di belakangnya memiting lengannya.
Tindakkan itu membuat dua orang laki-laki yang berada di ambang lorong—lorong antara ruang keluarga dan utama—terkesiapdan segera bergerak ke arah Jessica —tepatnya laki-laki yang menyerang Jessica—tapi sebelum Iqbaal sempat melayangkan tinjunya, laki-laki tua itu sudah mencondongkan pisau tepat di leher Jessica.
”Keparat!” Umpat Iqbaal bengis.
Sambil memainkan pisau di leher Jessica, pria tua itu membisikan kalimat halus di telinga Jessica. ”Kejadian malam itu akan terulang lagi.”
”Lepasin dia!” Geram Iqbaal kepada pria tua itu. Tapi pria tua itu sama sekali menghiraukan ucapan Iqbaal, dia terus memainkan pisau tajam di leher Jessica.
Iqbaal yang bingung dan tak tahu harus berbuat apa hanya terpaku dengan gelisah.
*
Bastian merasa kalau tidurnya tidak lagi tenang. Telinganya mendengar suara keributan dari dalam rumah walaupun tidak terlalu kentara. Jari-jari Bastian merayap ke sekitar matanya, berniat untuk menerangkan pengihatannya.
Seseorang melintas...
Hening. Lama sekali Bastian memperhatikan seseorang itu sampai pada akhirnya menghilang di belakang rumah.
”Cewek, rambut panjang, pucat, tinggi, pake dress putih,” gumam Bastian bingung, dia masih tidak bisa mencerna dengan baik apa yang matanya telah lihat. Jadi Bastian mencoba menggambarkan sosok itu di kepalanya.
Lima detik berlangsung. ”HAHAHA,” Bastian tertawa aneh. ”Gak mungkin,” katanya sambil menepuk-nepuk pelan pipinya. Bastian mencoba mengalihkan perhatian bodohnya ke ponsel, dia mengambil ponsel dan entah mengapa matanya malah tertuju pada deskripsi tanggal.
Jumat, 19 Oktokber.
Masih belum ada yang aneh, Bastian mencoba melafalkan kalimat itu di dalam hatinya sekali lagi.
Jumat, 19 Oktober.
”Apasih gue, gajelas gini.” Merasa bodoh, Bastian menghantamkan kepalanya ke jok depan. Satu detik berlalu, Bastian seakan mendapatkan ilham. Mata dan mulutnya terbuka lebar, dia tercengang tak percaya, matanya menoleh ke belakang rumah lalu ke depan mobi, dia melakukan hal seperti itu berkali-kali sampai akhirnya dia berteriak histeris dan keluar mobil.
”KUNTILANAK! MALEM JUMATAN!!!”
Bastian tidak peduli kalau Iqbaal ataupun Aldi mendengar suara teriakannya, dan mengapa, kedua orang itu belum kembali. Bastian yakin kalau dia sudah menunggu lebih dari sejam.
Dan sekarang, Bastian berlari luntang-lantungseperti orang gila, yang parahnya, dia berlari ke jalan dan berlari berharap kalau dia segera tiba di rumah dan bertemu dengan Steffie. Bastian sama sekali tidak peduli dengan pohon-pohon besar yang mengitari jalan, dia terus berlari dan percaya akan menemukan keajaiban.
Bastian menoleh ke belakang, dia merasa kalau dia sudah cukup jauh tapi entah mengapa rasanya penantiannya untuk menembus ke kota sia-sia. Bastian tidak boleh lengah, dia menyeka keringat yang ada di jidatnya dan kembali berlari sekencang-kencangnya.
”Keajaiban! Please baby, come here to me!” Di sepanjang jalan Bastian meneriaki kalimat itu, sampai akhirnya dia menyipitkan matanya saat menemukan seberkas cahaya yang sepertinya di hasilkan oleh sebuah mobil.
Bastian ke girangan, dia loncat-loncat dan berjalan ketengah. Tidak lupa untuk merentangkan tangannya supada menambah kesan kesinetronan dirinya. Mobil em menadadak, dan bemper mobil itu hampir saja menabrak bagian 'anu'nya_- Bastian bahkan mendengar kalau orang di dalam mobil itu mengumpat. Bastian tidak ingin mendengar apalagi melihat, jadi dia putuskan untuk memejamkan matanya.
Suara pintu mobil terbuka.
Langkah kaki rusuh terdengar.
Dan.
Bugh!
”Bego! Lo mau mati? Lo gak mikirin nasib gue gimana ntar kalo lo mati! Ngapain sih lo disitu!”
Suara itu.....
Bastian sangat mengenali.
Dia buru-buru membuka matanya, dan mengabaikan segala umpatan wanita di hadapannya. Bastian lebih memilih memeluk wanita itu.
”Steffie!!!! Dewi penyelamat gue!” Peluk Bastian erat.
Steffie merenggangkan pelukkan. ”Kenapa sih? Bukannya seharusnya di rumah (namakamu)?”
Bastian terdiam sejenak. Mengingat rumah (namaamu) malahh mengingatkan Bastian akan sesuatu yang mengerikan.
Bastian mengedarkan penglihatanya. Lalu berkata kepada Steffie. ”Tad..tadi aku gak sengaja ngeliat kuntilanak.”
Steffie tercengang lalu menjerit.
”Steff, tenang dulu!”
”Aaaa!!!” Steffie sudah seperti orang gila, dia tidak memperdulikan Bastian dan langsung berjalan masuk. Menyalakan mesin dan melajukan mobil dengan kecepatan biadab.
Bastian yang menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri tingkah Steffi hanya bisa memandang mobil yang berlalu itu dengan tatapan 'Kenapa-lo-tinggalin-gue-nyet'
Dengan lemas Bastian melangkahkan kakinya menyusul mobil tersebut.
Bersambung...

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Cerbung Pinocchio - Part 10

`Pinocchio` 15
Part 10
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O

”(Namakamu).” Sebenarnya Iqbaal tidak tega membangunkan (namakamu) yang masih dalam keadaan tidur, apalagi mengingat bagaimana polosnya wajah (namakamu) saat tertidur.
Tidak ada respon dari (namakamu), Iqbaal menggoyang-goyangkan bahu (namakamu) sambil memanggil nama wanita itu.
(Namakamu) mengerang, matanya mengerjap berkali-kali. Sedangkan Iqbaal yang menyaksikan betapa lucunya (namakmu) saat ingin bangun tidur hanya terkekeh tanpa suara. Berselang beberapa detik, Iqbaal membawa (namakamu) dalam pelukkannya dan membisikkan sesuatu, yang terdengar seperti....
”Maafin aku.”
(Namakamu) yang masih dalam keadaan setengah sadar hanya bisa membalas pelukkan Iqbaal. Wanita itu kembali memejamkan matanya. Samar-samar (namakamu) merasakan sesuatu yang hangat dan basah menempel di keningnya.
*
”Hm, eh—hai.” (Namakamu) baru saja keluar dari dalam kamar, dan menemukan Jessica sedang membuka jendela-jendelarumah, dia menyapa Jessica gugup.
”Oh, hai.”
(namakamu) tersenyum, wajahnya terlihat kaku. Dia berjalan ke arah Jessica sambil mengetuk satu sama lain jari telunjuknya.
”Yang kemarin....maaf, lagi badmood.” Kata (namakamu) nyengir.
”Engga pa-pa. Bawaan ibu hamil.”
Detik itu juga pintu kamar terbuka, sosok Iqbaal muncul dari balik pintu.
Iqbaal tak langsung berjalan untuk menghampiri kedua wanita itu. Dia berdiri di hadapan pintu sambil mengernyitkan wajahnya. Kebingungan tergores jelas di wajahnya. Maksudnya, bagaimana bisa Jessica bisa ada di rumah ini? Bukannya kemarin gadis itu pamit dan setelah itu Iqbaal tidak ada bertemu dengan Jessica.
”Jessica?” Panggil Iqbaal linglung.
Jessica yang sedang menyibak gorden menoleh ke arah Iqbaal dengan wajah bertanya.
”Sejak..,” Iqbaal menjeda ucapannya, dia mengalihkan pandangannya ke (namakamu) dengan sikap bertanya. (Namakamu) yang juga tidak tahu ceritanya bagaimana, hanya bisa mengangkat kedua bahunya. ”Kok bisa disini?”
Jessica tersennyum tipis, dia masih ingat betul bagaimana kejadian kemarin, bagaimana keadaan Iqbaal yang cukup mengenaskan, jadi Jessica memaklumi saja. Jessica menarik kursi yang tak berada jauh dari jangkauannya. Setelah duduk, dia menjelaskan kepada Iqbaal kenapa dia bisa berada disini.
”Aku engga sengaja ketemu sama kamu di club bersama teman-temanmu. Kalian mabuk dan, yah, seperti itu. Aku mengantar kamu pulang.” Jelas Jessican, walaupun dia tahu penjelasannya terdengar terlalu aneh, namun sepasang suami istri ini tidak ada yang berkomentar.
Mengedarkan pandangannya, Jessica tanpa sengaja bertemu pandang dengan Iqbaal. Hanya sekilas, laki-laki itu tersenyum kecil bahkan sampai (namakamu) tidak menyadarinya.
*
”Terima kasih untuk yang tadi. Aku tau, cerita sebenarnya engga kayak gitu.” Iqbaal sedang berada dalam mobil untuk mengantar Jessica ke kota. Dia mengatakan untuk berterimakasih kepada Jessica karena Iqbaal tahu kalau cerita sebenarnya tidak seperti itu.
Jessica tersenyum. Dan Iqbaal bisa melihat itu dari kaca spion yan tergantung di atas kepalanya.
Iqbaal sudah membuat surat izin dalam waktu seminggu—kuranglebih. Tadinya dia ingin menggunakan alasan pergi ke kantor untuk mengantar Jessica, tapi saat teringat dengan surat izin itu, Iqbaal mengurungkan niatnya. Dia meminta izin pada (namakamu) walau butuh waktu untuk memikirkan hal itu, Iqbaal tidak ingin mereka bertengkar lagi. Tapi, ternyata (namakamu) mengizinkan. Agaknya mood (namakamu) sudah membaik.
Sementara Iqbaal yang mengantar Jessica ke kota. (Namakamu) di rumah sedang menyaksikan drama di temani suara berisik daridapur yang di hasilkan oleh Bi Inah. Fokus (namakamu) hilang pada drama di televisi saat menyadari kalau suara kebisingan di dapur tidak terdengar lagi.
Dengan susah payah (namakamu) beranjak dari posisi duduknya, dia berjalan ke arah dapur dengan langkah yang sangat pelan bahkan dia menyeret kakinya, terlebih sambil memegang setiap benda yang bisa di jadikan pencagak.
(Namakamu) terkejut saat tiba di dapur dan tidak menemukan Bi Inah.
”Bi..” Panggil (namakamu), dia berjalan ke arah kompor yang masih menyala cukup besar lalu mematikannya.
Bi Inah belum selesai memasak, masih banyak bahan-bahan di meja yang belum di masak. Apa Bi Inah ke kamar mandi? (Namakamu) berjalan pelan ke arah kamar mandi sambil sesekali memanggil Bi Inah. Sesampainya disana dia tidak menemukan Bi Inah bahkan pintu kamar mandi terbuka lebar.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki yang mengisi telinga (namakamu), (namakamu) yakin kan sebagai langkah Bi Inah. Jadi (namakamu) memutar badannya dengan susah payah.
”Bi...” Belum sempat (namakamu) menyelesaikan ucapannya, wanita paruh bayah yang ada di hadapannya melayangkann sebuah tamparan cukup kuat hingga membuat tubuh (namakamu) bergeser.
”Bi!” (Namakamu) memegang pipinya, dia ingin menangis, rasanya cukup sakit.
Tapi seakan tidak mendengar perkataan (namakamu), wanita paruh bayah itu malah tertawa melengking seperti orang gila. Dia melempar benda-benda ke arah (namakamu) sambil terus tertawa. (Namakamu) berusaha menghindar walau sesekali benda itu mengenai dirinya.
Tidak ada lagi benda yang terlempar ke arah (namakamu), tapi yang (namakamu) rasakan saat ini adalah sesak karena Bi Inah tiba-tiba mencengkram lehernya. Dalam waktu beberapa detik saja wajah (namakamu) sudah memerah, bibirnya pucat. Dalam keadaan hampir tidak sadar dan berusaha meronta-ronta, (namakamu) melihat sesuatu yang aneh pada wajah Bi Inah.
Wanita itu terlihat pucat, terlebih bibirnya. Bola matanya bergerak-gerak tak karuan dan sesekali mendelik hendak keluar. Semua itu terlihat mengerikan di tambah rambut Bi Inah yang berantakkan.
”Bi.. Sa...kit.” Suara (namakamu) tertahan, dia tidak cukup kuat untuk melawan tenaga Bi Inah.
Wanita itu terus tertawa mengerikan, dan tiba-tiba saja sebelah tangannya yang bebas merayap ke perut (namakamu) yang buncit, lalu....
”Aaaaa!!” Teriakan itu keluar secara spontan saat dengan sengaja Bi Inah meremas-remas perutnya. Air mata sudah merembas ke luar saking sakitnya, tapi wanita yang tengah ke surupan itu tak urung berhenti menyiksa (namakamu).
Perlahan semua mulai gelap dan dunia terasa berputar-putar,(namakamu) merasakan pusing sekaligus sakit yang amat sangat. (Namakamu) tersadar kalau dia terjatuh saat pipinya bersentuhan dengan lantai. Dan menyadari sesuatu yang seperti air keluar sampai membasahi betisnya.
Hal yang terakhir (namakamu) lihat adalah boneka pinokio yang duduk di sudut ruangan.
*
Perjalanan sebentar lagi akan berakhir, tak ada percakapan yang tercipta di antara keduanya setelah percakapan pengucapan terima kasih dari Iqbaal kepada Jessica. Iqbaal fokus pada setir dan jalan raya, sedangkan Jessica pada ponselnya. Iqbaal walaupun begitu sesekali melirik spion dan mendapati wajah gelisah Jessica.
Iqbaal tidak tahan kalau hanya diam saja.
”Ada sesuatu?” Tanya Iqbaal memandang Jessica melalui spion.
Jessica tidak langsung menjawab, dia merogo sesuatu dalam tasnya dan setelah menemukan apa yang dia inginkan, Jessica melemparkan benda itu ke kursi depan tepat di sebelah Iqbaal. Detik berikutnya mobil berhenti, lampu lalu lintas menunjukan merah.
Iqbaal mengambil koran yang di berikan Jessica, dia tidak tahu apa yang di inginkan gadis ini dengan caranya yang memberikan Iqbaal sebuah koran—yang sudah lecek.
Di halaman pertama ada sebuah foto. Di foto itu terdapat rumah dengan halaman luas, disana banyak terdapat orang-orang kampung. Foto lama. Gambarnya saja hitam putih. Kening Iqbaal berkerut saat membaca judul untukk foto itu 'PEMBUNUHAN BERANTAI MENEWASKAN SEKELUARGA', dan Iqbaal begitu shock saat melihat tanggal pelirisan koran yang ada dalam genggamannya.
”I994?” Kata Iqbaal sambil menole heran pada gadis di belakangnya. Untuk apa Jessica menyimpan koran ini?
”Kamu tidak mengenali tempat itu ya?” Jessica merasa kecewa. Pandangannya yang selalu datar dan wajah dingin membuat Iqbaal semakin penasaran apa maksud dan tujuan Jessica tentang koran dan memberitahunya.”Kamu harus teliti. Amatilah.”
Lampu sudah hijau, Iqbaal menyalakan mesin dan melajukan mobil sederhana. Saat melintasi tempat yang pantas untuk memarkirkan sembarang mobil, Iqbaal berhenti dan mulai memfokuskan matanya pada koran jaman itu.
Yang dia lihat di koran itu adalah. Rumah dengan halaman luas tanpa embel-embel ada tanaman di halamannya, kerumunan orang yang memperkuat kalau ini memang tentang kasus pembunuhan berantai, Reporter-reporter berserta wartawan juga terlhat di foto itu.
Lalu apa masalahnya?
”Sudah?” Tiba-tiba Jessica bersuara dengan nada seolah bertanya.
”Aku gak ngerti.”
Jessica mendengus, sungguh Iqbaal tidak suka dengan Jessica yang mendengus dalam keadaan seperti ini. Dia seolah menganggap kalau Iqbaal tidak cukup pintar menjawab atau sekedar menerka sesuatu yang sedang di ajukan oleh Jessica.
”Lihat pohon besar itu.”
Sepasang mata Iqbaal langsung mengarah ke foto lagi. Dan tertumbuk pada pohon yang cukup besar, bahkan kalau pohon itu tersambar petir dan tumbang akan memungkin kan untuk menghancurkan sebagian rumah yang terbuat dari kayu itu.
Hening. Tidak ada yang bersuara dalam beberapa detik. Jessica tersenyum simpul saat melihat telunjuk Iqbaal bergerak ke pohon dan rumah secara bergantian. Laki-laki itu mulai paham.
”Ini...rumah yang ku tempati sekarang.” Iqbaal mendesah, dia menyenderkan punggungnya ke jok lebih dalam.
”Akhirnya,” kata Jessica seakan begitu meremehkan otak lulusan S2 ini. ”Dan lihat gadis kecil yang berada di sudut foto.”
Iqbaal buru-buru menegakkan bahunya dan melakukan apa yang di perintahkan Jessica.
Seorang gadis kecil sedang menangis dan berbicara dengan seorang polisi yang memunggungi kamera.
Iqbaal menoleh ke arah Jessica. ”Dia yang tersisa?”
Jessica tersenyum penuh arti. ”Lihat gelang di lengan kanannya.”
Kali ini Iqbaal melihat koran itu tanpa perlu menolehkan wajahnya, dia menemukan tulisan 'penyelidik belum menemukan mayat' yang mengusik pikirannya. Setelah melihat gelang bermotif batik pada lengan kanan gadis kecil itu, Iqbaal menengadah.
”Lal...”
Belum sempat Iqbaal menyelesaikan pertanyaannya, sebuah benda seakan tergantung di depan matanya. Yang membuat Iqbaal terbelalak adalah saat menyadari kalau bendda itu adalah gelang yang bermotif batik dan begitu percis dengan yang ada di foto.
”Aku sudah pernah cerita padamu kan, aku di besarkan di panti asuhan,” kata Jessica sambil menyimpan gelang di tasnya. ”Pamanku yang gila membunuh semua keluargaku.”
*
Iqbaal tidak menduga hal seperti ini akan terjadi padanya. Dia sama sekali tidak menyangka saat tiba di rumah dia mendapati potongan mayat Bi Inah, kepala dan badannya terpisah dan hal yang semakin membuat Iqbaal shock adalah saat mendapati (namakamu) sedang terbaring di lantai dapur dengan darah yang mengalir di sekujur kakinya. Iqbaal panik dan langsung membawa (namakamu) ke rumah sakit, dia meninggalkan Bi Inah di rumahnya dan menelpon polisi.
Ceklek!
Pintu ruang UDG terbuka, Iqbaal beserta teman-temannya langsung bangkit dari posisi duduk mereka.
”Kondisi (namakamu) sangat mengenaskan,” beritahu seorang wanita yang mengenakan tuksedo putih yang hampir menyentuh pahanya, dia berjalan ke arah Iqbaal dan yang lain dengan wajah seakan berhenti khawatir. ”(Namakamu) harus melahirkan bayinya secara prematur.”
”Tapi (namakamu) selamat kan, Sha?”
Salsha tersenyum, hanya sekilas. ”(Namakamu) selamat, tapi yang engga gue sangka, kenapa keadaan (namakamu) begitu mengkhawatirkan. (Namakamu) mengalami depresi, gue gatau penyebabnya apa, mungkin lo tau?” Salsha ini adalah sahabat (namakamu) yang paling dekat, jadi entah kenapa respon yang Iqbaal dapatkan dari Salsha saat ini adalah sebagaimana Salsha melempiaskan perasaan kesalnya kepada Iqbaal karena ketidakbecusannya mengurus (namakamu).
”Gue udah ngelarang dia kerja. Gue se..lalu sama dia.”
”Kalian punya masalah belakangan ini?” Tanya Salsha seakan sedang mengintrogasi. Aldi yang sudah berada di sebelah Salsha sudah risih daritadi karena sikap Salsha.
Iqbaal menunduk, dia agak lama menjawab. ”Kemarin kita bertengkar karena gue ngajak Jessica nginep di rumah.”
”Bego.” Celetuk Bastian, sebaliknya dari Salsha, Bastian adalah sahabat yang paling dekat dengan Iqbaal. Jadi dia hampir mengetahui kisah-kasih perjalanan laki-laki itu.
Salsha tersenyum sinis, lalu pergi sambil berkata. ”(Namakamu) masih lemah, sekitar 3 jam lagi mungkin kalian bisa masuk.” Tubuh Salsha hilang di tikungan koridor.
”Soal sikap Salsha tadi sori.” Kata Aldi meminta maaf pada Iqbaal, setelah Iqbaal mengangguk, Aldi berjalan meninggalkan yang lain sepertinya dia ikut menyusul Salsha.
Iqbaal tidak peduli dengan omongan Salsha. Jadi dia tetap masuk ke dalam ruangan UGD itu.
Tidak ada orang lagi, Bastian menjatuhkan badannya di kursi tunggu lalu merangkul Steffi yang Bastian rasa wanita itu tidak bersuara sejak beberapa jam yang lalu.
”Serius banget sih, Beb, baca apaan?” Tanya Bastian sambil mencondongkan badannya ke arah koran yang sedang di baca oleh Steffie.
”Biasa aja sih liatnya,” celetuk Steffie, lalu menjauhkan wajah Bastian. ”Pasien rumah sakit jiwa ada yang kabur—bukan kabur sih tepatnya, ini di karenakan kurangnya penjagaan, mana mungkin orang gila kabur, palingan mereka cuma iseng mau ke Mall. Ya kan bosen gila kali seharian di rumah sakit...gila lagi.” Steffie ngaur.
”Emang gila keles. Lo yang ngaur.”
”Biasa aja keles lo jawabnya.”
”Gue kan udah biasa.”
”Woi! Kayaknya lo mau liat pertumpahan dari disini?!” Steffie mengancam Bastian dengan tinju.
Bastian kicep.

Bastianbung (Read: Bersambung.)

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Cerbung Pinocchio - Part 9

`Pinocchio`
Part 9

Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
Remember me! I'am in da-da-da-da-danger, Pinocchio *sing*-.-"

*
________________
”Cepat naik ke atas!”
”Ibu, apa yang terjadi?”
”Oh, sayang, aku tidak ingin mengatakannya. Sekarang lakukan apa yang di perintahkan ayahmu.”
”Ibu, aku takut.”
”Aku mencintaimu.”
”Aku juga. Ibu mau kan memakai liontin ini?”
”Tentu.”
________________
”Demi dewa neptunus, gue udah capek please!” Teriak (namakamu) kesal dan terdengar bodoh. Namun, meskipun lemari itu hanya bergeser sedikit (namakamu) tidak gampang menyerah, dia terus mencoba lagi, lagi dan lagi sampai dia benar-benar mendapatkan apa yang dia ingin.
Drrkk!
Merasa kalau dorongan kali ini membuahkan hasil, (namakamu) bisa mendengar suara lemari itu bergeser.
Tiba-tiba saja indra penciuman (namakamu) seakan tersengat oleh bau yang begitu menyengat. (Namakamu) mundur dan langsung muntah karena saking tidak tahannya dengan bau tersebut.
”Uueek.... Gila! Itu kuburan tikus ato apasih! Bau bangettt!” Dumel (namakamu) sambil mencak-mencak seakan dia tidak ingat kalau dia sedang mengandung.
*
(Namakamu) sekarang dalam masalah besar berkat ketololan yang dia lakukan beberapa menit yang lalu, setelah keluar dari dalam kamar mandi, (namakamu) menuju ke ruang keluarga tempat lemari itu berada.
Perutnya sekarang menjadi kosong karena (namakamu) hampir memuntahkan semua isi perutnya.
Dalam kelinglungan seperti saat ini, jantung (namakamu) berdebar tak karuan. Dia baru saja tiba di dekat lemari itu dan mendapati pemandangan yang mengharuskan otaknya bekerja ekstra. Di depan sana ada sebuah lubang dengan ukuran 90cmX50cm dengan bentuk lubang yang tidak beraturan.
Brak!
(Namakamu) berjengit, angin yang tiba-tiba berembus kencang membuat jendela yang ada di sebelahnya terbanting. Menghiraukan itu, (namakamu) masih penasaran apa isi dalam lubang yang sangatlah tidak wajar apabila seseorang sengaja membuatnya tepat di bawah rumah ini. Halaman rumah ini luas, apa salahnya membuat diluar sana.
Langkah (namakamu) terhenti, ujung kakinya sudah berpijak pada pengujung permukaan lantai. Sepasang (namakamu) menengok ke dalam lubang itu dengan kening yang berkerut.
”Boneka?” (Namakamu) sedikit membungkuk untuk mengambil boneka itu. Di dalam lubang hitam itu hanya ada sebuah boneka kusam, jelek, butut dan sangat tidak terawat. Kedalamannya mungkin tak sampai satu meter.
Seseorang membuat lubang di bawah rumah hanya untuk menyimpan boneka? Terdengar lucu sekaligus tolol.
(Namakamu) mengambil kain lap di atas meja kecil, lalu mengusap kotoran yang ada pada boneka itu.
”Pinocchio.” Gumam (namakamu). Senyum kecil tanpa sadar tersungging di bibir mungilnya.
•Flashback Off•
”Jessica?”
Panggilan itu membuat Jessica tersadar dari lamunannya. Jessica berjengit dan menjatuhkan boneka yang ada dalam genggamannya.
”Maaf.” Kata Jessica. Apa yang terjadi padanya? Jessica berpikir dalam hati, dia mengambil boneka Pinokio itu dan kembali memperhatikannya. Mungkin itu tadi hanya ilusinasinya, boneka itu tidak tersenyum. Dia tidak bergerak sama sekali. Dan (namakamu) masih duduk di atas ayunan, tidak ada tanda-tanda kalau (namakamu) baru saja meneriaki namanya seperti dalam pikirannya.
(Namakamu) yang masih duduk diam sambil memperhatikan wajah Jessica yang seolah sedang berpikir hanya menunggu Jessica mengembalikan boneka itu.
*
Iqbaal pulang bersama Jessica dengan keadaan berantakkan, bau alkohol dan terlalu larut malam. Tapi (namakamu) tidak ingin bertanya-tanya dengan Jessica ataupun Iqbaal, dia hanya diam saja. (Namakamu) takut kalau apa yang akan di dengarnya tidak bisa di terima oleh dirinya dan itu hanya akan membuatnya kembali bertengkar dengan Iqbaal. (Namakamu) tidak mau itu terjadi lagi.
Jessica malam ini menginap lagi di rumah (namakamu). Sementara Jessica tertidur di dalam kamar lain, (namakamu) masih terjaga. Laki-laki yang terbaring di sebelahnya sudah tertidur pulas, (namakamu) belum berbicara sedikitpun dengan Iqbaal semenjak pagi tadi. Lagi pula Iqbaal belum bangun sejak Jessica mengantarnya pulang.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan laki-laki ini? Ada apa di antara kedua orang ini?
Sekarang sudah terlalu malam untuk memikirkan hal itu, (namakamu) memilih untuk mendekatkan dirinya dengan Iqbaal lalu memejamkan matanya. (Namakamu) sempat mengganti pakaian Iqbaal walau masih tercium bau alkohol pada tubuh laki-laki ini.
Saat (namakamu) ingin memejamkan matanya, dia teringat dengan boneka pinokio yang dia temukan sore tadi. (Namakamu) menyimpan kembali boneka itu ke daam lemari.
*
01.00 dini hari.
Jessica terjaga, dia sudah berusaha untuk memejamkan matanya namun pikirannya berkata lain. Dia masih terpikir tentang ucapan (namakamu) yang menemukan boneka itu di bawah rumah.
'Di ruang keluarga, di bawah lemari.'
Penjelasan lebih lanjut dari (namakamu) itu masih terngiang jelas di pikiran Jessica. Seseorang dengan sengaja mengubur boneka pinokio di bawah rumah. Pasti ada sesuatu, tidak mungkin orang itu melakukan tindakkan bodoh tanpa maksud yang jelas.
Jessica sudah terlalu mengantuk tapi rasa penasaran mengalahkan itu semua, jadi dia beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan perlahan.
Jessica berjalan tanpa menimbulkan suara, dia tidak ingin misi yang belum terpikirkan itu akan mengusik (namakamu) dan Iqbaal yang sedang terlelap. Tidak lucu jika salah satu dari mereka terbangun di malam hari, dan mendapati Jessica sedang mengendap-endapseperti maling.
Ruang keluarga hanya di terangi dengan lampu dapur yang memang sengaja tidak di matikan. Dalam keremangan dan rasa kantuk yang mulai menyerang pikirannya, Jessica berjalan sambil memegangi sisi dinding yang terbuat dari kayu. Dia berjalan sangat hati-hati.
Malam terasa begitu sunyi, tidak ada suara sedikitpun bahkan suara binatang malam tak terdengar. Tapi setidaknya, sebentar lagi setiap malamnya di rumah ini akan ada suara tangisan yang di hasilkan oleh bayi (namakamu).
Jessica mulai berjalan, bergerak dan bernapas seperti biasanya saat dia sudah berada satu meter di hadapan lemari besar yang sangat kotor. Ketika tiba tepat di hadapannya, sepasang mata Jessica terfokus pada lemari itu dan bergerak-gerak liar seolah meneliti. Tangannya bergerak dan menarik gagang pintu lemari itu.
Embusan angin sedingin es menerpa wajahnya, dan itu mampu membuat bulu kuduk Jessica meremang. Di tutupnya lemari itu setelah tidak menemukan apapun di dalamnya.
'Di bawah lemari'
Jessica teringat dengan ucapan (namakamu). Dengan perlahan dia membungkuk sampai pada akhirnya pipinya hampir menyentuh lantai. Mata dan hidung Jessica berkerut tatkala saat mencium bau busuk, buru-buru Jessica menutup hidungnya.
Posisi Jessica masih sama, dia menggerakkan tangannya yang bebas agar menyelinpa ke bawah lemari. Yang dia rasakan saat itu adalah seperti tanah basah dan...
”Ah!” Jessica tersentak, dia buru-buru berdiri. Tadi itu... Rasanya, tangannya seperti di genggam. Dingin namun ada kehangatan.
Jessica ingin masuk ke kamar akan tetapi langkahnya terhenti saat sepasang matanya tertumbuk dengan cermin. Jessica membeku, tubuhnya sangat sulit di gerakkan, keringat dingin sudah mulai membesahi telapak tangan dan keningnya. Dia sudah terlanjur di buat takut oleh sesosok makhluk yang mengerikan, yang di pantulkan cermin itu.
Di belakangnya.
Jessica segera menutup matanya, dia berusaha sekuat mungkin agar tidakn bersuara.
'Hentikan!'
'Jangan membunuhnya!'
'Apa yang kamu lakukan!'
'Kamu membunuhnya!'
Suara-suara itu seperti berteriak di telinga Jessica. Berteriak dan sangat melengking. Sekarang giliran tangannya Jessica yang bergerak untuk menutupi telinganya.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki, Jessica menengadah dengan sikap waspada. Dia bergerak menuju balik gorden, gorden besar yang menjuntai itu mampu menutupi seluruh badannya.
Beberapa detik kemudian, Jessica mengintip melalui cela gorden dan menemukan sosok (namakamu) sedang berjalan menuju dapur. Yang membuat Jessica menutup mulutnya agar tidak berteriak adalah saat sosok mengerikan yang dia lihat di cermin itu membuntuti (namakamu).
Jessica menahan napas dan berusaha sekuat mungkin agar tidak berteriak. Dari balik gorden ini, Jessica dapat melihat kalau (namakamu) sempat melemparkan pandangannya ke arah lemari. Sebelum meninggalkan ruang keluarga, Jessica mengedarkan pandangannya ke segala arah. Merasa kalau semuanya akan baik-baik saja, Jessica mengambil langkah pertama dan berjalan ke arah kamarnya.
*
(Namakamu) terbangun, dia merasakan kalau tubuhnya ke kurangan cairan alias haus. Awalnya (namakamu) ingin membangunkan Iqbaal untuk menemani ke dapur, tapi melihat Iqbaal yang masih tertidur pulas, (namakamu) mengurungkan niatnya.
Ruang keluarga gelap, hanya ada satu lampu yang menerangi rumah ini yaitu lampu di dapur. (Namakamu) berjalan ke dapur dengan langkah kesusahan, dia merasakan kalau kandungannya semakin besar dan membuatnya sangat sulit bergerak. Sebelum benar-benar masuk ke dapur, (namakamu) sempat melemparkan pandangannya ke lemari jelek itu. Sangat mengganggu pikirnya.
Awalnya, (namakamu) merasa kalau dia biasa saja, tapi lama kelamaan saat dirinya sudah sepenuhnya masuk ke dapur. (Namakamu) seperti merasakan kalau dia sedang di ikuti. Membuang rasa penasarannya, (namakamu) memutar badannya dan mengedarkan pandangannya ke segala arah.
Tidak ada apa-apa, batinya. (Namakamu) melanjutkan perjalanannya menuju tempat air minum berada, dan... Tunggu.
(Namakamu) memutar badannya, saat itu juga matanya tertumbuk pada benda asing yang beberapa jam ini mendadak familier di matanya. Di kursi dekat jendela, sebuah boneka berjenis pinokio terduduk. Awalnya (namakamu) merasakan tidak ada yang aneh karena seingatnya dia meletakan boneka itu di dalam lemari jelek itu. Dan kedua, bagaimana mungkin boneka itu bisa berada disini? Apakah Iqbaal memindahkannya?Tidak, Iqbaal belum terbangun sejak pulang atau Jessica? Pemikiran kedua sepertinya bisa di terima, namun seingat (namakamu) gadis itu langsung masuk ke kamar dan mengunci kamarnya. Ahh, yang anehnya lagi, posisi boneka itu seakan benar-benar di atur cara duduknya, tangannya dan letak kepalanya seakan seperti makhluk hidup yang normal.
Masih memperhatikan boneka itu, (namakamu) mengambill gelas dan menuang air ke dalamnya. Dia hanya membutuhkan waktu sepuluh detik untuk menghabiskan segelas air itu.
(Namakamu) berusaha berpikir positif kalau ada orang lain yang meletakan boneka itu. Jessica. Ya, (namakamu)pikirpasti gadis itu.
Menghela napas pendek, (namakamu) meraih boneka pinokio itu dan berjalan ke ruang keluarga dengan tergesah-gesah.Dia meletakkan kembali boneka itu ke dalam lemari. Lemari ini tidak ada kuncinya, jadi (namakamu) hanya menutupnya begitu saja.
*
Keesokan paginya, cahaya keorange-nan masuk melalui cela jendela dan menghantam dengan lembut kelopak mata kedua insan yang masih terbaring di tempat tidur. Yang wanita hanya mengerang pelan, lalu kembali memejamkan matanya. Sedangkan yang laki-laki juga mengerang namun dia langsung terbangun karena merasa kalau tubuhnya begitu segar. Sudah berapa hari dia tidak terbangun? Pikirnya.
Laki-laki itu tidak lain adalah Iqbaal. Iqbaal ingin beranjak namun saat merasakan tangannya menempel pada pelukan wanita di sebelahnya, dia mengurungkan niatnya.
Saat matanya menatap lama wajah wanita itu, Iqbaal teringat akan sesuatu.
Pertengkaran kemarin - kejadian di club lalu samar-samar Iqbaal tidak lagi mengingat kejadian selanjutnya. Bagaimana dia tiba di rumah ini, siapa yang mengantarnya dan dimana seragam kantornya.
”(Namakamu).” Sebenarnya Iqbaal tidak tega membangunkan (namakamu) yang masih dalam keadaan tidur, apalagi mengingat bagaimana polosnya wajah (namakamu) saat tertidur.
Tidak ada respon dari (namakamu), Iqbaal menggoyang-goyangkan bahu (namakamu) sambil memanggil nama wanita itu.
(Namakamu) mengerang, matanya mengerjap berkali-kali. Sedangkan Iqbaal yang menyaksikan betapa lucunya (namakmu) saat ingin bangun tidur hanya terkekeh tanpa suara. Berselang beberapa detik, Iqbaal membawa (namakamu) dalam pelukkannya dan membisikkan sesuatu, yang terdengar seperti....
”Maafin aku.”
(Namakamu) yang masih dalam keadaan setengah sadar hanya bisa membalas pelukkan Iqbaal. Wanita itu kembali memejamkan matanya. Samar-samar (namakamu) merasakan sesuatu yang hangat dan basah menempel di keningnya.

Bersambung...

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Monday, December 15, 2014

Cerbung Pinocchio - Part 8

`Pinocchio` 15+
Part 8
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
Ini ceritanya flesbek (namakamu) sewaktu Iqbaalnya lagi di godain sama Lada hitam -,- dan Part ini itu(?) Banyakan paragap daripada dialog, jadi yang cepet bosen mending like aja

•Flashback on•
(Namakamu) terbangun berkat suara ketukan di pintu, dia tidak tahu sudah sejauh mana dia menggali alam bawah sadar dan sudah berapa lama dia menyia-nyiakan waktunnya dengan tidur tidak berguna ini. (Namakamu) duduk diam selama beberapa menit di tempat tidur, membiarkan seluruh nyawanya terkumpul kembali.
Ketika indra pendengaran (namakamu) kkembali mendengar suara ketukan, (namakamu) merasakan ada sesuatu yang ganjil dengan penglihatannya,buru-buru (namakamu) berjalan ke arah cermin untuk mengecek.
”Sebentar!” Teriak (namakamu) saat mendengar suara ketukan lagi. (Namakamu) tidak tahu siapa tamu diluar, dan (namakamu) berharap kalau orang di luar sana adalah salah satu sahabatnya; Salsha, Steffie, Aldi, atau Bastian.
Bahu (namakamu) melemas saat menyadari di wajahnya ada yang terlihat aneh, tepatnya di bagian mata. Matanya tidak senormal sebelumnya. Matanya merah dan membesar, percis seperti orang yang baru saja di pukuli. Kalau mengingat kejadian kenapa matanya bisa seperti ini, (namakamu) hanya bisa diam dan tak ingin mengingat hal itu.
(Namakamu) memang seperti itu. Dia tidak bisa menangis tepat dimana ada seseorang yang membuatnya menangis, dia akan menangis setelah orang itu pergi.
Lima detik berlalu, (namakamu) tak ingin membuat seseorang diluar sana menunggu lama dan menghasilkan suara ketukan lagi. Cepat-cepat (namakamu) menyambar blazer untuk menutupi tubuhnya.
*
”Oh.. Bi Inah, maaf Bi lama, saya baru bangun tidur.” Kata (namakamu), setelah tiga detik saling bertatapan dengan Bi Inah, (namakamu) segera berbalik dan berjalan menuju dapur. Dia tidak ingin Bi Inah mengetahui wajahnya yang terlihat aneh ini.
”Engga apa-apa neng, seharusnya saya yang minta maaf. Lagi-lagi saya telat.” Bi Inah segera mengambil sapu, kemoceng, dan kain lap. Setelah itu (namakamu) tidak mendengar suara wanita paruh bayah itu lagi.
Hanya butuh waktu lima detik bagi (namakamu) untuk menghabiskan segelas air, kemudian dia berjalan menuju kamar mandi. Siapa tahu setelah dia membasuh wajahnya, bekas tangisannya yang membekas di matanya agak sedikit menghilang.
*
”Aduh neng, biar saya saja, neng mending istirahat di kamar mana tau istirahat neng tadi terganggu karena suara ketukan saya.” Bi Inah terkesiap saat melihat (namakamu) keluar dari kamar dan membawa tumpukan pakaian yang menggunung.
”Gak apa-apa, Bi.”
”Aduh neng, nanti kalau tuan Iqbaal tau, saya bisa kena marah. Tuan Iqbaal juga udah titip pesan sama saya kalau ngelarang neng ngerjain sesuatu yang bakalan ngebuat neng capek.” Mengambil alih tumpukkan pakaian, Bi Inah membawa tumpukkan itu ke arah dapur, dia masih bersuara namun (namakamu) tidak dapatmendengar suara wanita itu lagi.
Mendengar Bi Inah menyebutkan nama laki-laki itu membuat (namakamu) membeku. Bagaimana kabar laki-laki itu ya? Apa dia sudah makan? (Namakamu) tidak ingin pekerjaan Iqbaal terganggu karena pertengkaran mereka beberapa jam yang lalu. (Namakamu) mengaku salah, dia tahu kalau tingkahnya memang kelewatan batas normal.
(Namakamu) Mengambil ponselnya, dia langsung menekan 12 digit nomor ponsel Iqbaal. Dalam hitungan detik saja panggilan sudah bersambung. (Namakamu) menunggu panggilan terjawab sambil mengigit bibir bawahnya gelisah. Lama sekali! Apa Iqbaal benar-benar marah padanya atau laki-laki itu sedang mengadakan pertemuan? (Namakamu) masih mengingat betul tentang meeting kemarin yang di undur.
”Gak di angkat.” (Namakamu) menghela napas, mungkin Iqbaal sedang mengadakan pertemuan.
Iqbaal tidak mungkin marah padanya, Iqbaal tidak akan marah padanya dan kalaupun Iqbaal marah padanya, dia akan memaafkan (namakamu). (Namakamu) berusaha berpikir positif, karena tiba-tiba saja dia merasakan tubuhnya melemah. Dia seperti baru saja berlari tanpa henti hingga paru-parunya pecah. Duduk di sofa, (namakamu) memijat keningnya pelan. Perlahan namun pasti, (namakamu) mulai bisa menstabilkan dirinya sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, samar-samar pandangan (namakamu) yang agak kabur itu mendapati sebuah lemari besar yang terletak di sudut ruangan. Sesudah pindah disini memang (namakamu) belum mengecek segala furniture, dia bahkan tak ingat kalau dia mempunya lemari besar itu. Dan menurut (namakamu) lemari itu sangat mengganggu pemandangannya.
Lemari itu berwarna hitam kumal dan sungguh sangat tidak terawat tapi saat (namakamu) menyentuh benda itu, dia tidak merasakan debu yang menempel. Berarti lemari ini sudah di bersihkan hanya saja bentuknya yang jelek dan kumal membuat orang-orang berpikir kalau benda ini semenjijikan penampilannya.
Penasaran apa isi dalam lemari itu, (namakamu) mengarahkan tangannya untuk menarik slot pintu lemari.
Dimittis, sed chaos Mox vidimus.
(Namakamu) merasakan seperti ada angin yang menyelinap masuk ke dalam telinganya, embusan dari dalam lemari yang sepertinya seakan ada kehidupan. (Namakamu) mundur dan menutup pintu lemari. Dia berdiri dan berdiam dengan sikap mengamati. Dia benar-benar mengamati, dan saat tangannya menyentuh sebuah goresan yang seperti sebuah ukiran. (Namakamu) mengetahui kalau itu adalah sebuah tulisan Yunani. Apa lemari ini datang dari masa Yunani? Tapi rasanya tidak mungkin, atau mungkin saja lemari ini made in Yunani? Lucu juga. Tapi opsi kedua lebih bisa di terima akal pikiran (namakamu).
Sepasang mata (namakamu) menerang ke bawah, merasa tidak menemukan apa-apa. (Namakamu) memutar balik badannya dan berjalan menujuu sofa.
Tapi tunggu!
Langkah (namakamu) terhenti saat dia menyadari hal aneh pada permukaan lantai. Mundur dan berbalik, (namakamu) sedikit berjongkok untuk memastikan kalau yang dia lihat memang benar.
Sambil menerawang, (namakamu) meraba-raba permukaan lantai yang terbuat dari kayu itu dengan tangannya. Tepat di bagian sudut dinding, tepatnya juga di bawah tempat lemari itu berdiri, (namakamu) menemukan sebuah lubang hitam yang begitu kecil, seukuran dengan kotak cincin yang dia miliki hanya saja lubang itu bentuknya tidak beraturan.
(Namakamu) mengedarkan pemandangannya mencoba mencari-cari sesuatu yang bisa dia masukan ke dalam lubang itu, dan yang (namakamu) temukan hanya sebuah kayu panjang berdiameter satu cm, yang berada dalam pot hiasan.
Memasukan kayu itu, (namakamu) mencoba menggerak-gerakan kayu yang sekarang sudah hampir sepenuhnya masuk. (Namakamu) memutar-mutar kayu itu, dan dia sama sekali tidak menemukan cela bahwa artinya di dalam sana seperti ada sebuah.....err,(namakamu) bahkan tidak tahu apa kata yang tepat untuk menjelaskan sesuatu yang sedang dia selidiki ini.
Tanpa (namakamu) duga, kayu yang lumayan panjang itu terjatuh dan...... menghilang. Yang benar saja, kalau kayu itu bisa sampai tenggelam, kemungkinan besar bahwa di dalam lubang itu—tepatnya di bawah rumah ini—ada sebuah lubang besar. Ruangan? (Namakamu) menggeleng.
”Neng makanannya udah selesai. Semua pekerjaan udah saya selesaikan, piring kotor, pakaian kotor. Pokoknya segala semua kekacauan di rumah ini sudah saya selesain, hanya saja pakaian belum saya jemur...,” suara Bi Inah tiba-tiba muncul di ujung dapur, suara yang awalnya hanya seperti sebuah bisikan perlahan menjadi menggelenggar. Menjeda kalimatnya, Bi Inah bersuara lagi. ”Hmm, mendung takutnya sewaktu saya jemur eh malah hujan.”
”Yaudah, Bi, nanti biar saya aja yang jemur kalau cuacanya udah agak cerah.” Kata (namakamu). Mendung? Pantas saja (namakamu) merasakan hawa dingin, terlebih lagi rumah ini terbuat dari kayu. Hanya kamar dia dan Iqbaal yang terbuat dari tembok.
”Jangan deh, gimana kalau seandainya neng lagi jemur pakaian terus tuan Iqbaal pulang? Haduh, bisa gawat karir saya di rumah ini.” Bi Inah masih tetap bersikeras dengan pesan yang di titipkan Iqbaal. Dia tidak ingin melanggar peraturan itu.
”Gak apa-apa, Bi. Nanti biar saya yang jelasin sama suami saya,” agaknya udara di luar memang sangat dingin, itu bisa di lihat dari daun-daun yang berterbangan dan ranting pohon yang bergoyangan. Jadi (namakamu) berjalan ke kamarnya untuk mengambil jaket yang lebih tebal. ”Lagian suami saya udah gak ada baju lagi, dan kayaknya sebentar lagi bakalan turun hujan.”
”Iya juga sih, neng, kok baju Tuan Iqbaal bisa banyak gitu yang kotor? Bajunya doang loh.” Bi Inah yang memang bingung dengan tumpukkan pakaian yang lebih dominan dengan baju kotor Iqbaal, mau tidak mau bertanya.
”Oh itu.” Mengingat itu (namakamu) hanya bisa tersenyum geli.
Melihat (namakamu) yang mendadak aneh itu, Bi Inah hanya melongo sambil tak lepas pandangan dari wajah (namakamu).
*
Sekitar setengah tiga, (namakamu) menjemur pakaian yang sudah di cuci oleh Bi Inah. Kala itu langit sudah cerah walaupun masih ada goresan kapas hitam di langit timur. Karena takut kalau Iqbaal pulang cepat, Bi Inah memilih untuk pulang lebih lama dan membantu (namakamu) menjemur pakain-pakaian.
Setelah membantu (namakamu) menjemur pakaian, Bi Inah pamit pulang. Tapi kali ini (namakamu) tidak melihat anak laki-laki Bi Inah menunggu di halaman rumahnya.
”Who is that girl i see staring straight back at me...when will my reflection show who i am inside...” (Namakamu) bersenandung ria saat menapaki kakinnya di teras rumah, menyandungkan sebuah lagu berjudul Reflection, salah satu lagu teranyar dari Chirtina Aguilera. (Namakamu) bahkan juga ingat kalau lagu itu menjadi soundtrack dari animasi Disney Mulan.
(Namakamu) harus ke dapur dulu untuk meletakan ember besar di kamar mandi. Padahal (namakamu) sangat lelah, benar kata Iqbaal kalau dia harus banyak istirahat dan menjauhkan segala pekerjaan rumah. Haaa! Menyebut nama laki-laki itu saja (namakamu) sudah kepikiran, bagaimana ya keadaanya sekarang? Apa (namakamu) perlu menghubunginya lagi?
Baru saja (namakamu) duduk di sofa dan ingin menghubungi Iqbaal dengan ponselnya, sepasang matanya kembali menangkap sebuah benda yang sangat asing. Padahal hanya sebuah lemari, tapi mengapa (namakamu) terlalu membesar-besarkan persoalan itu. Tidak, bukan hanya itu, dan (namakamu) merasa kalau dia tidak membesar-besarkan tentang lemari. Lemari itu menganggungnya,seharusnya lemari sebesar dan sejelek itu tidak berada disini.
Pikiran (namakamu) melayang-layangsaat matanya tertumbuk dengan lubang itu. Agaknya rasa penasaran (namakamu) sudah memuncak, jadi dia dengan gerakkan tubuh tidak sabar berjalan tergesah-gesah menuju lemari.
”Errr...” (Namakamu) tahu tindakkannya ini sangat bodoh, tapi kalau dia rasakan lama-lama ternyata lemari ini bereaksi juga. (Namakamu) dengan segala ketololannya mendorong lemari besar itu. (Namakamu) penasaran dengan lubang itu. Hanya itu. Siapa tahu saja disana ada harta karun.
”Hufftt...,” Peluh mulai membasahi sekujur kening hingga pelipis (namakamu), tangan (namakamu) meraba ke perutnya lalu berkata. ”Maafkan ketololan ibu, nak.” Kemudian (namakamu) menghela napas dan mendorong lemari itu, bahkan dia sempat menjede dorongannya dan menendang lemari itu agar berpindah. ”Ughh! Sedikit lagi.”
Sedikit lagi? (Namakamu) menengok ke arah sudut lemari. Lemari itu hanya bergeser setidaknya lima centi.
”Demi dewa neptunus, gue udah capek please!” Teriak (namakamu) kesal dan terdengar bodoh. Namun, meskipun lemari itu hanya bergeser sedikit (namakamu) tidak gampang menyerah, dia terus mencoba lagi, lagi dan lagi sampai dia benar-benar mendapatkan apa yang dia ingin.
Drrkk!
Merasa kalau dorongan kali ini membuahkan hasil, (namakamu) bisa mendengar suara lemari itu bergeser.
Tiba-tiba saja indra penciuman (namakamu) seakan tersengat oleh bau yang begitu menyengat. (Namakamu) mundur dan langsung muntah karena saking tidak tahannya dengan bau tersebut.
”Uueek.... Gila! Itu keburun tikus ato apasih! Bau bangettt!” Dumel (namakamu) sambil mencak-mencak seakan dia tidak ingat kalau dia sedang mengandung.

Bersambung..


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

Cerbung Aliando Prilly - My Girl Part 8

Ali masih dlm posisinya, masih mencengkram Prilly dan tinjunya siap melayang k wajah Prilly. Prilly pun memejamkan mata, nampak ketakutan.
Alatas akhirnya bisa lepas dri grandma dan dpt menyusul k kamar Ali.
"ALIII!!!" Kaget alatas melihat Ali yg hendak memukul Prilly.
"Loe ap apaan sih??!!" Alatas menarik Ali menjauh dri Prilly.
"Berhenti bersikap kayak anak kecil!!! Biar bagaimanapun juga.... Al it kakak elo!!!" Bentak Alatas. Ali hanya terdiam, ia masih memikirkan soal liontin yg dipakai Prilly.
"Ayo, Al.... kita pergi!!!" Alatas lalu menarik Prilly keluar dri kamar it. Giliran grandma yg masuk...
"Ihhh... alatas knpa jd belain anak haram it sih??!! Ali... Ali... kita harus gimana nih??!!" Grandma menggoyang2 tubuh Ali yg masih mematung.
"Grandma apaan sih??! Tinggalin Ali!!! Ali pengen sendiri!!!"
"Loh??!! Kok kmu jd marahnya k grandma sih??! Harusnyakan k anak haram it dan k alatas!!!"
"Grandma..... please... Ali lagi pengen sendiri!!!" Pinta Ali, grandma pun keluar kamar dengan kesal.
"Huh!!! Kamu nggak asik!!!! Grandma jd makin pusing!!!"
Sekarang Ali sudah sendirian d kamarnya, pikirannya dipenuhi tentang masalah liontin yg d pke Prilly.
"Liontin it.... nggak salah lagi.... itu liontin sama persis dg liontin milik orang yg gue tabrak.... atau mungkin... " Ali mengobrak abrik ranjangnya, mencari liontin yg disembunyikannya dibawah bantal.
"Nggak ad.... nggak ad.... bener juga.... kemarinkan dia beresin kamar gue...sial!!! Sebenernya siapa sih, dia??! Ap bener dia Al??!! Tapi....arrkkk!!" " Kesal Ali karna tdk menemukan liontinnya.
Tiba2 ia teringat pd Fero "Fero.... bener juga, Fero pernah ketemu sama Al... dri Fero gue bisa tau, dia Al yg asli atau bukan!!! Gue harus temuin Fero.... biasanya jam segini Fero masih dirumahnya!!!" Ali segera mandi, berganti baju, dan pergi kerumah Fero.
Vino sudah sampai d kantornya bersama alatas dan Prilly. "Al, ini adalah kantor papa.... mulai hari ini kamu bisa bekerja d sini membantu2 papa.... suatu hari nanti, kantor ini akan menjadi milik kamu!!!" Ucap vino bersemangat, ia senang sekali bisa kembali bersama dg putanya kembali.
"Oh, iya... alatas!!! Tolong bantu Al ya!!!"
"Siap, om!!! It ud pasti.... " alatas merangkul Prilly akrab.... sedangkan Prilly hanya tersenyum bingung tdk tau harus berbuat ap.... Al memang mahasiswa lulusan terbaik tahun lalu seindonesia, tp Prilly.... Prilly hanya lulusan SMA saja.... lalu bagaimana caranya ia bekerja d perusahaan???!
Ali akhirnya tiba dirumah Fero..... untungnya Fero masih ad d rumah, kelihatannya ia mau berangkat k kampus.
"Hai, Li!!! Tumben elo k rumah gue.... ad urusan ap nih??!!" Sambut Fero yg melihat Ali ad d depan rumahnya.
"Fer.... kemarin elo bilang pernah ketemu Al kan??!"
"Iya... emang kenapa??! Nggak percaya loe??!"
"Emm... elo punya fotonya Al nggak??!!"
"fotonya Al??!! Kenapa loe nanya fotonya Al k gue??! Elo kan adek nya... kalian serumah.... kenapa elo nggak minta langsung aj foto k AL!!!"
"ud deh, elo punya fotonya nggak??! Penting nih... gue bener2 butuh foto it!!! "
Melihat Ali yg bersungguh2, Fero pun mengambil hp dri sakunya.
"Emmm... kayaknya gue masih simpen foto2 waktu acara kampus kita sma kampus Al kemarin d hp gue .... " Fero terlihat mengotak2ik hpnya, lalu...
"Nah, ini.... ini bener Al kan??! Kakak loe!!!"
Ali langsung mengambil hp Fero dan melihat fotonya.... Ali melotot kaget... foto it.... it foto yg ad d liontin orang yg ditabraknya ....jd it Al... lalu yg dirumahnya siapa??!!
Ali melihat2 foto lain d hp Fero, lalu ia menemukan foto Al bersama Prilly.
"Klo yg ini.... ini siapa??!!" Tanya Ali nampak gelisa.
"Ooo dia ... Al bilang sih it ceweknya !!! Cantik ya!!!...emmm ...atau jangan2 elo k sini mo cari tau soal cewek nya Al ya... haha... jangan2 loe mo ngerebut ceweknya Al lagi.... Ali... ALi... otak play boy loe it nggak ilang2 ya...masak cewek kakak loe, loe mo rebut juga... hehe...." goda Fero yg tau klo Ali sering ganti2 pacar .
Tp Ali hanya diam saja.... otaknya benar2 dipenuhi pertanyaan2 tentang ap sbenarnya yg terjadi pd Al, sehingga Prilly nekad menggantikannya.... ap Al meninggal karna kecelakaan it???!!

BERSAMBUNG

Karya : Dilla
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan

Friday, December 12, 2014

Cerbung Pinocchio - Part 7

`Pinocchio` 15
Part 7
O-o-o-o-O
Warning: Bagi yang masih kecil! (Sadar diri) jangan baca part ini! Part ini terlalu menstrimmmmm. Okey! Tapi kalo misalkan masih mau baca, ydh sih, baca aja _- tapi kalo di akherat lo di seret ke neraka jangan bawa-bawa nama gue ya.. *deal*

***
Kepala (namakamu) yang awalnya terfokus dengan layar televisi—dia sedang menyaksikan sebuah drama—perlahan mendongak, lantaran mendengar ketukan suara sepatu pantofel di lantai. (Namakamu) mengalihkan kembali pandangannya ke layar televisi, dia masih kesal dengan laki-laki itu yang seenak nya saja mengajak gadis lain menginap di rumah ini. Apalagi Iqbaal belum meminta izin kepada (namakamu), memangnya dia sudah tidak menganggap (namakamu) sebagai istrinya lagi. Dan yang membuat (namakamu) semakin kesal adalah tadi pagi, Iqbaal dengan ngototnya memaksa agar sih Jessica tinggal di sini selama dia berada di Indonesia.
Iqbaal sudah lengkap dengan seragam kantornya, hanya saja, tuksedo hitam yang biasanya menutupi kemeja putihnya itu tak dia pakai melainkan tersampikan di bahunya. Dia berjalan menghampiri (namakamu) sambil membenarkan simpul dasinya, mengancing lengan baju dan lehernya. (Namakamu) yang semula memandang ke arahnya buru-buru memalingkan wajah. Gadis itu masih marah. Cara duduk dan tingkahnya yang tidak sopan masih di tunjukkan. Memangnya apa salahnya? Dia hanya mengajak Jessica temannnya—mantan kekasihnya—untuk tinggal disini selama beberapa hari. Lagipula Jessica itu yatim-piatu, dia tidak punya keluarga lagi. Apasalahnya membantu.
(Namakamu) masih terfokus dengan drama yang sedang di tayangkan, sementara Iqbaal sudah duduk di sebelahnya masih membenarkan simpul dasi. Memangnya wanita itu tidak ada niat sedikitpun untuk membantunya?
”Aku mau ke kantor sebentar, mau buat surat cuti,” kata Iqbaal menjelaskan kepada (namakamu) soal dirinya yang sudah berpakaian rapi, walaupun (namakamu) tidak bertanya, tidak ada salahnya kan dia memberitahu. Tapi (namakamu) tidak merespon. ”(Namakamu), kamu masih marah?”
Tidak ada jawaban, (namakamu) malah menguap sekenak jidatnya.
Menghela napas, Iqbaal harus sabar menangani tingkah (namakamu) yang ke kanak-kanakan.
”Oemji!” (Namakamu) tersedak, dia agak mencondongkan wajahnya ke arah televisi agar bisa melihat dengan jelas adegan di drama yang sedang berlangsung. (Namakamu) terkekeh mesum. ”Lee Minho.” Gumamnya sambil memasang puppy eyes, belum sempat imajinasi (namakamu) melambung tinggi layar televisi yang semulanya memperlihatkan scene kissing dalam drama mendadak menjadi gelap. Dan itu terlihat menyebalkan!
(Namakamu) memutar wajahnya perlahan, dengan rahang yang mengeras dia melihat Iqbaal baru saja meletakan remote tv di meja. Berarti laki-laki itu yang dengan sengaja mematikan televisi. Oh! Shit!
”Kamu denger gak, aku bicara apa sama kamu?”
Mengerucutkan bibirnya, (namakamu) memalingkan wajah songongnya kembali menatap televisi, dia sedikit merayap ke dekat televisi untuk menekan turn on dan televisi kembali menyala.
Iklan.
”Sialan.” Umpat (namakamu) pelan, tapi dia tidak mengalihkan wajahnya dari televisi. Kemudian (namakamu) menggeser meja agar lebih dekat dengan televisi, lalu (namakamu) menopang dagunya dengan tangan. Dia merasa nyaman dengan posisi seperti ini.
”Ssshh, (namakamu) nontonnya jangan deket-deket. Gak baik buat mata kamu.” Kalau tadi televisinya yang menjadi gelap, sekarang pandangan (namakamu) yang menggelap. Laki-laki itu menutup penglihatan (namakamu) dengan tangannya.
(Namakamu) menepis tangan Iqbaal. ”Lo masih peduli sama gue?”
Tubuh Iqbaal agak bergetar mendengar kalimat tidak sopan (namakamu) dan nada dalam kalimat itu naik dua oktaf.
”Aku suami kamu, jelas aku peduli sama kamu.”
”Oh.”
Baru saja (namakamu) merasa nyaman dengan pandangan di hadapannya karena iklan sudah berakhir, tiba-tiba tubuh Iqbaal yang besar itu menutupi pemandangannya.
”Jangan nonton deket-deket.” Kata Iqbaal penuh penekanana. Lalu dia duduk di hadapan (namakamu), menompang dagunya dengan tangannya. Percis seperti apa yang (namakamu) lakukan.
”Minggir.” Ucap (namakamu) tak ramah.
”Engga ada orang yang mau dengerin perkataan kamu, kalau kamu sendiri bicaranya gak santai gitu.”
(Namakamu) mencibir. ”Terus gue peduli?”
Iqbaal menghela napasnya lagi, kali ini di iringi dengan bergetarnya tubuhnya.
”Aku gak suka sama sikap kamu yang kayak gini.” Kata Iqbaal dingin. Garis wajah laki-laki itu berubah serius, pandangannya kepada (namakamu) juga tidak selembut sebelumnya.
”Terus gue peduli?” Tidak ada sedikitpun ketakutan yang tergambar di wajah (namakamu).
Brak!
Kesabaran Iqbaal habis, tampaknya wanita ini memang benar-benar sengaja membuatnya marah. Padahal Iqbaal sudah menanamkan kalau dia tidak akan pernah ingin marah kepada (namakamu) dalam benaknya, tapi melihat sikap (namakamu) yang seperti ini. Laki-laki mana yang tidak kesal melihatnya.
”Cukup (namakamu)! Kamu pikir aku ini temen kamu? Musuh kamu? Aku ini suami kamu! Bertingkah yang sopan!” Geram Iqbaal, bahunya yang naik-turun bersamaan dengan embusan napasnya yang tak teratur seakan menjadi sinyal kalau dia sedari tadi memang menahan emosinya. ”Dimana sopan santun kamu sama aku?! Apa kamu pikir tingkah kamu itu lucu?! Kalau kamu menganggapnya lucu, ITU GAK LUCU SAMA SEKALI BAGI AKU!”
Hening. Setelah terdengar suara Iqbaal yang menggelegar hampir mengisi seluruh seantero rumah ini, tidak ada suara apa-apa lagi yang terdengar. Hanya suara desahan napas Iqbaal yang masih memburu.
Sedangkan (namakamu) yang jelas-jelas perkataan Iqbaal itu untuknya. Wanita itu hanya diam seperti patung yang bernyawa. Dia tidak bereaksi sedikitpun dan dia sama sekali tidak meneteskan air mata sedikitpun. Sepertinya bentakkan Iqbaal itu membuat seluruh saraf dalam tubuhnya berhenti bekerja. (Namakamu) tidak pernah melihat Iqbaal seperti ini sebelumnya. (Namakamu) shock dan itu membuat sesuatu paling sensitif dari dirinya seperti retak dan pecah.
Iqbaal mengusap wajahnya, dia merasa bersalah karena tidak bisa menahan emosinya seperti tadi. Dia meledak-ledak seperti orang gila tanpa memikirkan kalau wanita itu sedang mengandung. Mungkin saja itu bawaan bayinya, padahal dulu (namakamu) sempat secara terang-teranganmengatakan kepada Iqbaal kalau wanita itu membencinya. Dalam kurun waktu sebulan lebih, (namakamu) bertingkah sesuka hati terhadapnya, tapi Iqbaal tidak pernah marah seperti ini.
”(Namakamu), maafin ak...” Belum sempat Iqbaal menyelesaikan kalimatnya, (namakamu) sudah bergerak dan menghambur pergi. Wanita itu masuk ke dalam kamar, dan tak lupa membanting pintu sekuat tenaga.
O-o-o-o-O
Seharusnya Iqbaal tidak pergi kesini, seharusnya dia menemani (namakamu) di rumah dan menjaga wanita itu. Wanita yang sedang mengandung anaknya. Tetapi pertengkaran beberapa jam yang lalu membuat Iqbaal berpikir kalau dia butuh menenangkan pikirannya sendiri dan itu mungkin juga berlaku kepada (namakamu).
Alunan musik yang sangat keras mengisi pendengaran setiap manusia yang berada dalam ruangan ini. Ruangan yang di terangi dengan lampu kelap-kelip ini tampaknya sudah menjadi tempat memanjakan bagi setiap orang yang merasa kalau kehidupan diluarnya terasa kacau.
Iqbaal baru meneguk tiga gelas wine berukuran kecil, tapi penglihatannya sudah buram. Ini pertama kalinya dia pergi ke tempat seperti ini dan mencoba minuman yang rasanya sangatlah tidak enak. Namun seiring dia mencobanya, minuman itu sekarang mulai bisa di cerna dengan baik oleh indra perasanya.
”Liat deh, ganteng banget. Menurut lo duitnya banyak gak?”
”Dari stylenya sih kayaknya orang berduit. Kenapa? Lo mau coba.”
”Hmm, tapi dari sikapnya yang terasing dari yang lain kayaknya dia kesini cuma untuk ngilangi stres doang. Palingan bentar lagi juga udah tumbang,” Teliti seorang gadis, yang sepertinya adalah orang tetap dalam club ini. Dia hanya mengenakan bladzer hitam kecil dan rok span yang hanya menutupi sebagian pahanya. ”Tapi kayaknya boleh deh.”
Kedua gadis itu berjalan ke arah sofa yang ada di sudut ruangan, sofa panjang yang hanya di huni oleh seorang laki-laki yang keadaannya hampir mengenaskan. Gadis yang mengenakan blazer hitam langsung duduk-merapat pada laki-laki.
”What's your name?” Tanyanya dengan suara nakal.
Laki-laki itu tampak kaget dengan keberadaan gadis yang tak di kenalnya. Dia segera menjauhkan tubuh gadis itu yang sekarang menggelayut manja di badannya.
”Ssh.., kamu siapa?”
Tersenyum miring, gadis itu menyebutkan namanya. ”Namaku Mawar. Nama kamu...,” dia menjeda ucapannya, tangannya yang menggenggam segelas minuman dia sodorkan kepada laki-laki itu. ”Siapa?”
Walaupun awalnya menolak, laki-laki itu akhirnya menerima minuman dari Mawar yang dalam hitungan detik langsung di muntahkan oleh laki-laki itu.
”Anak mami.” Gerutu teman Mawar.
Tidak menjawab pertanyaan dari Mawar, Mawar kembali bertanya. ”Kamu sendirian? Temen kamu mana?”
Mengusap wajahnya, seolah dengan begitu laki-laki itu mendapatkan kembali kesadarannya. ”Kamu siapa?” Dia mengulang pertanyaannya dengan mata yang mengerjap berkali-kali.
Mawar hanya tersenyum tipis, dia mendekatkan wajahnya, dan membisikan sesuatu. ”Namaku Mawar,” Di kecupnya pipi laki-laki itu setelah selesai menyebutkan namanya. ”Kamu mabuk berat. Kayaknya hanya perlu sekali permainan.”
”Namanya Iqbaal.” ucap teman Mawar memberitahu sambil memperlihatkan kartu tanda pengenal yang terlampirkan di tuksedo laki-laki itu.
Mawar tak menanggapi perkataan temannya, dia segera melancarkan aksinya. Tangannya bergerak, menelusuri setiap lekukan badan Iqbaal dan berhenti tepat di bagian kancing paling atas. Saat hendak membuka kancing pertama, Iqbaal menepis tangannya dan bersuara.
”Jangan di buka, nanti istriku marah.” Katanya, yang terdengar hanya seperti gumaman sengau. Mawar menghiraukan perkataan Iqbaal. Dia melanjutkan aksi gilanya. Tidak sampai satu menit Mawar membuat laki-laki itu dalam keadaan setengah telanjang. Mawar tersenyum puas.
Tidak cukup dengan hanya begitu saja, Mawar merubah posisinya yang kali ini duduk di pangkuan Iqbaal. Dia mulai bermain seperti sebagaimana biasanya dia melayani orang-orang.
Wajah laki-laki itu yang semulanya tidak berekspresi perlahan berkerut resah, seakan ada sesuatu yang mengusik dirinya. Mawar sepertinya sudah melupakan segalanya, dia sudah terbuyai dengan permainan yang di buatnya sendiri. Suara desahan, erangan dan pekikan kurang senonoh terlontar dari mulut gadis itu. Dia bahkan sudah melepas blazer hitamnya dan kaos dalam yang dia kenakan sudah melorot, membuat bagian badan atasnya yang kurang senonoh terekspos jelas. Mawar mendongakkan wajahnya, melihat betapa menggodanya bibir laki-laki itu. Meraih kepala Iqbaal, Mawar mencondongkan kepalanya dan melum....
Plak!
Bibir Mawah bahkan belum sempat mendarat di bibir Iqbaal. Tiba-tiba saja dia merasakan sebuah tamparan yang begitu pedih. Tak hanya itu seseorang di belakangnya dengan sekenaknya menarik kaos dalamnya sampai dia terjatuh ke lantai.
Orang-orang yang melintasi tempat itu, dan siapa saja yang melihat kejadian Mawar terjatuh terkekeh sangat besar.
”Wanita jalang! Apa yang kamu lakukan terhadapnya!”
”Brengsek!” Umpat Mawar sambil menaikkan be-hanya yang melorot. ”Lo siapa, hah? Cewek baik-baik? Cewek baik-baik gak mampir ke tempat yang beginian.”
Plak!
Bukannya menjawab pertanyaan Mawar, gadis itu malah melayangkan satu tamparan lagi ke wajah Mawar.
”Pergi dari sini.” Katanya.
Mawar menggeram, dia begitu kesal dengan kehadiran gadis ini yang karena kehadirannya merusak suasana indah, yang Mawar buat. Mawar mengambil blazernya dan memakainya, dia mendekat ke arah gadis itu dengan tampang tidak terima.
”Lo itu siapa! Urusan lo apa sama cowok ini!”
Gadis itu sedang memasang kancing Iqbaal, hingga akhirnya badan laki-laki itu tertutup sempurna.
”Istriku—(namakam..” Iqbaal tersadar, dan berpikiran kalau gadis yang sedang membenahi dirinya ini adalah (namakamu). Istrinya. Jadi dia meraih tengkuk gadis itu dan mengecupnya. Walaupun sebentar hal itu tampak begitu tulus.
Ketiga gadis yang ada disitu terdiam sejenak. Terlebih lagi gadis yang baru datang itu. Laki-laki itu berpikir kalau dia adalah istrinya. (Namakamu). Dan dengan sekenaknya dia mencium bibirnya.
”Sialan,” umpat Mawar merasa malu sekaligus muak dengan gadis di hadapannya, dia bahkan sudah mati-matian mencumbu laki-laki itu dan giliran saat dia ingin mencium bibirnya malah terhalang dengan tingkah gadis sialan itu.
”Kenapa kamu masih disitu?” Tanyanya. Dan Mawar langsung beranjak sekaligus menunjuk waajah gadis itu tanpa bisa mengucapkan sepatah katapun.
”Hei kamu! Gadis yang satunynya,” tiba-tiba saat Mawar dan temannya sudah mau pergi, Gadis yang sekarang sedang berusaha membangunkan Iqbaal memanggil teman Mawar. Teman Mawar menoleh. ”Cepat kembalikan dompet dan jam tangan Iqbaal.”
Mengeram kesal, teman Mawar mencampakkan dompet dan jam tangan Iqbaal dan mendarat tepat di meja.
*
Setelah menghadiri pertemuan yang di selengarakan di lantai sepuluh. Jessica tidak menyangka dia akan bertemu Iqbaal di tempat seperti itu. Kalau saja lift tidak rusak dan memaksanya untuk turunn di lantai lima. Jessica sangat terkejut melihat Iqbaal sudah menjadi bulan-bulanan gadis tadi, bagaimana kalau (namakamu) melihat atau siapa saja yang melihat itu dan menberitahukan kepada (namakamu).
Dan sekarang, Jessica sedang mengendarai Lexus silver milik Iqbaal. Awalnya dia ragu untuk mengantar Iqbaal pulang karena 'apa kata (namakamu) kalau melihat' Iqbaal dan Jessica pulang bersamaan dengan keadaan Iqbaal yang mabuk seperti ini.
Iqbaal mabuk. Memikirkan itu saja Jessica sudah shock, bagaimana kalau (namakamu) melihat Iqbaal? Ahhh, pasti wanita itu akan sangat terpukul.
*
Tok.. Tok..
Ini ketukan pertama Jessica, dan dia sabar menunggu. Dia mengedarkan pandangan kesekitar dan sangat terkejut ketika menemukan (namakamu) sedang duduk di ayunan seorang diri.
Wanita itu melihat mereka, tapi kenapa dia hanya diamn saja?
”(Namakamu).” Panggil Jessica dari teras rumah.
(Namakamu) tidak menjawab. Jessica berjalan menurunbi undakkan rumah untuk menghampiri (namakamu), saat Jessica sudah berjarak dua meter di hadapan (namakamu). Jessica tercengang, perasaan tak enak merajai tubuhnya dan memori dalam kepalanya terbuka memutar semua roll film yang tersisa.
”Kamu dapat darimana boneka itu?” Tanya Jessica gelagapan.
(Namakamu) menengadah, sebelum menjawab pertanyaan Jessica, (namakamu) memandang senang ke arah Boneka yang terbuat dari kayu-kayu kokoh itu. ”Di bawah rumah.”
Merampas boneka dari gengggaman (namakamu), Jessica memperhatikan sedetil mungkin boneka berjenis Pinokio yang sekarang dalam genggamannya. Bentuknya masih sama, namun agak kumal. Tapi yang membuat Jessica mencampak boneka itu adalah saat sudut-sudut bibir boneka terangkat membuahkan seringaian...
”Jessica!” Pekik (namakamu) marah, saat meliha boneka itu menghantam pohon besar yang berada di dekat ayunan.
”Masuk! (Namakamu)!”
”Enngga!” (Namakamu) menolak, dia berjalan tertatih menghampiri boneka itu. Tapi Jessica tidak membiarkan (namakamu) mengambil boneka itu, Jessica segera menarik lengan (namakamu) yang langsung di tepis oleh wanita itu.

Bersambung...


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

Thursday, December 11, 2014

Cerbung Pinocchio - Part 6

`Pinocchio` 15+
Part 6
Muhammad Aryanda.
o-o-o
Warning: Dialog Iqbaal dan Jessica bakalan agak baku. Bagi Readers yang sering pake Bahasa Inggris di rumahnya, gue maklumi kalo gak ngerti.
o-o-o

”Lari!”
”Jangan bersembunyi disitu. Naik ke atap!”
.
”Kalau sudah tidak terdengar apa-apa lagi, keluarlah.”
”Ibu mencintaimu.”
...
Seberkas cahaya pekat menerobos masuk dari ventilasi udara, sinar matahari pagi itu menyeruak masuk ke dalam. Mengisi ruang dalam tanpa sinar.
Iqbaal, yang menghabiskan malamnya hanya setengah berbaring di sofa putih yang berada di kamarnya. Semalaman dia terjaga karena takut hal aneh kembali terjadi. Yang dia bingung adalah hal aneh apa yang menimpah istrinya, sampai-sampai wanita itu jatuh pingsan setelah suara teriakan itu.
Iqbaal beranjak dari sofa, melangkah ke tempat tidur tanpa menimbulkan suara. Ya. Iqbaal masih mengingat jelas saat dia baru saja sampai di rumahnya, dan tak lama kemudian terdengar teriakan (namakamu) dari dalam. Dia berlari ke rumah dan mendapati (namakamu) sudah pingsan.
Iqbaal naik ke atas tempat tidur. Memperhatikan garis wajah (namakamu) ketika sedang tidur membuatnya khawatir, di kening wanita itu terdapat kerutan seakan (namakamu) sedang mengalami mimpi buruk. Tangan Iqbaal bergerak untuk menyentuh wajah (namakamu). Basah. Wanita itu juga berkeringat. Kegelisahan Iqbaal semakin bertambah, dia mengusap wajah (namakamu) yang berkeringat, lalu mengecup kening wanita itu.
Saat bibir Iqbaal masih menempel di kening (namakamu), tiba-tiba saja tubuh (namakamu) bergetar-getar dan Iqbaal bisa merasakan kalau tubuh (namakamu) tersentak.
”Haahh...haahh...haahhh...” Napas (namakamu) memburu, wanita itu menyenderkan punggungnya di kepala tempat tidur, lalu sepasang matanya yang was-was mengedarkan ke segala arah. Dan tak lama, matanya bertumbukkan dengan mata sendu Iqbaal. (Namakamu) bergerak kedepan, dan menjatuhkan tubuhnya di dalam pelukkan Iqbaal.
Kejadian tadi malam memang sungguh membuat resah pikirannya, sesuatu yang aneh, hal yang tak wajar.
”Aku takut.” (Namakamu) tersedak dan menangis. Seperti semalam, (namakamu) hanya mengucapkan dua kata itu tanpa ada rasa sedikitpun untuk menjelaskan apa yang membuatnya takut.
Iqbaal membelai punggung (namakamu) dengan sikap menenangkan.
”Tadi malam kenapa kamu teriak?”
Merenggangkan pelukkannya, (namakamu) mengusap air matanya lalu berkata. ”Tadi malam aku nungguin kamu di sofa depan, waktu aku hampir tidur ada orang yang...cekik aku.”
Kening Iqbaal berkerut, tatapan laki-laki itu menyelidik ke wajah (namakamu). ”Tapi aku yang liat kamu pingsan di sofa, dan gak ada siapa-siapa.”
Merasa kalau tubuhnya merosot, (namakamu) menegakkan tubuhnya dan memandang tajam ke arah Iqbaal. (Namakamu) tidak bohong!
”Tapi aku yang ngerasa sendiri, Baal. Coba kamu liat pasti ada bekasnya.” (Namakamu) menengadahkan wajahnya, supaya Iqbaal bisa melihat dengan jelas bagian lehernya, yang tadi malam memang terasa cukup perih.
Iqbaal meneliti leher (namakamu), mencoba menyentuh leher putih bersih milik wanita itu dengan upaya siapa tahu menemukan bekas luka seperti yang di harapkan (namakamu). Tidak sampai satu menit Iqbaal meneliti leher (namakamu), dia menghela napas pendek kemudian berpikir kalau dia harus segera mengambil cuti karena mengingat usia kandungan (namakamu) yang semakin menua, dan ternyata itu juga tidak baik untuk kesehatan (namakamu).
”Engga ada apa-apa. Masih MULUS,” Iqbaal sengaja menekan kata 'mulus' sambil terkekeh geli. ”Mungkin kamu kecapean, (namakamu).”
”Apanya yang kecapean, aku gak ada ngerjain apa-apa. Seperti yang kamu perintah.” Kesal karena sepertinya Iqbaal secara tidak lansung dia tidak percaya dengan (namakamu), (namakamu) pun beranjak dari tempat tidur dan lebih memilih untuk melihat sendiri di cermin.
(Namakamu) hampir saja menelanjangi dirinya sendiri karena saking emosinya. Dia melorotkan bagian leher piamanya, lalu mengikat asal rambutnya yang tergerai. Melihat ke arah cermin selama beberapa detik, (namakamu) hampir saja membanting parfum yang ada di cermin karena tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.
Seharusnya bekas luka itu ada. Seharusnya lehernya tidak baik-baik saja karena...sungguh tadi malam itu (namakamu) sampai tidak bernapas.
”(Namakamu),” panggil Iqbaal lembut seraya mendekat pada (namakamu). (Namakamu) tidak mengindahkan panggilan Iqbaal, dia malah menekuk wajahnya. ”Kamu jangan berpikiran kalau aku gak percaya sama kamu, cuma yah, mungkin itu agak engga logis.”
Bukannya mereda, (namakamu) malah semakin naik pitam mendengar kalimat Iqbaal. Dia berbalik dan menatap tajam Iqbaal.
”Jadi kamu pikir aku gila?!!”
Iqbaal tersentak. ”Engga, tenangi diri kamu dulu.”
”Apa yang harus di tenangi sih, Baal? Aku gak apa-apa! Aku baik-baik aja!”
”Iya, aku tahu kamu baik-baik aja.”
”Terus apa maksud kamu dengan 'kurang logis' itu?! Itu sama aja secara gak langsung kamu ngatain aku gila!”
Iqbaal menghela napas panjang, seharusnya alur dialog mereka tidak seperti ini. Seharusnya Iqbaal mengiyakan apapun yang di inginkan (namakamu). Andai waktu bisa di putar...
Yang membuat Iqbaal tersadar dari sikap (namakamu) adalah saat (namakamu) keluar dengan cara membanting pintu.
*
”Dia siapa?” Semenit (namakamu) keluar darikamar, tak lama Iqbaal menyusul dan yang membuat (namakamu) berkata seperti ini adalah saat melihat seorang gadis sedang duduk di meja makan.
Iqbaal terkesiap, dia sampai lupa untuk memperkenalkan gadis itu dengan (namakamu). Sebelum Iqbaal melakukan tindakkan, Gadis yang sedang duduk di kursi-meja makan itu bangkit dan menghampiri (namakamu).
”Hm, maaf lancang, aku Jessica temen Iqbaal.” Sambil berkata, Jessica mengulurkan tangannya ke arah (namakamu), dan tak lama (namakamu) menyambutnya. ”Kamu pasti, (namakamu) kan? Istri Iqbaal?”
(Namakamu) mengangguk linglung, jelas dia sangat bingung dengan kehadiran gadis ini di rumahnya. Dan apa tadi, dia teman Iqbaal? Berarti semalam Iqbaal pulang bersama gadis ini, apa saja yang mereka lakukan, dan apa yang terjadi dengan rapat Iqbaal, apakah mereka sempat berkencan. Kalau di lihat-lihat gadis ini cukup cantik, tapi wajahnya yang tak berekspresi itu membuat (namakamu) tak ingin memandangnya.
”Aku lupa kenalin dia sama kamu. Dia temen aku, yang gak sengaja tadi malam mobil aku—hampir— dia,” Iqbaal nimbrung, dia sampai menarik kursi lalu duduk, tepat di antara (namakamu) dan Jessica. ”Dia desainer loh, (namakamu), dan dia baru aja pulang ke Indonesia. Gak masalahkan kalau dia tinggal disini dalam beberapa waktu?” Tambah Iqbaal sambil memandang ke arah (namakamu) dan Jessica bergantian.
Jessica yang tidak tahu menau tenang 'tinggal disini dalam beberapa waktu' itu membuatnya kaget.
Butuh waktu selama hampir satu menit bagi (namakamu) untuk mencerna kalimat tolol Iqbaal yang jelas-jelas membuatnya kesal. Menginap disini? Hei! Dia pikir ini asrama, pergi dan cari penginapan sana! Enak saja!
”Terserah.” Hanya itu yang keluar dari mulut (namakamu).
”Terima kasih, tapi saya akan mencari penginapan.” Tiba-tiba Jessica bersuara. Dia benar-benar merasa tidak enak dengan (namakamu), terlebih sikap wanita itu yang sangat dingin kepadanya.
Saya? (Namakamu) mengumpat dalam hati.
”Kami punya dua kamar. Kamu bisa menginap disini. Ya kan (namakamu)?” Iqbaal beranjak dari posisi duduknya, dia sekarang berdiri dan memandang ke arah (namakamu) agar menyetujui permintaannya.
”Hmm, saya akan mengganggu privasi kalian. Tidak us...”
”Dianya aja gak mau sih, Baal! Kenapa kamu maksa-maksa! Aneh!” Bentak (namakamu) kepada Iqbaal.
Jessica tersenyum, sementara Iqbaal membelalakan matanya ke arah (namakamu). Kenapa (namakamu) jadi marah-marah?
”Terima kasih atas penginapan semalamnya. Permisi.” Sedikit membungkuk, Jessica melintasi (namakamu) dan Iqbaal yang masih saling pandang-pandangan.
”Permisi? Mau kemana? Tempat ini jauh dari Kota.” Kata Iqbaal mengingatkan. Sementara (namakamu) yang mendengar itu malah lebih milih mencubit perut laki-laki itu.
”Saya tahu harus melangkah kemana.” Ujar Jessica kalem.
”Tap...”
”Iqbaal!” Sembur (namakamu) yang merasa jengkel dengan tingkah Iqbaal.
”Aku antar sampe depan rumah.” Setelah mengatakan itu, Iqbaal segera melangkah pergi, meninggalkan (namakamu) dan menyambar lengan Jessica.
*
”Sudah sampai sini saja.”
Iqbaal dan Jessica sudah tiba di penghujung halaman rumah Iqbaal, tepatnya di pagar putih yang sudah mulai di tumbuhi beraneka bunga.
”Bunganya cantik.” Jessica memetik bunga kecil yang baru tumbuh itu.
”Beberapa hari yang lalu (namakamu) minta supaya aku tanam bunga disini.”
Seakan gemas dengan bunga itu, Jessica memain-mainkannya percis seperti anak kecil. Lalu dia menengadah dan memandang Iqbaal.
”Kandungan (namakamu) udah besar ya? Kamu harus cepat-cepat ambil cuti dan teruslah berusaha untuk selalu ada di dekatnya.”
Walau aneh mendengar kalimat Jessica, Iqbaal mengangguk.
”Kalau hari itu gak pernah terjadi, pasti yang sekarang di samping aku itu kamu.” Kata Iqbaal lemah.
Tidak ada yang bersuara lagi. Iqbaal maupun Jessica sama-sama terkejut mendengar kalimat yang lolos dari mulut Iqbaal.
”Sekaras apapun kita berusaha, kalau bukan untuk kita, kita mau bilang apa.”
Iqbaal tersenyum kecut.
*
Iqbaal sudah selesai dengan masa lalunya. Dia sempat menawarkan tumpangan kepada gadis itu, tapi Jessica tetap menolak.
Ketika sampai di dalam rumah, Iqbaal menemukan (namakamu) sedang duduk di sofa dengan kaki yang berada di atas meja, snack berserakan dan tentunya dengan televisi yang menyala.
Iqbaal tercengang. Menghela napas, dia berjalan mendekati (namakamu).
”(Namakamu), kamu kenapa kayak gitu. Gak baik ah,” Tegur Iqbaal yang memang sangat risih dengan keberadaan kaki (namakamu) di atas meja. ”Gimana kalo calon bayi kita ngeliat itu ntar dia malah nyontohi sewaktu besar. Kamu gak mau kan punya anak yang durhaka?” Sambungnya sambil menurunkan kaki (namakamu), tapi hanya tiga detik setelahnya, kaki (namakamu) kembali naik ke atas meja.
(Namakamu) yang sedang menguyah snack, seketika berhenti, dan ternyata snack itu habis. Tanpa banyak pikir, dia menghempaskan sampah snack itu ke lantai. Mengambil remote, dia mengganti saluran televisi, yang sebelumnya acara infotaiment kini menjadi acara gulat.
Tap!
Baru saja (namakamu) ingin menikmati acara itu, tiba-tiba layar sepenuhnya menghitam. Seseorang mematikan televisi itu!
Samar-samar (namakamu) mendapati Iqbaal berada di dekat televisi.
”Apa-apaan sih lo!” (Namakamu) mengambil remote lalu menghidupkan televisi lagi.
Kembali tercengang dengan sikap (namakamu), Iqbaal kembali menekan turn off pada televisi.
(Namakamu) menghidupkan lagi.
Iqbaal mematikan lagi.
(Namakamu) menghidupkan lagi.
Iqbaal mematikan lagi.
Gitu aja sampe mesin cuci ngomong kalau dia butuh di nodai -,-
”Sshh! Rese'” geram (namakamu) seraya bangkit, dari sofa dan berjalan pergi.
Iqbaal mengikutinya.
(Namakamu) berjalan ke arah dapur begitu lambat dan terkesan emosian, sementara Iqbaal yang mengekori sudah terkekeh sejak melihat (namakamu) berjalan.
”Gausah ketawa deh lo! Gak lucu!” Sembur (namakamu) seraya berbalik dan menatap garang Iqbaal.
Iqbaal berdeham. ”(Namakamu) kalo aku ada salah. Aku minta maaf.”
”Salah? Banyak salah lo sama gue! Minta maaf mulu kerja lo, gitu aja sampe gue nimang cucu.”
Sementara mereka berdebat, ada baiknya kalau..
Sih...

Bersambung....

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

Situs terkait