`Somewhere` [5]
by Muhammad Aryanda
— oOo —
”Bantu aku,” katanya.
Aku tak sempat berpikir karena takut kalau dia akan
mempermalukan Aldi di tempat umum seperti ini, jadi aku mengangguk menyetujui
permintaannya, detik itu juga kurasakan gumpalan daging terjejal ke mulutku dan
Iqbaal menghilang.
*
Selesai makan, aku dan Aldi tidak langsung pulang, kami
berjalan di pinggir pantai sambil bergandengan tangan layaknya sepasang
kekasih. Sebelum turun ke permukaan yang berpasir, Aldi menyuruhku untuk
melepas wedges yang kukenakan, sementara dia menggulung celana jeansnya.
”Udah bisa cerita?” tanyaku saat kami sudah berhenti
melangkah. Aku tidak akan berbohong kalau sejak dia mengatakan padaku kalau ada
yang ingin diceritakan; aku sangat menanti cerita itu.
Kurasakan jemari Aldi yang menggenggam jemari tanganku
semakin erat, aku menoleh ke arahnya mencoba mencari tahu apa maksud reaksi
seperti itu. Tapi yang kudapati hanya Aldi yang memandang kosong ke arah
pantai. Aku menunduk, menatap ombak kecil yang menghantap kakiku.
Hening. Hanya keheingan yang kurasakan. Detik berlalu, Aldi
tak kunjung bersuara, entah apa yang pria itu pikirkan sesungguhnya aku tak
tahu, aku tak mengerti, nyaris tak bisa menebak kalimat apa yang akan keluar
dari mulutnya, hingga akhirnya kuputusan untuk duduk di permukaan pasir lembab
ini dengan lutut tertekuk.
”Aku masih sayang sama kamu,” kepalaku terangkat untuk
menatap Aldi. Ada kebahagian yang tak bisa di jelaskan namun tertutup dengan
nada suara Aldi yang lirih dan garis wajahnya yang sedih. ”Tapi aku nggak bisa,
(namakamu), aku nggak bisa kalau terus-terusan sama kamu,” Aldi seperti
kesusahan untuk mencari kalimat yang tepat, namun dia melanjutkannya dengan
tenang. ”Aku nggak ngerti kenapa takdir berkata lain. Sayang dan cinta aku cuma
buat kamu, bukan gadis yang di jodohkan untuk aku. Tapi aku bisa apa,
(namakamu)? Aku nggak bisa apa-apa, aku cuma cowok lemah yang mencoba untuk
menyerahkan segala apa yang dia punya sama kedua orang tuanya. Meskipun aku
sayang sama kamu, tapi aku tetep nggak bisa nolak keinginan orang tuaku,”
Aku terdiam, membiarkan penjelasan Aldi tercerna dengan baik
oleh kepalaku. Dia...hanya di jodohkan pada gadis lain? Dia masih mencintai
aku? Dia tidak benar-benar mencintai gadis bernama Salsha itu? Bahuku bergetar
hebat dan kurasakan sesuatu yang basah mengalir di pipiku, satu detik berlalu
baru aku menyadari kalau aku sedang menangis.
Keheningan yang sempat tercipta di hancurkan oleh ucapan
Aldi selanjutnya. ”Jadi aku mohon sama kamu untuk ngelupain aku, dan sebisa
mungkin untuk menyingkirkan barang-barang yang pernah aku kasih ke kamu. Anggap
saja kita nggak pernah kenal satu sama lain.”
”Aku mau pulang,” pintaku dengan suara tercekat. Tanpa
menunggu persetujuan dari Aldi, aku langsung beranjak dari posisi dudukku dan
berjalan setengah berlari meninggalkannya.
Orang-orang menatapku dan Aldi dengan aneh, detik ini juga
pemikirkan mereka tentang sepasang kekasih yang saling melengkapi dan terlihat
bahagia musnah.
Memang tak pernah ada yang tahu kalau di balik air yang
tenang di pantai sana tersembunyi sesuatu yang amat mengerikan.
*
Author POV
(Namakamu) pikir, Aldi hanya akan mengantarnya sampai di
depan gedung apartemen, tapi nyatanya, pria itu sampai memarkirkan mobilnya di
basement. (Namakamu) tidak tahu apa maksud pria itu, yang jelas apapun
maksudnya, (namakamu) benar-benar sudah tidak peduli.
”Tunggu, (namamkamu),” Aldi menahan (namakamu) yang mencoba
untuk pergi.
”Apa lagi sih, Al. Kalau niat kamu memang cuma kayak gini,
seharusnya kamu nggak perlu pake acara dinner-dinneransegala! Jijik tau nggak!”
(Namakamu) menepis tangan Aldi yang hinggap di tangannya, lalu berusaha membuka
pintu, yang ternyata sudah di kunci lebih dulu oleh Aldi.
”Aku ada satu permintaan,” meskipun (namakamu) sudah seperti
gadis kesetanan yang sibuk ingin keluar dari tempat ini, tapi Aldi tetap
berbicara dengan sangat tenangnya walaupun siluet wajahnya begitu menggambarkan
kalau dia benci keadaan seperti ini. ”Aku cuma mau kamu dateng ke pernikahan
aku.”
”Gila!” Sergah (namakamu) geram. Gadis tolol mana yang mau
datang kepernikahan mantan kekasihnya yang masih dia cintai, di tambah kejadian
malam ini yang sangat memukul mental (namakamu).
”Aku mohon,”
”Kamu bisa ngertiin perasaan aku, kan, Al? Katanya kamu
masih sayang sama aku, tapi tingkat untuk memahami perasaan aku, kamu nggak
pernah bisa! Bulshit kamu, Al!” (Namakamu) menatap nanar pria di dekatnya
sambil menyeka air mata yang terus mengalir. (namakamu) benci keadaan seperti,
keadaan dimana dia harus menangisi seseorang yang ada di hadapannya. Tidak
bisakah nanti saja air mata bodoh itu keluar?!
Aldi menghela napas lalu menunduk. ”Maaf,” ada penyesalan
yang tergambar begitu jelas di wajah Aldi, namun berusaha dia sembunyikan dari
(namakamu).
Tangan Aldi bergerak untuk meraih tangan (namakamu), tapi
gadis itu langsung menepisnya. Apa (namakamu) sudah mulai membencinya? Aldi
memang meminta pada (namakamu) agar mereka tidak usah kenal satu sama lain atau
sebisa mungkin melupakan kenangan yang pernah mereka ciptakan di masa lalu,
tapi bukan seperti ini, Aldi tak ingin (namakamu) membencinya.
”Aku nggak mau kamu benci sama aku,” Aldi menatap (namakamu)
pilu, di saat (namakamu) lengah, tangan Aldi terangkat untuk menyeka air mata
(namakamu) yang terus mengalir. ”Meskipun kamu berusaha untuk benci sama aku,
tapi aku nggak akan pernah ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Selamanya kamu akan
tetap menjadi perempuan yang paling aku sayang dan cintai,” sedikit
menjenjangkan lehernya, Aldi mendaratkan kecupannya di kening (namakamu), dan
detik berikutnya Aldi merasakan badan (namakamu) terhempas ke dadanya. Aldi
rasakan kedua tangan gadis itu melingkar di badannya, memeluknya dengan erat
seakan benar-benar tak ingin kehilangan.
Sesakit inikah rasanya kehilangan? (Namakamu) seperti mengulang
kembali kejadian dimana Aldi mengatakan padanya kalau pria itu sudah tidak
mencintainya dan dia sudah menemukan gadis baru yang jauh lebih baik. Tapi ini
lebih buruk, tempo lalu Aldi mengatakan padanya kalau dia sudah tidak mencintai
(namakamu) lagi, tapi dengan sangat jelas saat ini Aldi mengatakan padanya
kalau dia masih mencintai (namakamu) namun mereka tak akan bisa bersama.
(Namakamu) merenggangkan pelukannya, tangannya yang masih
menempel di dada Aldi dengan sangat jelas bisa dia rasakan kalau kemeja pria
itu sudah basah karena air matanya.
”Maaf,” kepala (namakamu) tertunduk, dia bingung harus
berbuat apa lagi setelah ini, yang jelas mulai besok di hidupnya sudah tidak
akan ada lagi pria ini. Memikirkan itu membuat kepala (namakamu) sakit.
”Mau keluar?” Tanya Aldi hati-hati, dan secepatnya
(namakamu) menggeleng.
Tiba-tiba (namakamu) meraih tangan Aldi dan
menggenggamnya,sejenak (namakamu) terlarut dengan pemikiran yang akan dia
sampaikan pada Aldi.
”Kamu masih inget sama film favorit aku?”
”Film favorit aku juga,” sedikit demi sedikit sudut bibir
Aldi mulai terangkat hingga membuahkan senyuman. ”A Walk To Remember,”
”Apa kamu masih inget sama perkataan Landon di akhir
cerita?”
Aldi terdiam sejenak, mencoba menggali isi kepalanya yang
payah ini. ”Landon bilang sama semesta kalau Jamie adalah gadis yang sudah
menyelamatkan nyawanya dan cinta mereka ibaratkan semilir angin, mereka tak
bisa melihatnya namun mereka bisa merasakannya,”
”Begitu juga dengan cinta aku ke kamu; meskipun aku nggak
tahu pria mana yang nantinya bakalan mendampingi aku, percayalah, kalau selalu
ada nama kamu di hati aku, di ruang kusus yang nggak ada satu orang pun bisa
menempati ruang itu, termasuk pria yang akan mendampingi aku kelak.”
*
”Termasuk pria yang akan mendampingi aku
kelak...syalala...,”
(Namakamu) baru saja menginjakan kakinya di lantai
apartemennya dan langsung mendengar suara, yang sepertinya berupa ejekan
untuknya. (Namakamu) mengedarkan penglihatannya ke segala arah, mencoba mencari
sumber pemilik suara itu, walaupun dia tahu kalau suara itu milik setan sialan
itu.
”Untuk saat ini, mungkin kamu bisa bicara kayak gitu,
(namakamu),” tiba-tiba sosok Iqbaal muncul di hadapan (namakamu), reflek saja
(namakamu) langsung melayangkan wedges dan meleset. ”Tapi, suatu hari nanti
kamu bakalan termakan sama omongan kamu sendiri; nggak ada ruang kusus untuk
Aldi, yang ada hanya ruang spesial untuk pria yang akan mendampingi kamu
kelak!”
Sudut bibir (namakamu) terangkat sinis. ”Udah selesai
ceramahnya? Kalau gitu minggir, gue mau lewat!” Ketusnya, Iqbaal mengangkat
bahunya dan merasakan tubuh (namakamu) menembus tubuhnya.
”Tentunya kamu nggak lupa sama janji kamu kan?”
(Namakamu) tidak bersuara. Gadis itu tetap melenggangkan
langkahnya seakan tak mendengar apa-apa.
”Oh, lupa ya? Kalau gitu siap-siap aja besok denger kabar
buruk dari Aldi,” ancam Iqbaal, dan langsung membuahkan hasil. (Namakamu)
menghentikan langkahnya, memutar badannya sedramatis mungkin.
”Lo...,” suara (namakamu) bergetar menahan marah, tapi ketika
berbicara gadis itu nyengir seperti orang gila. ”Gue inget kok, tenang aja,
ngomong-ngomongapa yang mesti gue bantu?”
”Jadi pacar Karel,”
Mulut dan mata (namakamu) terbuka lebar. ”Sinting, seenak
jidat lo aja nyuruh gue jadi pacar orang, yang sama sekali nggak gue kenal,”
siluet tolol di wajah (namakamu) berubah menjadi murka, dia berjalan secepat
mungkin ke arah Iqbaal lalu mendelik.
”Dia yang bunuh aku,”
(Namakamu) dibuat semakin terkejut sama pernyataan Iqbaal.
”DASAR GILA, PEA, IDIOT! LO NYURUH GUE PACARAN SAMA PEMBUNUH SUPAYA DIA BUNUH
GUE TERUS LO ADA TEMEN? GITU? EMANG SETAN NIH SETAN!” Iqbaal diam saja di cerca
seperti itu, malah tiba-tiba garis wajah (namakamu) berubah bingung. ”Lo
sebenernya udah mati apa belum sih?”
”Kalau aku masih hidup mungkin aku nggak bakal bisa nembus
badan kamu kayak gini,” Iqbaal mempraktekannya.
”Bukan, bukan gitu,” (namakamu) mendadak teringat sesuatu,
meskipun menjadi seorang cenayang sangat menyebalkan tapi sedikit demi sedikit
dia bisa memahami tentang arwah yang gentayangan. ”Kalo lo emang udah mati, lo
nggak mungkin bisa gentayangan seenak jidat lo; pagi, siang, sore, malem kayak
tukang kredit. Lo pasti pernah dengerkan kalau hantu itu selalu keluar saat
malam hari atau menjelang malam? Itu karena mereka nggak bisa kena sinar
matahari, dan lo?” Tiba-tiba (namakamu) memekik. ”Mungkin itu alesannya! Muka
lo selalu aneh kalo kena sinar matahari! Iya, gue inget, sewaktu di kantor
tadi!”
Iqbaal melongo. ”Kamu serius?”
”Kasih tau sama gue dimana tempat lo terakhir kali
bernapas,” (namakamu) berjalan ke arah lemari, yang ada di sudut ruang utama,
di dalam lemari itu ada banyak sekali buku-buku tulisnya dari jaman SMA hingga
kuliah.
*
Keesokan harinya.
”Kenapa kamu tiba-tiba malah jadi antuasias kayak gini?”
Pertanyaan itu keluar dari mulut Iqbaal sedetik setelah
taksi yang membawa (namakamu) ke tempat tujuan hilang di tikungan.
”Gue cuma mau melenyapkan lo, setan, dari hidup gue,” jelas
(namakamu) sambil mengeluarkan senyum terbaiknya, hanya berlangsung dua detik,
karena selanjutnya (namakamu) tersenyum miring pada pria yang ada di
sebelahnya.
(Namakamu) tidak tahu sekarang dia ada dimana, tapi yang
jelas dia masih berada di sekitaran Jakarta. Sepasang bola mata coklat
(namakamu) menelusuri setiap sudut perkarangan gedung tua ini, tempat ini
sangat mengerikan, banyak sekali drom-drom rusak dan puntung rokok yang
bertebaran di halaman depan gedung, belum lagi sampah daun-daun kering yang
selalu mengiringi setiap langkah (namakamu). (namakamu) bergidik jijik, dia tidak
bisa membayangkan bagaimana keadaan di dalam.
(Namakamu) mengurungkan pertanyaan yang ingin dia ajukan
pada Iqbaal saat mendapati kegelisahan yang tergambar jelas di wajah pria itu.
Mendesah, (namakamu) mengangkat kepalanya untuk menatap langit yang mulai
gelap; sebenarnya (namakamu) sudah ingin berangkat saat siang, namun atasannya
tidak mengizinkannya,dan sekarang, sore menjelang malam ini, (namakamu) dengan
beraninya menepati janjinya pada Iqbaal yang sudah dia ucapkan tadi malam
sebelum tidur.
”Jangan bicara apapun sama gue selama di dalem, ngerti?”
(Namakamu) memperingatkan,karena perasaannya sudah tidak enak saat melihat
jendela yang ada di lantai dua terbanting sendiri.
Angin, (namakamu) berusaha menenangkan dirinya. Dia menghela
napas sebelum melangkah masuk.
Brak!
(Namakamu) tidak tahan kalau meletakan tangannya yang mulus
itu di besi pintu yang berkarat, jadi, (namakamu) memutuskan untuk menendang
pintu itu sampai engsel yang ada di pintu terlepas. Sebenarnya (namakamu) tidak
menendang telalu kuat hanya saja pintu itu yang sudah tua, dan reyot.
Ketika tiba di dalam, (namakamu) langsung di kagetkan dengan
sosok makhluk yang amat mengerikan di sudut ruangan, (namakamu) tahu kalau itu
roh gentayangan yang entah bagaimana matinya. Tapi sangat tidak lucu melihat
hantu wanita itu tidak memiliki kepala. Dengan susah payah (namakamu) menelan
air liurnya, dia hanya perlu bersikap senormal mungkin, anggap saja dia tidak
melihat makhluk itu.
(Namakamu) mulai melangkahkan kakinya dan bersikap setenang mungkin.
Matahari sudah mulai lenyap di ufuk timur membuat tempat ini hanya bercahayakan
remang-remang. Isi dalam kepala (namakamu) seperti teraduk saat melihat sosok
Iqbaal melayang ke atas, sebisa mungkin (namakamu) tidak mengangkat kepalanya,
tindakannya itu akan mencurigia hantu perempuan di sudut ruangan. Dan, hei!
Iqbaal bilang kalau dia di bunuh di tempat ini tapi mengapa tak ada tanda-tanda
kalau polisi memeriksa tempat ini? (Namakamu) tidak menemukan tali kuning khas
polisi yang biasanya selalu menjadi penghalang agar orang-orang tidak mendekat.
Sesuatu menggelinding ke arah (namakamu), dan betapa
kagetnya (namakamu) saat mengetahui kalau itu adalah bola mata. (Namakamu)
terbatuk, dia hanya perlu bersikap normal, tapi kekesalannya semakin memuncak saat
mendengar suara tawa melengking yang sering dia dengar di film-film horor dari
lantai atas. Tanpa berpikir panjang, (namakamu) langsung meraih ponselnya
dan...
Lantunan lagu Good Bye Baby - Miss A mengisi seantero
gedung. Gedung yang sunyi dan hampa membuat suara lagu yang di hasilkan oleh
ponsel (namakamu) menggema di gedung ini.
”Gue pastiin gue nggak bakalan ikut joget -..-” gerutu
(namakamu).
Berkat alunan lagu yang sekarang terdengar nyaris di
seantero gedung, telinga (namakamu) menjadi mengabaikan segala suara-suara aneh
di gedung ini.
(Namakamu) membungkuk, menatap ke lantai penuh debu itu
dengan mata menyipit, dia usahakan agar menajamkan penglihatannya.(Namakamu)
menyingkirkan segala batu-batu kecil, puntung rokok, daun kering, debu yang ada
di lantai dengan kakinya guna untuk mendapatkan petunjuk. (Namakamu) menyesal
karena tidak bertanya secara detail bagaimana pembunuhan itu berlangsung. Kalau
seperti ini sama saja mengerjakan soal matematika yang begitu sulit tanpa
mengetahui rumus. Bodoh. Menegakkan punggungnya, (namakamu) memutar badannya
untuk berjalan keluar, dia rasa ini benar-benar tidak berguna.
Sesuatu yang keras terpijak oleh kaki (namakamu), dan nyaris
membuat (namakamu) terjerembab. Secepatnya (namakamu) menyingkirkan kakinya dan
melihat benda apa yang dia pijak. (Namakamu) mendengus, hanya sebuah rantai
karat tak berguna. Setelah itu (namakamu) kembali melanjutkan langkahnya yang
sempat tertunda.
*
”Tadi lo kemana?”
Langit sudah benar-benar gelap dan (namakamu) masih belum menemukan
taksi. Jadi dia memilih untuk berjalan, dan berharap akan menemukan taksi
nantinya.
”Kelantai dua,” jawab Iqbaal, yang sedang berjalan
beriringan dengan (namakamu).
”Ketemu sesuatu?”
”Cewek pake dress putih tapi mukanya hancur,”
(Namakamu) mengernyit ngeri. ”Terus lo udah minta nomor
hapenya belum, siapa tau dia itu setan yang kesepian kayak lo,”
”Apa aku harus ketawa?” Tanya Iqbaal dengan ekspresi kelewat
datar.
”Menurut L?”
Iqbaal mengangkat bahunya tak tahu. ”Ketemu sesuatu?”
”Cewek pake dress putih tapi nggak ada kepala,”
Seperti ada sensasi yang mengerikan di perut Iqbaal saat
mendengar jawaban (namakamu). ”Terus kamu nggak bantuin dia nyari kepalanya?”
Mata (namakamu) menyipit. ”Apa gue harus ketawa?”
”Boleh,” Iqbaal tersenyum lebar.
Tapi (namakamu) tidak tertawa, gadis itu malah bereksprsi
semurung mungkin.
Hening.
”Gue ada ide!” Tiba-tiba suara (namakamu) memecahkan
kesunyian.
Iqbaal menoleh menatapnya dengan sikap menunggu.
”Gimana kalo lo tanya sama roh gentayangan yang ada di
gedung itu. Siapa tau aja salah satu dari mereka ada yangg liat sewaktu lo di
bunuh,” (namakamu) bergidik ngeri, tiba-tiba saja dia merasa ngeri membayangkan
bagaimana orang-orang tak bermanusiawi itu membunuh Iqbaal.
”Bakalan aku coba,”
”Yang gue liat di gedung tadi cuma; debu, rokok, daun
kering, bola mata, setan, terus rantai karat, sama suara aneh itu deh,”
Tidak jauh di depan sana ada sebuah persimpangan yang
(namakamu) ketahui kalau belok ke kiri adalah sebuah halte.
”Kayaknya mereka udah nyingkirin semua barang-barang yang
menyangkut lo deh,” tambah (namakamu).
Iqbaal berlagak seperti menghela napas. ”Kayaknya rantai
yang kamu temui di gedung adalah rantai yang pernah mereka gunain untuk
menjerat leher sama tangan aku,” kepala Iqbaal tertunduk, mata pria itu
terpejam dalam seakan bayangan menyakitkan beberapa bulan lalu itu kembali
teringat di kepalanya.
”Jangan sedih, oke, kalo kita berhasil kita bakalan bales,
lo mau jerat leher mereka pake rantai anjing atau rantai babi? Lo tinggal
pilih. Atau kalo lo nggak tega, biar gue yang ngelakuin, tapi jangan salahin
gue kalo mereka malah mati,” (namakamu) nyengir usai menyelesaikan kalimatnya.
”Hwaiting!”
Iqbaal mengangkat wajahnya dan menatap (namakamu) dengan
sebelah alis terangkat. ”Kamu ngomong apa sih?”
Mulut (namakamu) menganga. ”BODO AMAT!!!”
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment