Tuesday, September 29, 2015

Cerbung Somewhere - Part 5



`Somewhere` [5]

by Muhammad Aryanda

— oOo —

”Bantu aku,” katanya.
Aku tak sempat berpikir karena takut kalau dia akan mempermalukan Aldi di tempat umum seperti ini, jadi aku mengangguk menyetujui permintaannya, detik itu juga kurasakan gumpalan daging terjejal ke mulutku dan Iqbaal menghilang.

*
Selesai makan, aku dan Aldi tidak langsung pulang, kami berjalan di pinggir pantai sambil bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih. Sebelum turun ke permukaan yang berpasir, Aldi menyuruhku untuk melepas wedges yang kukenakan, sementara dia menggulung celana jeansnya.
”Udah bisa cerita?” tanyaku saat kami sudah berhenti melangkah. Aku tidak akan berbohong kalau sejak dia mengatakan padaku kalau ada yang ingin diceritakan; aku sangat menanti cerita itu.
Kurasakan jemari Aldi yang menggenggam jemari tanganku semakin erat, aku menoleh ke arahnya mencoba mencari tahu apa maksud reaksi seperti itu. Tapi yang kudapati hanya Aldi yang memandang kosong ke arah pantai. Aku menunduk, menatap ombak kecil yang menghantap kakiku.
Hening. Hanya keheingan yang kurasakan. Detik berlalu, Aldi tak kunjung bersuara, entah apa yang pria itu pikirkan sesungguhnya aku tak tahu, aku tak mengerti, nyaris tak bisa menebak kalimat apa yang akan keluar dari mulutnya, hingga akhirnya kuputusan untuk duduk di permukaan pasir lembab ini dengan lutut tertekuk.
”Aku masih sayang sama kamu,” kepalaku terangkat untuk menatap Aldi. Ada kebahagian yang tak bisa di jelaskan namun tertutup dengan nada suara Aldi yang lirih dan garis wajahnya yang sedih. ”Tapi aku nggak bisa, (namakamu), aku nggak bisa kalau terus-terusan sama kamu,” Aldi seperti kesusahan untuk mencari kalimat yang tepat, namun dia melanjutkannya dengan tenang. ”Aku nggak ngerti kenapa takdir berkata lain. Sayang dan cinta aku cuma buat kamu, bukan gadis yang di jodohkan untuk aku. Tapi aku bisa apa, (namakamu)? Aku nggak bisa apa-apa, aku cuma cowok lemah yang mencoba untuk menyerahkan segala apa yang dia punya sama kedua orang tuanya. Meskipun aku sayang sama kamu, tapi aku tetep nggak bisa nolak keinginan orang tuaku,”
Aku terdiam, membiarkan penjelasan Aldi tercerna dengan baik oleh kepalaku. Dia...hanya di jodohkan pada gadis lain? Dia masih mencintai aku? Dia tidak benar-benar mencintai gadis bernama Salsha itu? Bahuku bergetar hebat dan kurasakan sesuatu yang basah mengalir di pipiku, satu detik berlalu baru aku menyadari kalau aku sedang menangis.
Keheningan yang sempat tercipta di hancurkan oleh ucapan Aldi selanjutnya. ”Jadi aku mohon sama kamu untuk ngelupain aku, dan sebisa mungkin untuk menyingkirkan barang-barang yang pernah aku kasih ke kamu. Anggap saja kita nggak pernah kenal satu sama lain.”
”Aku mau pulang,” pintaku dengan suara tercekat. Tanpa menunggu persetujuan dari Aldi, aku langsung beranjak dari posisi dudukku dan berjalan setengah berlari meninggalkannya.
Orang-orang menatapku dan Aldi dengan aneh, detik ini juga pemikirkan mereka tentang sepasang kekasih yang saling melengkapi dan terlihat bahagia musnah.
Memang tak pernah ada yang tahu kalau di balik air yang tenang di pantai sana tersembunyi sesuatu yang amat mengerikan.


*
Author POV
(Namakamu) pikir, Aldi hanya akan mengantarnya sampai di depan gedung apartemen, tapi nyatanya, pria itu sampai memarkirkan mobilnya di basement. (Namakamu) tidak tahu apa maksud pria itu, yang jelas apapun maksudnya, (namakamu) benar-benar sudah tidak peduli.
”Tunggu, (namamkamu),” Aldi menahan (namakamu) yang mencoba untuk pergi.
”Apa lagi sih, Al. Kalau niat kamu memang cuma kayak gini, seharusnya kamu nggak perlu pake acara dinner-dinneransegala! Jijik tau nggak!” (Namakamu) menepis tangan Aldi yang hinggap di tangannya, lalu berusaha membuka pintu, yang ternyata sudah di kunci lebih dulu oleh Aldi.
”Aku ada satu permintaan,” meskipun (namakamu) sudah seperti gadis kesetanan yang sibuk ingin keluar dari tempat ini, tapi Aldi tetap berbicara dengan sangat tenangnya walaupun siluet wajahnya begitu menggambarkan kalau dia benci keadaan seperti ini. ”Aku cuma mau kamu dateng ke pernikahan aku.”
”Gila!” Sergah (namakamu) geram. Gadis tolol mana yang mau datang kepernikahan mantan kekasihnya yang masih dia cintai, di tambah kejadian malam ini yang sangat memukul mental (namakamu).
”Aku mohon,”
”Kamu bisa ngertiin perasaan aku, kan, Al? Katanya kamu masih sayang sama aku, tapi tingkat untuk memahami perasaan aku, kamu nggak pernah bisa! Bulshit kamu, Al!” (Namakamu) menatap nanar pria di dekatnya sambil menyeka air mata yang terus mengalir. (namakamu) benci keadaan seperti, keadaan dimana dia harus menangisi seseorang yang ada di hadapannya. Tidak bisakah nanti saja air mata bodoh itu keluar?!

Aldi menghela napas lalu menunduk. ”Maaf,” ada penyesalan yang tergambar begitu jelas di wajah Aldi, namun berusaha dia sembunyikan dari (namakamu).
Tangan Aldi bergerak untuk meraih tangan (namakamu), tapi gadis itu langsung menepisnya. Apa (namakamu) sudah mulai membencinya? Aldi memang meminta pada (namakamu) agar mereka tidak usah kenal satu sama lain atau sebisa mungkin melupakan kenangan yang pernah mereka ciptakan di masa lalu, tapi bukan seperti ini, Aldi tak ingin (namakamu) membencinya.
”Aku nggak mau kamu benci sama aku,” Aldi menatap (namakamu) pilu, di saat (namakamu) lengah, tangan Aldi terangkat untuk menyeka air mata (namakamu) yang terus mengalir. ”Meskipun kamu berusaha untuk benci sama aku, tapi aku nggak akan pernah ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Selamanya kamu akan tetap menjadi perempuan yang paling aku sayang dan cintai,” sedikit menjenjangkan lehernya, Aldi mendaratkan kecupannya di kening (namakamu), dan detik berikutnya Aldi merasakan badan (namakamu) terhempas ke dadanya. Aldi rasakan kedua tangan gadis itu melingkar di badannya, memeluknya dengan erat seakan benar-benar tak ingin kehilangan.
Sesakit inikah rasanya kehilangan? (Namakamu) seperti mengulang kembali kejadian dimana Aldi mengatakan padanya kalau pria itu sudah tidak mencintainya dan dia sudah menemukan gadis baru yang jauh lebih baik. Tapi ini lebih buruk, tempo lalu Aldi mengatakan padanya kalau dia sudah tidak mencintai (namakamu) lagi, tapi dengan sangat jelas saat ini Aldi mengatakan padanya kalau dia masih mencintai (namakamu) namun mereka tak akan bisa bersama.
(Namakamu) merenggangkan pelukannya, tangannya yang masih menempel di dada Aldi dengan sangat jelas bisa dia rasakan kalau kemeja pria itu sudah basah karena air matanya.
”Maaf,” kepala (namakamu) tertunduk, dia bingung harus berbuat apa lagi setelah ini, yang jelas mulai besok di hidupnya sudah tidak akan ada lagi pria ini. Memikirkan itu membuat kepala (namakamu) sakit.
”Mau keluar?” Tanya Aldi hati-hati, dan secepatnya (namakamu) menggeleng.
Tiba-tiba (namakamu) meraih tangan Aldi dan menggenggamnya,sejenak (namakamu) terlarut dengan pemikiran yang akan dia sampaikan pada Aldi.
”Kamu masih inget sama film favorit aku?”
”Film favorit aku juga,” sedikit demi sedikit sudut bibir Aldi mulai terangkat hingga membuahkan senyuman. ”A Walk To Remember,”
”Apa kamu masih inget sama perkataan Landon di akhir cerita?”
Aldi terdiam sejenak, mencoba menggali isi kepalanya yang payah ini. ”Landon bilang sama semesta kalau Jamie adalah gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya dan cinta mereka ibaratkan semilir angin, mereka tak bisa melihatnya namun mereka bisa merasakannya,”
”Begitu juga dengan cinta aku ke kamu; meskipun aku nggak tahu pria mana yang nantinya bakalan mendampingi aku, percayalah, kalau selalu ada nama kamu di hati aku, di ruang kusus yang nggak ada satu orang pun bisa menempati ruang itu, termasuk pria yang akan mendampingi aku kelak.”

*
”Termasuk pria yang akan mendampingi aku kelak...syalala...,”
(Namakamu) baru saja menginjakan kakinya di lantai apartemennya dan langsung mendengar suara, yang sepertinya berupa ejekan untuknya. (Namakamu) mengedarkan penglihatannya ke segala arah, mencoba mencari sumber pemilik suara itu, walaupun dia tahu kalau suara itu milik setan sialan itu.
”Untuk saat ini, mungkin kamu bisa bicara kayak gitu, (namakamu),” tiba-tiba sosok Iqbaal muncul di hadapan (namakamu), reflek saja (namakamu) langsung melayangkan wedges dan meleset. ”Tapi, suatu hari nanti kamu bakalan termakan sama omongan kamu sendiri; nggak ada ruang kusus untuk Aldi, yang ada hanya ruang spesial untuk pria yang akan mendampingi kamu kelak!”
Sudut bibir (namakamu) terangkat sinis. ”Udah selesai ceramahnya? Kalau gitu minggir, gue mau lewat!” Ketusnya, Iqbaal mengangkat bahunya dan merasakan tubuh (namakamu) menembus tubuhnya.
”Tentunya kamu nggak lupa sama janji kamu kan?”
(Namakamu) tidak bersuara. Gadis itu tetap melenggangkan langkahnya seakan tak mendengar apa-apa.
”Oh, lupa ya? Kalau gitu siap-siap aja besok denger kabar buruk dari Aldi,” ancam Iqbaal, dan langsung membuahkan hasil. (Namakamu) menghentikan langkahnya, memutar badannya sedramatis mungkin.
”Lo...,” suara (namakamu) bergetar menahan marah, tapi ketika berbicara gadis itu nyengir seperti orang gila. ”Gue inget kok, tenang aja, ngomong-ngomongapa yang mesti gue bantu?”
”Jadi pacar Karel,”
Mulut dan mata (namakamu) terbuka lebar. ”Sinting, seenak jidat lo aja nyuruh gue jadi pacar orang, yang sama sekali nggak gue kenal,” siluet tolol di wajah (namakamu) berubah menjadi murka, dia berjalan secepat mungkin ke arah Iqbaal lalu mendelik.
”Dia yang bunuh aku,”

(Namakamu) dibuat semakin terkejut sama pernyataan Iqbaal. ”DASAR GILA, PEA, IDIOT! LO NYURUH GUE PACARAN SAMA PEMBUNUH SUPAYA DIA BUNUH GUE TERUS LO ADA TEMEN? GITU? EMANG SETAN NIH SETAN!” Iqbaal diam saja di cerca seperti itu, malah tiba-tiba garis wajah (namakamu) berubah bingung. ”Lo sebenernya udah mati apa belum sih?”
”Kalau aku masih hidup mungkin aku nggak bakal bisa nembus badan kamu kayak gini,” Iqbaal mempraktekannya.
”Bukan, bukan gitu,” (namakamu) mendadak teringat sesuatu, meskipun menjadi seorang cenayang sangat menyebalkan tapi sedikit demi sedikit dia bisa memahami tentang arwah yang gentayangan. ”Kalo lo emang udah mati, lo nggak mungkin bisa gentayangan seenak jidat lo; pagi, siang, sore, malem kayak tukang kredit. Lo pasti pernah dengerkan kalau hantu itu selalu keluar saat malam hari atau menjelang malam? Itu karena mereka nggak bisa kena sinar matahari, dan lo?” Tiba-tiba (namakamu) memekik. ”Mungkin itu alesannya! Muka lo selalu aneh kalo kena sinar matahari! Iya, gue inget, sewaktu di kantor tadi!”
Iqbaal melongo. ”Kamu serius?”
”Kasih tau sama gue dimana tempat lo terakhir kali bernapas,” (namakamu) berjalan ke arah lemari, yang ada di sudut ruang utama, di dalam lemari itu ada banyak sekali buku-buku tulisnya dari jaman SMA hingga kuliah.

*
Keesokan harinya.
”Kenapa kamu tiba-tiba malah jadi antuasias kayak gini?”
Pertanyaan itu keluar dari mulut Iqbaal sedetik setelah taksi yang membawa (namakamu) ke tempat tujuan hilang di tikungan.
”Gue cuma mau melenyapkan lo, setan, dari hidup gue,” jelas (namakamu) sambil mengeluarkan senyum terbaiknya, hanya berlangsung dua detik, karena selanjutnya (namakamu) tersenyum miring pada pria yang ada di sebelahnya.
(Namakamu) tidak tahu sekarang dia ada dimana, tapi yang jelas dia masih berada di sekitaran Jakarta. Sepasang bola mata coklat (namakamu) menelusuri setiap sudut perkarangan gedung tua ini, tempat ini sangat mengerikan, banyak sekali drom-drom rusak dan puntung rokok yang bertebaran di halaman depan gedung, belum lagi sampah daun-daun kering yang selalu mengiringi setiap langkah (namakamu). (namakamu) bergidik jijik, dia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan di dalam.
(Namakamu) mengurungkan pertanyaan yang ingin dia ajukan pada Iqbaal saat mendapati kegelisahan yang tergambar jelas di wajah pria itu. Mendesah, (namakamu) mengangkat kepalanya untuk menatap langit yang mulai gelap; sebenarnya (namakamu) sudah ingin berangkat saat siang, namun atasannya tidak mengizinkannya,dan sekarang, sore menjelang malam ini, (namakamu) dengan beraninya menepati janjinya pada Iqbaal yang sudah dia ucapkan tadi malam sebelum tidur.
”Jangan bicara apapun sama gue selama di dalem, ngerti?” (Namakamu) memperingatkan,karena perasaannya sudah tidak enak saat melihat jendela yang ada di lantai dua terbanting sendiri.
Angin, (namakamu) berusaha menenangkan dirinya. Dia menghela napas sebelum melangkah masuk.
Brak!
(Namakamu) tidak tahan kalau meletakan tangannya yang mulus itu di besi pintu yang berkarat, jadi, (namakamu) memutuskan untuk menendang pintu itu sampai engsel yang ada di pintu terlepas. Sebenarnya (namakamu) tidak menendang telalu kuat hanya saja pintu itu yang sudah tua, dan reyot.
Ketika tiba di dalam, (namakamu) langsung di kagetkan dengan sosok makhluk yang amat mengerikan di sudut ruangan, (namakamu) tahu kalau itu roh gentayangan yang entah bagaimana matinya. Tapi sangat tidak lucu melihat hantu wanita itu tidak memiliki kepala. Dengan susah payah (namakamu) menelan air liurnya, dia hanya perlu bersikap senormal mungkin, anggap saja dia tidak melihat makhluk itu.
(Namakamu) mulai melangkahkan kakinya dan bersikap setenang mungkin. Matahari sudah mulai lenyap di ufuk timur membuat tempat ini hanya bercahayakan remang-remang. Isi dalam kepala (namakamu) seperti teraduk saat melihat sosok Iqbaal melayang ke atas, sebisa mungkin (namakamu) tidak mengangkat kepalanya, tindakannya itu akan mencurigia hantu perempuan di sudut ruangan. Dan, hei! Iqbaal bilang kalau dia di bunuh di tempat ini tapi mengapa tak ada tanda-tanda kalau polisi memeriksa tempat ini? (Namakamu) tidak menemukan tali kuning khas polisi yang biasanya selalu menjadi penghalang agar orang-orang tidak mendekat.
Sesuatu menggelinding ke arah (namakamu), dan betapa kagetnya (namakamu) saat mengetahui kalau itu adalah bola mata. (Namakamu) terbatuk, dia hanya perlu bersikap normal, tapi kekesalannya semakin memuncak saat mendengar suara tawa melengking yang sering dia dengar di film-film horor dari lantai atas. Tanpa berpikir panjang, (namakamu) langsung meraih ponselnya dan...

Lantunan lagu Good Bye Baby - Miss A mengisi seantero gedung. Gedung yang sunyi dan hampa membuat suara lagu yang di hasilkan oleh ponsel (namakamu) menggema di gedung ini.
”Gue pastiin gue nggak bakalan ikut joget -..-” gerutu (namakamu).
Berkat alunan lagu yang sekarang terdengar nyaris di seantero gedung, telinga (namakamu) menjadi mengabaikan segala suara-suara aneh di gedung ini.
(Namakamu) membungkuk, menatap ke lantai penuh debu itu dengan mata menyipit, dia usahakan agar menajamkan penglihatannya.(Namakamu) menyingkirkan segala batu-batu kecil, puntung rokok, daun kering, debu yang ada di lantai dengan kakinya guna untuk mendapatkan petunjuk. (Namakamu) menyesal karena tidak bertanya secara detail bagaimana pembunuhan itu berlangsung. Kalau seperti ini sama saja mengerjakan soal matematika yang begitu sulit tanpa mengetahui rumus. Bodoh. Menegakkan punggungnya, (namakamu) memutar badannya untuk berjalan keluar, dia rasa ini benar-benar tidak berguna.
Sesuatu yang keras terpijak oleh kaki (namakamu), dan nyaris membuat (namakamu) terjerembab. Secepatnya (namakamu) menyingkirkan kakinya dan melihat benda apa yang dia pijak. (Namakamu) mendengus, hanya sebuah rantai karat tak berguna. Setelah itu (namakamu) kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

*
”Tadi lo kemana?”
Langit sudah benar-benar gelap dan (namakamu) masih belum menemukan taksi. Jadi dia memilih untuk berjalan, dan berharap akan menemukan taksi nantinya.
”Kelantai dua,” jawab Iqbaal, yang sedang berjalan beriringan dengan (namakamu).
”Ketemu sesuatu?”
”Cewek pake dress putih tapi mukanya hancur,”
(Namakamu) mengernyit ngeri. ”Terus lo udah minta nomor hapenya belum, siapa tau dia itu setan yang kesepian kayak lo,”
”Apa aku harus ketawa?” Tanya Iqbaal dengan ekspresi kelewat datar.
”Menurut L?”
Iqbaal mengangkat bahunya tak tahu. ”Ketemu sesuatu?”
”Cewek pake dress putih tapi nggak ada kepala,”
Seperti ada sensasi yang mengerikan di perut Iqbaal saat mendengar jawaban (namakamu). ”Terus kamu nggak bantuin dia nyari kepalanya?”
Mata (namakamu) menyipit. ”Apa gue harus ketawa?”
”Boleh,” Iqbaal tersenyum lebar.
Tapi (namakamu) tidak tertawa, gadis itu malah bereksprsi semurung mungkin.
Hening.
”Gue ada ide!” Tiba-tiba suara (namakamu) memecahkan kesunyian.
Iqbaal menoleh menatapnya dengan sikap menunggu.
”Gimana kalo lo tanya sama roh gentayangan yang ada di gedung itu. Siapa tau aja salah satu dari mereka ada yangg liat sewaktu lo di bunuh,” (namakamu) bergidik ngeri, tiba-tiba saja dia merasa ngeri membayangkan bagaimana orang-orang tak bermanusiawi itu membunuh Iqbaal.
”Bakalan aku coba,”
”Yang gue liat di gedung tadi cuma; debu, rokok, daun kering, bola mata, setan, terus rantai karat, sama suara aneh itu deh,”
Tidak jauh di depan sana ada sebuah persimpangan yang (namakamu) ketahui kalau belok ke kiri adalah sebuah halte.
”Kayaknya mereka udah nyingkirin semua barang-barang yang menyangkut lo deh,” tambah (namakamu).
Iqbaal berlagak seperti menghela napas. ”Kayaknya rantai yang kamu temui di gedung adalah rantai yang pernah mereka gunain untuk menjerat leher sama tangan aku,” kepala Iqbaal tertunduk, mata pria itu terpejam dalam seakan bayangan menyakitkan beberapa bulan lalu itu kembali teringat di kepalanya.
”Jangan sedih, oke, kalo kita berhasil kita bakalan bales, lo mau jerat leher mereka pake rantai anjing atau rantai babi? Lo tinggal pilih. Atau kalo lo nggak tega, biar gue yang ngelakuin, tapi jangan salahin gue kalo mereka malah mati,” (namakamu) nyengir usai menyelesaikan kalimatnya. ”Hwaiting!”
Iqbaal mengangkat wajahnya dan menatap (namakamu) dengan sebelah alis terangkat. ”Kamu ngomong apa sih?”
Mulut (namakamu) menganga. ”BODO AMAT!!!”


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait