`Somewhere` [6]
by Muhammad Aryanda.
— oOo —
Tidak jauh di depan sana ada sebuah persimpangan yang
(namakamu) ketahui kalau belok ke kiri adalah sebuah halte.
”Kayaknya mereka udah nyingkirin semua barang-barang yang
menyangkut lo deh,” tambah (namakamu).
Iqbaal berlagak seperti menghela napas. ”Kayaknya rantai
yang kamu temui di gedung adalah rantai yang pernah mereka gunain untuk
menjerat leher sama tangan aku,” kepala Iqbaal tertunduk, mata pria itu
terpejam dalam seakan bayangan menyakitkan beberapa bulan lalu itu kembali
teringat di kepalanya.
”Jangan sedih, oke, kalo kita berhasil kita bakalan bales,
lo mau jerat leher mereka pake rantai anjing atau rantai babi? Lo tinggal
pilih. Atau kalo lo nggak tega, biar gue yang ngelakuin, tapi jangan salahin
gue kalo mereka malah mati,” (namakamu) nyengir usai menyelesaikan kalimatnya.
”Hwaiting!”
Iqbaal mengangkat wajahnya dan menatap (namakamu) dengan
sebelah alis terangkat. ”Kamu ngomong apa sih?”
Mulut (namakamu) menganga. ”BODO AMAT!!!”
*
(Namakamu) sedaritadi menatap bayangan dirinya di cermin
dengan bahu naik-turun seakan dia baru saja menyelesaikan lari maraton sejauh
1000 KM. Kulit wajahnya yang putih mulus itu berubah memerah seiring berlalunya
waktu, ada perasaan jengkel yang tak bisa di jelaskan saat ini. Kedua tangannya
yang ada di sisi tubuh pun mulai terkepal kuat bersamaan dengan gemeletukan
mengerikan yang di hasilkan oleh giginya. Perlahan namun pasti, (namakamu)
memutar kepalanya, memandang makhluk entah apa namanya yang ada di belakang
sana.
”Gue kayak cabe-cabean,” ujar (namakamu) lemas, entahlah,
hasrat ingin marahnya kepada pria, yang sekarang tiba-tiba saja sirna saat
seutas senyum cerita tercetak jelas pada wajah pucat pria itu.
”Cantik,” aku Iqbaal. Ya, tentu saja, siapa lagi pria yang
berani masuk ke kamar (namakamu) selain Iqbaal.
”Serius gue harus pake beginian?” tanya (namakamu) lebih
kepada dirinya sendiri, dia menghadap ke cermin lagi untuk memandang dirinya
yang sekarang sudah memakai pakaian yang di pilih langsung oleh Iqbaal.
(Namakamu) meringis menatap payudara dan bokongnya yang tercetak jelas. ”Gue
serasa kayak personil Sistar gini,”
”Bukannya Shireen sungkar berhijab ya?” Tahu-tahu Iqbaal
sudah berdiri di sebelah (namakamu).
(Namakamu) meneliti wajah Iqbaal, dan mendapati mata pria
itu yang memandang ke arah...OH! (Namakamu) buru-buru menjatuhkan kedua
tangannya ke dadanya.
”Gue lagi ngomongi SISTAR, ya! Bukan THE SISTERS!” Kata
(namakamu) galak seraya menghembus beberapa helai rambut yang menutupi matanya.
”Mata lo bisa nggak sih, nggak usah,”
Kalimat (namakamu) terhenti begitu saja saat garis wajah
Iqbaal berubah kikuk, dan Iqbaal buru-buru menutup wajahnya dengan tangan.
”Kenapa gue mau-maunya ya bantuin lo, padahal lo bukan
siapa-siapa gue. Kenal juga kagak, sodara juga bukan. Ngaku! Pasti lo
jampi-jampi gue kan?”
Pertanyaan (namakamu) tak sempat terjawab karena tiba-tiba
saja suara bel terdengar. (Namakamu) meraih blazer yang belum dia kenakan, dan
memakainya. (Namakamu) tidak tahu siapa seseorang di luar sana, dan sangat
tidak lucu jika seseorang itu adalah Aldi atau Bidi. Yeah, setahu (namakamu)
hanya itu dua orang pria yang dia kenali.
*
”(Namakamu)!!” Seru seorang gadis saat (namakamu) membuka
pintu, gadis yang hanya mengenakan kaos putih dan celana setinggi lutut itu
langsung menghambur memeluk (namakamu). ”Gue kangen banget tau sama lo, gue
pikir lo masih tinggal di kosan jelek lo sewaktu SMA itu, gue udah tanya ke
Tasya, Celine sama Cindy tapi mereka nggak tau sekarang lo tinggal dimana,
sampai akhirnya gue ketemu sama Aldi dan ngasih tau ke gue kalo lo tinggal di
apartemen ini,” cerocos gadis itu panjang.
”Gue juga kangen sama lo, Fie,” kata (namakamu) seraya
tersenyum saat gadis bernama Steffie itu melepaskan pelukannya.
”Suruh gue masuk kek,” Steffie mengerucutkan bibirnya.
(Namakamu) nyengir. ”Silahkan masuk, mau gue seret atau gue
tendang?”
”Ih, dasar ya lo, sifat sinis lo nggak ilang-ilang,”
Keduanya masuk ke dalam dan berjalan beriringan menuju sofa,
setelah Steffie duduk, (namakamu) beranjak dan berjalan menuju kulkas untuk
mengambil softdrink untuk Steffie. Tidak ada yang lain, hanya itu, kalau pun
ada, itu hanya air putih, dan (namakamu) yakin Steffie tidak akan mau.
”Lo dateng ke gue pasti ada suatu hal yang
tersembunyikan?Ayo, bilang ada perlu apa?”
Steffie cuma bisa cengar-cengir saja mendengar ucapan
(namakamu). ”Ah, (namakamu), selain sifat sinis lo yang belum ilang ternyata
sifat dukun lo juga belum ilang,”
”Can you said know?”
”Gue numpang disini ya? Selama beberapa hari doang kok. Udah
sebulan yang lalu gue di pecat dari kerjaan gue, dan gara-gara itu gue jadi
nggak bisa bayar kos,”
”Kok gue nggak yakin ya sama kalimat 'selama beberapa hari'
itu?” Mata (namakamu) menyipit memandang Steffie.
”Hehehe.. Tuh kan, lo emang dukun profesional dari jaman
SMA. Jadi boleh ya gue tinggal disini, ntar kalau gue udah dapet kerjaan, gue
langsung angkat kaki deh. Janji,”
Tidak perlu berlama-lama berpikir, (namakamu) langsung
mengangguk tanda menyetujui keinginan Steffie, dan gadis itu segera beranjak
dari posisi duduknya untuk memberikan pelukan kedua kepada (namakamu), yang
lebih terasa seperti cekikkan.
”Oke, makaciw, (namakamu), gue sms bebeb gue dulu ya, dia
ada di bawah,” Steffie menjejalkan tangannya ke dalam tas kecil yang ada di
sebelahnya untuk mengambil ponsel, dan buru-buru mengetik pesan.
(namakamu) menggeleng iba menatap ponsel Steffie yang bisa
di bilang keadaanya sudah tidak layak di pakai. Sedrama inikah hidup Steffie
setelah dia di pecat dari pekerjaannya?
”Hape lo habis ke cebur got apa gimana? Kasian gue liatnya,”
Steffie yang baru selesai mengirim pesan pada bebebnya
segera meletakan ponsel yang ada di tangannya di meja hadapannya. Sepasang mata
Steffie dan (namakamu) menatap ke arah ponsel bermerk Iphone itu dengan cara yang
berbeda-beda.
”Itu gue nemu tau, hape gue sama laki gue,” beritahu
Steffie.
”Nemu? Lo jumpa di jalan dan langsung lo ambil?”
”Sayang tau, apalagi masih bagus gini,”
”Masih bagus? -__-” (namakamu) menatap lebih rinci ponsel
yang ada di meja. Sebagian layar ponsel itu tampak retak, berakibat pada noda
hitam yang menutupi sebagian layar, tapi noda hitam itu hanya ada di bagian
atas, jadi masih bisa di gunakan untuk mengirim pesan, belum lagi casingnya
yang bobrok dan kusam. Itu yang di maksud Steffie masih bagus?
”Lo nggak mau tau gue nemu itu hape dimana?” Dengan sikap
sok misterius Steffie mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
(Namakamu) menghela napas sebelum menyenderkan punggungnya
lebih dalam. ”Di tempat sampah mungkin?”
”Hina banget gue, astagfirullah,”
”Bisa ngucap juga lo?”
”Sekafir itu kah diriku, (namakamu)?” Garis wajah Steffie
mendadak berubah drama.
(Namakamu) bergidik melihat tampang Steffie yang berubah
seperti gadis-gadis teraniaya yang ada di sinetron.
”Gue nemu hape ini waktu bos kamvret yang udah pecat gue itu
mau beli gedung untuk di jadiin tempat bisnis kafenya. Tapi dia nggak jadi beli
gedung itu karena tempatnya nggak banget, meskipun gede dan murah meriah muntah
tapi tetep aja, gue yakin kalo lo dateng kesitu pasti lo langsung liat yang
aneh-aneh,”
Bahu (namakamu) menegang setelah mendengar kalimat Steffie,
bukan karena lelucon tolol yang terselip di kalimat Steffie melainkan tempat
dimana Steffie menemukan ponsel jelek ini. Tangan (namakamu) bergerak meraih
ponsel Steffie, dan langsung mengotak-atik benda itu.
”Lo ngapaian? Jangan baca-baca sms gue ya!” Kata Steffie.
Tapi (namakamu) mengabaikan. Berselang sepuluh detik, ketika
(namakamu) membuka file gambar pada ponsel itu, (namakamu) mendapatkan sebuah
gambar yang langsung membuat mulut dan matanya terbuka lebar.
Tampak sebuah foto keluarga di hadapannya. Sepasang
suami-istri itu duduk mengapit putra mereka, wajah putra mereka tampak masam
dan tidak bersemangat, hanya menyunggingkan seutas senyum yang terlihat menyebalkan
padahal (namakamu) yakin kalau kaum hawa menginginkan lebih dari itu.
”Gue sengaja nggak ngelepas kartu memori sama sim card yang
ada di hape itu, siapa tau aja nanti yang punya nyariin kan,”
Ucapan Steffie jelas di abaikan oleh (namakamu).
*
Dulu semasa masih memakai seragam putih abu-abu, (namakamu)
memiliki sedikitnya empat teman dekat; Steffie, Celine, Tasya dan Cindy. Di
antara keempat teman dekatnya itu, Steffie lah yang termasuk paling dekat
dengan (namakamu), bahkan gadis yang sering menggonta-gantiwarna rambutnya itu
tahu tentang kelebihan (namakamu) yang bisa melihat makhluk-makhlukhalus
seperti Vita *okeabaikan*
Di antara empat teman (namakamu) itu, Steffie termasuk yang
paling sering gonta-ganti pacar, gadis itu juga memilik image sexy dan centil.
(Namakamu) bahkan masih ingat dengan kejadian di sekolah saat seorang murid
laki-laki yang notabenenya adalah seorang murid cupu itu di goda oleh Steffie
sampai-sampai murid laki-laki itu keringat dingin.
”Lo suka sama cowok itu?”
(Namakamu) mengulum senyum, dengan susah payah dia
menganggukkan kepalanya. Telunjuk Steffie yang masih mengarah pada seorang pria
di sudut ruangan perlahan terjatuh.
”Kayaknya dia cowok nggak bener deh, (namakamu),” komentar
Steffie, dengan sangat jelas dia melihat dua orang wanita berpakaian sexy
mengapit pria yang di maksud (namakamu). Pria yang (namakamu) sukai.
Mata (namakamu) terpejam. ”Lo kan belum kenal dia, jadi mana
tau kepribadian dia sehari-hari,” (namakamu) menjeda ucapannya untuk menghela
napas, ”jadi rencananya apa?”
Steffie di buat bingung dengan tingkah (namakamu). Benarkah
(namakamu) sudah berubah? Gadis sinis itu benar-benar menyukai pria yang
seperti itu? Beberapa tahun tidak bertemu rasanya seperti membuat Steffie
melihat (namakamu) dengan kacamata yang berbeda.
Steffie mendekatkan wajahnya ke telinga (namakamu) guna
untuk membisikan rencana yang dia punya. Suara hiruk piruk seperti di pasar ini
membuat Steffie tak mungkin untuk menjelaskan kepada (namakamu) dengan cara
normal. Dentuman musik cepat khas Disk Joke ternama berkali-kali memekakan
telinga (namakamu) yang memang tidak terbiasa dengan tempat seperti ini.
*
(Namakamu) tentunya tidak memberitahu Steffie tentang
keberadaan Iqbaal, dan apapun yang menyangkut Iqbaal. Dan soal ponsel yang
Steffie temukan di sebuah gedung itu, (namakamu) tidak menanyakan dimana lokasi
gedung tersebut, tanpa (namakamu) tanyakan juga dia sudah tahu gedung yang
Steffie maksud sama dengan gedung yang kemarin sore dia kunjungi.
Semenjak kehadiran Steffie beberapa jam yang lalu, Iqbaal
jadi jarang terlihat, dan terakhir kali terlihat adalah saat dia memberitahu
pada (namakamu) tentang keberadaan Karel sekarang, Iqbaal juga memberitahu
kalau Karel adalah pria yang sama dengan pria yang (namakamu) temui di ruang pak
Roy.
(Namakamu) sudah berdiri di balik suburban putih, yang entah
milik siapa, posisi ini Steffie yang menentukan. Ketika suara mesin mobil
terdengar, (namakamu) menjenjangkan sedikit lehernya untuk memastikan kalau
suara mesin itu adalah milik BMW Karel. Oke, tarik napas dan lakukan.
Suara mesin mobil semakin terdengar jelas di telinga
(namakamu), dan yang perlu sekarang dia lakukan adalah pura-pura berjalan
timpang dengan sikap mabuk lalu tertabrak mobil itu. Semoga saja rasanya tidak
sakit, harap (namakamu).
Bruk!
”Aduh,” (namakamu) langsung terjatuh begitu bemper depan BMW
yang dikemudikan oleh Karel menabrak kakinya, seharusnya (namakamu) menjagakkan
tangannya pada kap depan mobil tersebut, seperti saran Steffie, tapi tiba-tiba
saja semuanya malah seperti kenyataan.
(Namakamu) meringis, dia rasakan perihh pada siku tangan
kirinya akibat manahan badannya agar tidak terjatuh. Sedangkan rasa sakit
lainnya dia rasakan pada kaki kanannnnya yang tertabrak.
Mesin mobil mati. Suara sepatu pantofel langsung mengisi
telinga (namakamu) beberapa detik setelah dia terjatuh. (namakamu) mengehela
napas, dia harap tidak akan ada adegan sinetron yang harus dia lalui.
”Kamu nggak pa-pa?”
Mata lo picek atau gimana, cerocos (namakamu) dalam hati.
”Maaf, aku yang nggak liat-liat jalannya,” kata (namakamu)
lemah, tentunya dia tidak lupa kalau dia berperan sebagai gadis mabuk,
(namakamu) menempelkan sebelah tangannya ke kening untuk memijat.
”Ng, nggak, aku yang salah karena nyetir sambil main
handphone,” pria yang (namakamu) ketahui bernama Karel itu langsung meletakan
tangan kanannya di pinggang, dan perlahan dia menuntun (namakamu) berdiri. Tapi
(namakamu) bersumpah kalau tangan Karel sempat merayap ke bokongnya.
Ini belum kenalan, please. Rutuk (namakamu) dalam hati.
”Tangan kamu berdarah,” Karel menatap luka di siku
(namakamu) lalu beralih ke wajah (namakamu); gadis itu sedang mengigit bibir
bawahnya. ”Sakit?”
(Namakamu) mengangkat kepalanya untuk memandang Karel
sejenak. ”Sakit banget,” setelah itu (namakamu) meringis.
”Kamu sama siapa?” Karel mengedarkan pandangannya untuk
mencari rekan (namakamu).
”Sendiri,”
”Kalau gitu aku anter pulang, tapi sebelum itu kita ke
klinik,”
(Namakamu) nyaris berjengit dan hampir menepis tangan Karel,
yang, OH! Belum beranjak dari tangan (namakamu). ”Nggak perlu ke klinik,”
”Oh? Langsung pulang?”
”I-iya,” dengan susah payah (namakamu) mengeluarkan jawaban
karena tiba-tiba saja sikunya berdenyut.
”Aku Karel, dan kamu?”
”(Namakamu),”
Ketika (namakamu) masuk ke dalam mobil Karel, hal yang
pertama kali (namakamu) pikirkan adalah kalau dia sedang duduk di sebelah
seorang pembunuh. (Namakamu) bergidik, di saat seperti ini dia mengharapkan
kalau pria di sebelahnya ini masih memiliki sedikitnya sifat manusiawi.
”Kayaknya aku pernah liat kamu deh,” tanya Karel saat mobil
berhenti di light traffic.
”Oh ya?” Saatnya berakting pikun, pikir (namakamu), seraya
menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
”Iya, wajah kamu kayak nggak asing,” Karel menoleh ke arah
(namakamu), dan meneliti wajah (namakamu) lama.
”Dimana? Mungkin kalau kamu rinciin tempatnya aku bakalan
inget,”
”Aku juga lupa,”
LO SODARANYA IQBAAL KAN? NGGAK HERAN! Geram (namakamu) dalam
hati.
”Kamu kenapa?” Karel bingung melihat perubahan ekspresi
(namakamu), dan secepatnya (namakamu) menggeleng, light traffic menyala hijau,
Karel langsung menginjak pedal gas dan mobil berlalu.
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di
https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C