Wednesday, August 5, 2015

Cerbung Red Light - Part 1



`Red Light`

__Part 1__

Muhammad Aryanda.

oOo
Prolog.
Sebenarnya, orang yang benar-benar berbahaya adalah orang yang berada di dekatmu, dan orang yang selalu membuat hari-harimu buruk adalah orang yang sama.
Dia bisa kapan saja menusukmu ketika kau tengah terlelap...
Dia bisa kapan saja menaruh sebuah racun ke dalam makananmu...
Dia bisa kapan saja mengumbar ketololan yang pernah kau buat..
Dia bisa kapan saja menjerumuskanmuketika kalian berdua tengah menaiki anak tangga bersama...
Bahkan, dia bisa memberikan sesuatu yang sangat sulit untuk dilupakan...sesuatu yang begitu nyeri dan menyakitkan.

—oOo—

”Letakin disitu!”
Perintah bernada ketus itu keluar dari mulut seorang gadis cantik yang sangat berciri khas dengan bando yang hampir setiap saat melekat di kepalanya. Gadis yang tidak terlalu tinggi itu mendelik pada gadis lainnya, gadis dengan wajah tolol—begitu dia menyebutnya—yang selalu menjadi bulan-bulanannya.
”Thania!” Gadis berbando itu berteriak marah. ”Gue bilang letakin! Bukannya lo malah diem kayak patung sambil ngeliatin gue! Atau mungkin lo nggak terima sama perlakuan gue?”
Yang di panggil Thania itu tergelak dan segera melakukan perintah, dia meletakan tas temannya itu di kursi yang ada di hadapannya.
”Ngapain lo masih ngeliatin gue? Pergi ke kursi lo!” Teriaknya lagi.
Puluhan pasang mata menatap acuh pada keributan kecil yang di buat oleh Bella. Mereka seakan sudah terlalu biasa dengan keributan seperti ini sampai mereka tak sadar kalau keributan kecil ini tidak akan membuahkan efek apa-apa, atau mungkin mereka harus berteriak pada Bella karena suara cemprengnya sudah merusak suasana pagi ini? Tidak, mereka tidak perlu melakukan hal yang seperti itu, kalau mereka tidak mau bernasib sama seperti Thania.
Bella itu kejam. Dia bisa melakukan apa saja kepada orang yang dia benci, berbagai cara bisa dia lakukan untuk mendapatkan apa yang dia mau, mau dengan alasan rasional atau pun tidak rasional.
”Thania!”
Suara teriakan itu kembali terdengar, memekan murid-murid yang ada di ruangan ini. Beberapa ada yang mengumpat karena merasa terkejut walaupun umpatan itu hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri dan teman sebangkunya.
Thania yang baru duduk itu buru-buru beranjak untuk segera menghampiri Bella. Ekspresi ketakutan tak pernah absen dari garis wajahnya.
”Mana pr gue.” Tanya Bella lebih terdengar seperti tuntutan.
Sekujur tubuh Thania tampak menegang. Garis ketakutan dan tatapan sendu yang terpancar di wajahnya seakan memberitahu pada siapapun yang melihat, kalau sesuatu yang buruk akan segera menimpahnya.
”Kenapa malah diem!” Gertak Bella sembari menginjak kaki Thania dengan sekuat tenaga.
Thania terkesiap ingin menjerit namun sengaja dia tahan karena itu sama saja akan memancing emosi Bella.
”Jawab, tolol!” Bella semakin menekan kakinya yang masih menindih kaki Thania.
Thania mendesah kesakitan, lalu dengan sisa keberanian yang masih hinggap di benaknya dia berucap. ”Kamu nggak ada bilang sama aku.” Kalimat itu meluncur dengan sukses dan terdengar jelas, meskipun siapa saja akan tahu kalau pada kalimat itu terselip rasa ketakutan yang amat sangat.
”Bodoh!” Dengan tenangnya Bella menarik rambut Thania, membuat Thania meringis kesakitan.
”Bell, sakit.”
”Kenapa pr gue nggak lo kerjain, tolol? Apa lo mau ngeliat gue di hukum, hah? Atau mungkin udah lo rencanain sejak awal?” Thania menggeleng cepat, tapi kalau dengan begitu dia akan terbebas dia salah, Bella semakin menguatkan cengkramannya. ”Sekarang ambil buku lo!” Pinta Bella. Dia melepaskan cengkraman pada rambut Thania, terdapat beberapa helai rambut yang menempel di telapak tangannnya. Dengan jijik, Bella menepis beberapa helai rambut itu.
Thania kembali dengan buku di tangannya.
”Ganti sampul buku kimia lo sama sampul buku kimia gue!”
Thania mengangguk cepat, kemudian mengerjakan apa yang di perintahkan oleh Bella.
Kelas hening tanpa ada sedikitpun suara kecuali suara grasak-grusuk yang di hasilkan oleh gerakan mengganti sampul, yang sedang di kerjakan Thania. Gadis itu tampak diam tanpa menunjukan tanda-tanda kalau dia akan melawan tindakan Bella. Dia seperti boneka yang bisa di perlakukan sesuka hati.
”Cepetan!”
”I-ini udah selesai.” Thania menyerahkan buku miliknya yang kini menjadi milik Bella.
”Tuh, buku lo.” Ucap Bella seraya menghempaskan buku miliknya yang tak berguna ke lantai.
Thania membungkuk untuk mengutip buku itu lalu berjalan ke arah kursinya yang terletak paling belakang, tapi sebelum dia sampai di kursinya dengan selamat, seseorang dengan sengaja menjulurkan kakinya dan membuat kaki Thania kehilangan arah untuk melangkah, menyebabkan Thania yang kemudian terjatuh.
Beberapa murid yang melihat itu tertawa tertahan, yang melakukan itu hanya tersenyum sinis. Siapa lagi kalau bukan Bella pelakunya.
*
”Udah gue bilang kalau gue itu nggak suka pedas! Kenapa bakso gue pedas banget, hah? Lo sengaja ngelakuin itu supaya gue mati? Iya?”
Lagi-lagi keributan di buat oleh Bella, tentunya dengan korban yang sama. Thania berdiri di hadapan Bella dengan kepala tertunduk dan sekujur tubuh yang gemetar. Beberapa murid yang merasa jam istirahatnya terganggupun segera beranjak, namun yang tersisa masih tetap duduk tanpa memperdulikan kedua manusia yang tengah berdebat.
”Tapi, tadi aku nggak naruh cabe di bakso kamu, Bell.” Suara Thania terdengar seperti mengharap belas kasihan.
”Jadi menurut lo gue itu bohong?!!” Bella langsung naik pitam, segera saja dia meraih mangkok bakso yang ada di meja, kemudian dengan jahanamnya menyumpalkan bakso ke dalam mulut Thania.
Thania tersedak, tenggorokannya terasa perih. Bella kemudian meraih segelas air dan menyiram wajah Thania. Tentu saja tak hanya wajah Thania yang basah, beberapa percikan air menetes, membasahi seragam sekolah Thania.
”Sekarang bisa lo rasain sendiri kan gimana pedasnya tuh bakso?!!” Teriak Bella di wajah Thania. Sebelah tangannya lalu terangkat untuk mendorong wajah Thania, hingga gadis malang itu jatuh tanpa bisa berbuat apa-apa.
Murid-murid yang masih ada di kantin hanya bisa menatap kejadian itu sambil meringis. Tidak bisakah salah satu dari mereka beranjak untuk membantu Thania? Setidaknya melontarkan sedikit pembelaan untuk Thania. Tidak, mereka hanya bisa menonton tanpa berusaha ingin melakukan apa-apa.
*
Sekolah sudah di bubarkan lima menit yang lalu tapi Thania masih duduk di kursinya sambil mencatat materi yang tertera di papan tulis. Terlihat Bella tengah berdiri di sebelah gadis itu dengan tatapan tajam.
”Udah selesai.” Kata Thania pada Bella sembari menyerahkan sebuah buku.
Sedaritadi dia mencatat untuk Bella, tidak, bukan hanya sedaritadi tapi sejak dia duduk di Sekolah Menengah Atas disini, dia sudah menjadi penulis pribadi Bella. Segala buku catatan dan latihan Bella penuh dengan tulisannya, tidak ada sedikitpun bolpoin yang tergores dari hasil gerakan tangan Bella. Dan parahnya, Bella meminta Thania agar tulisan percis seperti tulisan Bella. Bella pikir itu akan mempersulit, tapi nyatanya, itu kelihatan mudah. Thania dengan gampang meniru tulisan Bella tanpa cacat sedikitpun.
Beberapa detik yang lalu Bella baru saja keluar dari kelas, tinggalah Thania seorang diri di dalam kelas. Tak langsung beranjak pulang, Thania duduk diam sembari merenungkan nasib buruk yang selalu menimpah dirinya. Dia tahu, kalau kejadian buruk tak hanya terjadi di sekolahnya.
Perlahan, kepala Thania menoleh kebelakang. Melihat ke meja kosong yang sejak tadi pagi tak dia dapati penghuninya. Kemana laki-laki itu? Kenapa dia tidak hadir hari ini? Apa yang terjadi padanya? Apakah sesuatu yang buruk terjadi padanya karena kemarin sudah menyelamatkan dirinya? Berbagai pertanyaan menyerang pikiran Thania sampai dia benar-benar lelah karena tak kunjungn mendapati jawaban atas pertanyaan. Tanpa dia sadari sejak dia menoleh ke meja tak berpenghuni itu, sudut-sudut bibirnya terangkat membuahkan senyuman. Senyuman tulus yang belum pernah teman-teman kelasnya lihat selama ini.
*
Thania tahu kalau seharusnya dia tak usah pulang, tapi bagaimana dengan ibunya? Thania merasa khawatir kalau beberapa jam saja tidak berada di dekat ibunya bahkan saat di sekolah kerap sekali dia di ingatkan dengan keadaan ibunya yang tidak sehat. Ada banyak hal yang membuatnya malas berada di rumah namun hanya satu hal yang membuatnya ingin berada di rumah itu, ibunya.
Saat Thania menginjakan kakinya di lantai rumah. Pemandangan kurang senonoh langsung dia dapati. Seorang pria dan wanita sedang bercumbu tanpa sedikitpun merasa terkejut dengan kehadiran Thania yang baru datang. Mereka seakan tak menganggap Thania, seakan dunia ini telah musnah dan hanya ada mereka. Ya, hanya ada mereka dan kegilaan mereka.
Thania menunduk ketika hendak ingin menaiki tangga menuju lantai dua. Air mata tak bisa di elakan saat harus terjatuh dan tanpa dia sadari masing-masing tangannya terkepal di sisi tubuh. Thania menggeram, ada kepiluan yang tak bisa dia jelas, ada kesakitan yang begitu kentara di dalam kepalanya namun tak sanggup dia ungkapkan. Ungkapkan? Pada siapa? Thania belum selesai menaiki anak tangga tapi langkahnya terhenti saat mendapati seorang wanita nyaris paruh bayah terduduk di anak tangga terakhir.
Keadaan wanita itu sangat mengkhawatirkan, rambut hitam panjangnya terlihat berantakan, ada goresan lipstik merah di wajahnya, matanya tampak sayu dan keanehan itu semakin bertambah dengan seringaian yang seolah tak pernah absen di wajahnya, sebuah boneka panda kesukaannya berada dalam pelukannya. Siapa saja bisa tahu bagaimana keadaan fisik wanita itu.
Melihat itu, hati Thania semakin terasa perih seperti ada yang dengan sengaja memperlihatkan padanya adegan paling menyedihkan. Kaki Thania bergerak untuk menghampiri ibunya, lalu dia memeluk ibunya dengan perasaan yang masih teriris-iris.
*
Malamnya, Thania tak bisa tidur, berbagai kejadian hari ini seolah terputar seperti roll film yang menyedihkan. Hidupnya yang malang dan nasib ibunya yang tak kalah menyedihkan dari dirinnya membuat malam harinya tak bisa tidur dengan nyenyak. Thania selalu terusik dengan potongan-potongan gambar dalam kepalanya, berbagai kejadian menyakitkan yang terlintas di kepalanya itu seakan akan dia hadapati keesokan harinya, atau mungkin di sepanjang hidupnya.
Thania mendesah, dia bergerak ke sisi lain tempat tidur untuk mendapatkan posisi yang nyaman, namun tak kunjung berhasil. Kepalanya seperti terbentur dan terasa amat sakit. Thania tak mengerti kenapa kepalanya begitu sakit terlebih saat isi dalam kepalanya kembali mengingat kejadian paling menyakitkan dalam hidupnya, mendadak semua terputar dengan sangat jelas.
Dimulai dari ayahnya yang berselingkuh dengan wanita lain, ibunya yang seolah kehilangan kewarasan saat mengetahui kalau pria yang dia cintai menghianati cintanya, dan kejadian lainnya di sekolah selalu di bayang-bayangi dengan sosok Bella. Bella yang selalu menyiksanya tanpa ampun, mempermalukan dia di depan semua murid, menyuruh semua murid-murid untuk tidak bergaul dengannya bahkan melakukan tindakan kasar kepadanya lebih dari batas kewajaran.
Tiba-tiba mendadak hening, suara dengung di dalam kepalanya seolah memberitahu Thania kalau segala kesakitan yang terekam di dalam kepalanya sudah terhenti. Dan Thania seperti mengalami kebisuan dan mati rasa dalam waktu yang bersamaan. Suara pintu terbuka membuat kepala Thania menoleh dengan sendirinya. Keningnya berkerut saat mendapati ayahnya masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan setengah telanjang.
”Ayah?” kata itu keluar begitu saja seakan tanpa perintah otaknya, Thania menatap ayahnya yang kian dekat dengannya. Senyum yang terukir di wajah ayahnya tampak aneh dan mengerikan di bawah penerangan yang tak memadai ini.
”Kamu belum tidur?” Tanya ayahnya lembut, lalu bergerak menaiki tempat tidur Thania.
”Be-belum.” Thania tergagap, dia mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk.
”Ayah mau tidur sama kamu, di kamar panas.”
Kepala Thania terasa berat, ada yang aneh dari tingkah laku ayahnya. Tidak biasanya ayahnya bersikap ramah seperti ini kepadanya. Thania bergerak gelisah, dia memberikan ruang yang lebih pada ayahnya, terlalu lebih malah sampai ayahnya tersadar kalau Thania seakan sudah mengetahui apa maksudnya.
”Kalau gitu Thania tidur sama ibu aja.” Thania bergerak turun dari tempat tidur dengan ketakutan.
Ayahnya tersenyum lagi. Andai saja sesuatu yang janggal tak terselip di kepalanya, pasti Thania akan merasa senang melihat ayahnya tersenyum seperti itu kepadanya. Satu detik berlalu, sebelah tangan ayahnya terangkat untuk meraih tangannya, Thania segera menjauhkan tangannya tanpa dia mengerti kenapa dia melakukan itu.
”Thania,” ayahnya mendesah mengerikan. Thania yang masih mematung di sisi tempat tidur pun bergidik ngeri. ”Mendekat atau ayah bakalan ngelakuin hal yang kasar sama kamu.” Itu adalah ancaman yang paling mengerikan yang pernah Thania dengar. Thania rasa ayahnya sudah tidak waras lagi! Dia sudah gila!
Ketika ayahnya bergerak mendekat, dengan sisa keberanian yang ada Thania melayangkan pukulan tepat di hidung ayahnnya. Ayahnya berteriak kesakitan, kesempatan ini Thania gunakan untuk segera pergi.
”Thania! Awas kamu!” Teriakan itu agak teredam.
Thania sudah keluar dari kamarnya yang ada di lantai dua. Sekarang dia menatap anak tangga yang menjulang ke bawah dengan takut lalu menoleh kebelakang, terlihat sosok ayahnya yang masih sibuk memegangi hidung berjalan ke arahnya. Thania tak punya banyak waktu, segera saja dia menuruni dua anak tangga sekaligus.
”Dasar keparat!” Teriakan itu kali ini terdengar begitu jelas, Thania tak mau menoleh kebelakang karena dia takut akan kesandung dan semuanya akan berakhir dengan kesakitan yang lainnya.
Thania sudah menginjakan kakinya ke lantai yang lebih rata, sepasang matanya bergerak waspada ke segala arah, lantai dasar tampak gelap dengan penerangan remang-remang dari lampu lantai dua. Di saat seperti tiba-tiba saja rasa kantuk menyerangnya, dan Thania benci itu, kenapa seakan keberuntungan selalu menjauhinya? Hidup benar-benar tak adil saat kau benar-benar berada di tempat yang tak aman.
Pintu keluar sudah tinggal beberapa langkah lagi saat sebuah tangan mendarat di bahunya dengan kasar, terdengar suara gedebuk ketika Thania sadari kalau ternyata itu adalah tubuhnya yang terhempas ke lantai. Thania berusaha mengangkat wajahnya untuk melihat sekitar, dan di dapati ayahnya berjalan mendekat dengan napas tersengal. Suara parau ayahnya yang tak jelas bersamaan suara sobekan yang di hasilkan oleh kaos oblong yang dia pakai. Thania menggeram, tubuhnya terasa perih karena tindakan ayahnya tadi, dia merasa tak bisa melakukan apa-apa.
Thania merasakan kalau tubuhnya sekarang terbaring di sofa, dan di hadapannya sekarang ada ayahnya berserta seringaian yang sangat menjijikan. Embusan angin lebih terasa dari sebelumnya, dan itu langsung menusuk kulitnya sampai membuat sekujur tubuh Thania mengigil.
Thania tahu kalau sekarang hidupnya benar-benar hancur, tanpa dia tahu apa yang sebaiknya dia lakukan.
***
Thania berjalan di koridor sekolah yang sudah sepi dengan sekujur tubuh yang terasa nyeri. Wajahnya pucat dan terlihat mengkhawtirkan.
”Lo selalu telat.” Komentar seorang murid laki-laki yang menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya.
Thania tampak acuh, tanpa memperdulikan laki-lak itu, Thania melenggangkan kakinya masuk ke dalam kelas. Thania tak memperdulikan puluhan pasang mata yang menatapnya aneh saat dia masuk ke dalam kelas, sepasang mata Thania langsung tertumbuk pada kursi yang kemarin kosong dan sekarang sudah berpenghuni lagi. Perasaan senang menggelitik hati Thania saat dia tahu kalau dia bisa melihat laki-laki itu lagi, walaupun Thania mendapati sedikitnya bekas memar di wajah laki-laki itu. Laki-laki itu tidak sedang menatapnya melainkan seorang gadis yang duduk di sebelahnya. Sebuah senyuman yang belum pernah Thania lihat laki-laki itu berikan pada gadis itu. Thania tidak tahu siapa nama gadis itu, dia belum pernah melihatnya, mungkin saja dia murid dari kelas lain.
Tiba-tiba Thania merasakan tubuhnya terdorong lalu terjatuh menghantam lantai.
”Awas gue mau lewat!” Suara Bella. Thania mengenali suara itu diluar kepalanya. Bella berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang. ”Muka lo kenapa? Kasian banget, apa di rumah lo nggak di kasih makan? Jangan-jangan orang tua lo nggak peduli sama lo? Miris banget hidup lo!” Setelah menghinanya, Bella berjalan ke tempat duduknya.
”Lo nggak pa-pa?” Kepala Thania bergerak ke sumber suara. Di dapatinya seorang laki-laki bertanya padanya dengan sedikit membungkuk, lalu Thania menggeleng sebagai jawaban.
”Kamu sakit ya?” Thania tidak terlalu memperhatikan sekitar, dia sampai tidak sadar kalau ada seorang gadis di sebelah laki-laki itu. Kemudian gadis itu berbicara dengan laki-laki di sebelahnya. ”Baal, lebih baik dia kita bawa ke UKS.”
Baal—Iqbaal pun mengangguk. Lalu mereka secara bersamaan menuntun Thania keluar kelas menuju UKS.

***
”Kamu demam. Seharusnya kamu nggak perlu berangkat sekolah, takutnya keadaan kamu malah makin parah.”
Samar-samar Thania mendengar ucapan gadis di hadapannya. Gadis itu benar, seharusnya dia tak perlu sekolah. Keadaannya memang sedang tidak dalam baik-baik saja, tapi kalau dia hanya berdiam diri di rumah, Thania yakin kejadian buruk akan menimpahnya lagi.
”Aku suruh Iqbaal anter kamu pulang ya?” Ucap gadis itu. Sampai sekarang Thania tak tahu siapa namanya.
”Kamu siapa?” Kalimat itu lolos dari mulut Thania nyaris tak terdengar.
”Aku (namakamu), ketua PMR di sekolah ini. Kamu Thania temennya Iqbaal kan?.”
Thania berusaha mengangguk tapi tak mampu, kepalanya terasa berat selain itu di setiap gerakan yang dia lakukan selalu menghasilkan kenyerian yang tak bisa di jelaskan.
”Bella memang keterlaluan, murid kayak dia seharusnya di kasih pelajaran supaya nggak terus-terusan bertingkah seenaknya,” Suara lainnya terdengar saat Thania ingin memejamkan matanya, dia mengenali suara itu sebagai suara Iqbaal. Terlihat seorang laki-laki yang tingginya setara dengan Iqbaal mengekor, rambutnya mengingatkan Thania dengan penyanyi papan atas indonesia—Giring Nidji. ”Gimana Thania?”
”Kurang baik, suhu badannya makin mengkuatirkan. Apa sebaiknya kita antar dia pulang aja?” Di Ujung kalimat (namakamu) terdapat sebuah pertanyaan yang di bumbui dengan usulan.
Kemudian Thania merasakan punggung tangan Iqbaal menepel di keningnya, sentuhan itu membuat Thania seperti merasakan sebuah sengatan yang amat menenangkan.
”Mungkin bentar lagi. Kita biarin Thania istirahat dulu.” Kata Iqbaal pada (namakamu).
”Oke. Kalau gitu aku balik ke kelas duluan ya, soalnya bentar lagi bakalan ulangan.” (Namakamu) memutar badannya agar menatap cermin, dia sedikit mematut dirinya, yang dia rasa kurang menarik.
”Udah cantik.” Komentar Iqbaal yang membuat (namakamu) tersenyum lebar.
Tapi (namakamu) tak bergerak sedikitpun dari depan cermin, dia kemudian merapikan rambut hitamnya yang tergerai.
”Baal, tolong ambilin ikat rambut aku dong disitu.” (Namakamu) menunjuk kearah kepala tempat tidur dengan bibirnya yang mengerucut. Sementara kedua tangannya berada di rambut yang sudah menyerupai buntut kuda. ”Oke.” Katanya, setelah menerima ikat rambut dari Iqbaal.
”Pergi-pergi aja nggak pamit.” Gerutu Iqbaal begitu (namakamu) melangkah keluar ruangan.
(Namakamu) yang mendengar gerutuan itu lantas menghentikan langkahnya.
”Aku balik ya.” Ucapnya sambil tersenyum manis pada Iqbaal, sementara laki-laki yang sedaritadi hanya memperhatikan tingkah kanak-kanak mereka hanya mendesah malas.
”Sayangnya mana?” Tuntut Iqbaal, wajahnya semakin murung.
(Namakamu) memutar bola matanya, merasakan sikap Iqbaal yang mendadak kekanak-kanakanternyata membuatnya sebal juga.
”Aku balik ya sayangku, cintaku, buah hatiku, permataku, dan segala-galanya bagiku.”
Senyum merekah di wajah Iqbaal, sesegera mungkin dia mendekat pada (namakamu) untuk mengecup lamat kening gadis itu. Memanglah tingkah mereka berdua semakin membuat laki-laki kribo itu muak.
”Mau ke kelas aja kayak mau pergi keluar negeri terus nggak balik-balik.” Gerutunya.
”Diem deh, Bas.”
”Iqbaal memang giti, Bas. Jadi maklumi aja.”
”Aku kayak gini karena aku sayang sama kamu.”
Bastian terbatuk. ”Kalau kayak gini (namakamu) bisa telat ikut ulangan, dan ini bakalan dampak sama nilai (namakamu) yang kosong, terus kalo kosong emangnya cinta lo itu bisa ngisi nilai (namakamu)?”
”Kasian jomblo.” Balas Iqbaal singkat.


Bersambung...



Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

1 comment:

Situs terkait