`Red Light`
__Part 1__
Muhammad Aryanda.
oOo
Prolog.
Sebenarnya, orang yang benar-benar berbahaya adalah orang
yang berada di dekatmu, dan orang yang selalu membuat hari-harimu buruk adalah
orang yang sama.
Dia bisa kapan saja menusukmu ketika kau tengah terlelap...
Dia bisa kapan saja menaruh sebuah racun ke dalam
makananmu...
Dia bisa kapan saja mengumbar ketololan yang pernah kau
buat..
Dia bisa kapan saja menjerumuskanmuketika kalian berdua
tengah menaiki anak tangga bersama...
Bahkan, dia bisa memberikan sesuatu yang sangat sulit untuk
dilupakan...sesuatu yang begitu nyeri dan menyakitkan.
—oOo—
”Letakin disitu!”
Perintah bernada ketus itu keluar dari mulut seorang gadis
cantik yang sangat berciri khas dengan bando yang hampir setiap saat melekat di
kepalanya. Gadis yang tidak terlalu tinggi itu mendelik pada gadis lainnya,
gadis dengan wajah tolol—begitu dia menyebutnya—yang selalu menjadi
bulan-bulanannya.
”Thania!” Gadis berbando itu berteriak marah. ”Gue bilang
letakin! Bukannya lo malah diem kayak patung sambil ngeliatin gue! Atau mungkin
lo nggak terima sama perlakuan gue?”
Yang di panggil Thania itu tergelak dan segera melakukan
perintah, dia meletakan tas temannya itu di kursi yang ada di hadapannya.
”Ngapain lo masih ngeliatin gue? Pergi ke kursi lo!”
Teriaknya lagi.
Puluhan pasang mata menatap acuh pada keributan kecil yang
di buat oleh Bella. Mereka seakan sudah terlalu biasa dengan keributan seperti
ini sampai mereka tak sadar kalau keributan kecil ini tidak akan membuahkan
efek apa-apa, atau mungkin mereka harus berteriak pada Bella karena suara
cemprengnya sudah merusak suasana pagi ini? Tidak, mereka tidak perlu melakukan
hal yang seperti itu, kalau mereka tidak mau bernasib sama seperti Thania.
Bella itu kejam. Dia bisa melakukan apa saja kepada orang
yang dia benci, berbagai cara bisa dia lakukan untuk mendapatkan apa yang dia
mau, mau dengan alasan rasional atau pun tidak rasional.
”Thania!”
Suara teriakan itu kembali terdengar, memekan murid-murid
yang ada di ruangan ini. Beberapa ada yang mengumpat karena merasa terkejut
walaupun umpatan itu hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri dan teman
sebangkunya.
Thania yang baru duduk itu buru-buru beranjak untuk segera
menghampiri Bella. Ekspresi ketakutan tak pernah absen dari garis wajahnya.
”Mana pr gue.” Tanya Bella lebih terdengar seperti tuntutan.
Sekujur tubuh Thania tampak menegang. Garis ketakutan dan
tatapan sendu yang terpancar di wajahnya seakan memberitahu pada siapapun yang
melihat, kalau sesuatu yang buruk akan segera menimpahnya.
”Kenapa malah diem!” Gertak Bella sembari menginjak kaki
Thania dengan sekuat tenaga.
Thania terkesiap ingin menjerit namun sengaja dia tahan
karena itu sama saja akan memancing emosi Bella.
”Jawab, tolol!” Bella semakin menekan kakinya yang masih
menindih kaki Thania.
Thania mendesah kesakitan, lalu dengan sisa keberanian yang
masih hinggap di benaknya dia berucap. ”Kamu nggak ada bilang sama aku.”
Kalimat itu meluncur dengan sukses dan terdengar jelas, meskipun siapa saja
akan tahu kalau pada kalimat itu terselip rasa ketakutan yang amat sangat.
”Bodoh!” Dengan tenangnya Bella menarik rambut Thania,
membuat Thania meringis kesakitan.
”Bell, sakit.”
”Kenapa pr gue nggak lo kerjain, tolol? Apa lo mau ngeliat
gue di hukum, hah? Atau mungkin udah lo rencanain sejak awal?” Thania
menggeleng cepat, tapi kalau dengan begitu dia akan terbebas dia salah, Bella
semakin menguatkan cengkramannya. ”Sekarang ambil buku lo!” Pinta Bella. Dia
melepaskan cengkraman pada rambut Thania, terdapat beberapa helai rambut yang
menempel di telapak tangannnya. Dengan jijik, Bella menepis beberapa helai
rambut itu.
Thania kembali dengan buku di tangannya.
”Ganti sampul buku kimia lo sama sampul buku kimia gue!”
Thania mengangguk cepat, kemudian mengerjakan apa yang di
perintahkan oleh Bella.
Kelas hening tanpa ada sedikitpun suara kecuali suara
grasak-grusuk yang di hasilkan oleh gerakan mengganti sampul, yang sedang di
kerjakan Thania. Gadis itu tampak diam tanpa menunjukan tanda-tanda kalau dia
akan melawan tindakan Bella. Dia seperti boneka yang bisa di perlakukan sesuka
hati.
”Cepetan!”
”I-ini udah selesai.” Thania menyerahkan buku miliknya yang
kini menjadi milik Bella.
”Tuh, buku lo.” Ucap Bella seraya menghempaskan buku
miliknya yang tak berguna ke lantai.
Thania membungkuk untuk mengutip buku itu lalu berjalan ke
arah kursinya yang terletak paling belakang, tapi sebelum dia sampai di
kursinya dengan selamat, seseorang dengan sengaja menjulurkan kakinya dan
membuat kaki Thania kehilangan arah untuk melangkah, menyebabkan Thania yang
kemudian terjatuh.
Beberapa murid yang melihat itu tertawa tertahan, yang
melakukan itu hanya tersenyum sinis. Siapa lagi kalau bukan Bella pelakunya.
*
”Udah gue bilang kalau gue itu nggak suka pedas! Kenapa
bakso gue pedas banget, hah? Lo sengaja ngelakuin itu supaya gue mati? Iya?”
Lagi-lagi keributan di buat oleh Bella, tentunya dengan
korban yang sama. Thania berdiri di hadapan Bella dengan kepala tertunduk dan
sekujur tubuh yang gemetar. Beberapa murid yang merasa jam istirahatnya
terganggupun segera beranjak, namun yang tersisa masih tetap duduk tanpa
memperdulikan kedua manusia yang tengah berdebat.
”Tapi, tadi aku nggak naruh cabe di bakso kamu, Bell.” Suara
Thania terdengar seperti mengharap belas kasihan.
”Jadi menurut lo gue itu bohong?!!” Bella langsung naik
pitam, segera saja dia meraih mangkok bakso yang ada di meja, kemudian dengan
jahanamnya menyumpalkan bakso ke dalam mulut Thania.
Thania tersedak, tenggorokannya terasa perih. Bella kemudian
meraih segelas air dan menyiram wajah Thania. Tentu saja tak hanya wajah Thania
yang basah, beberapa percikan air menetes, membasahi seragam sekolah Thania.
”Sekarang bisa lo rasain sendiri kan gimana pedasnya tuh
bakso?!!” Teriak Bella di wajah Thania. Sebelah tangannya lalu terangkat untuk
mendorong wajah Thania, hingga gadis malang itu jatuh tanpa bisa berbuat
apa-apa.
Murid-murid yang masih ada di kantin hanya bisa menatap
kejadian itu sambil meringis. Tidak bisakah salah satu dari mereka beranjak
untuk membantu Thania? Setidaknya melontarkan sedikit pembelaan untuk Thania.
Tidak, mereka hanya bisa menonton tanpa berusaha ingin melakukan apa-apa.
*
Sekolah sudah di bubarkan lima menit yang lalu tapi Thania
masih duduk di kursinya sambil mencatat materi yang tertera di papan tulis.
Terlihat Bella tengah berdiri di sebelah gadis itu dengan tatapan tajam.
”Udah selesai.” Kata Thania pada Bella sembari menyerahkan
sebuah buku.
Sedaritadi dia mencatat untuk Bella, tidak, bukan hanya
sedaritadi tapi sejak dia duduk di Sekolah Menengah Atas disini, dia sudah
menjadi penulis pribadi Bella. Segala buku catatan dan latihan Bella penuh
dengan tulisannya, tidak ada sedikitpun bolpoin yang tergores dari hasil
gerakan tangan Bella. Dan parahnya, Bella meminta Thania agar tulisan percis
seperti tulisan Bella. Bella pikir itu akan mempersulit, tapi nyatanya, itu
kelihatan mudah. Thania dengan gampang meniru tulisan Bella tanpa cacat
sedikitpun.
Beberapa detik yang lalu Bella baru saja keluar dari kelas,
tinggalah Thania seorang diri di dalam kelas. Tak langsung beranjak pulang,
Thania duduk diam sembari merenungkan nasib buruk yang selalu menimpah dirinya.
Dia tahu, kalau kejadian buruk tak hanya terjadi di sekolahnya.
Perlahan, kepala Thania menoleh kebelakang. Melihat ke meja
kosong yang sejak tadi pagi tak dia dapati penghuninya. Kemana laki-laki itu?
Kenapa dia tidak hadir hari ini? Apa yang terjadi padanya? Apakah sesuatu yang
buruk terjadi padanya karena kemarin sudah menyelamatkan dirinya? Berbagai pertanyaan
menyerang pikiran Thania sampai dia benar-benar lelah karena tak kunjungn
mendapati jawaban atas pertanyaan. Tanpa dia sadari sejak dia menoleh ke meja
tak berpenghuni itu, sudut-sudut bibirnya terangkat membuahkan senyuman.
Senyuman tulus yang belum pernah teman-teman kelasnya lihat selama ini.
*
Thania tahu kalau seharusnya dia tak usah pulang, tapi
bagaimana dengan ibunya? Thania merasa khawatir kalau beberapa jam saja tidak
berada di dekat ibunya bahkan saat di sekolah kerap sekali dia di ingatkan
dengan keadaan ibunya yang tidak sehat. Ada banyak hal yang membuatnya malas
berada di rumah namun hanya satu hal yang membuatnya ingin berada di rumah itu,
ibunya.
Saat Thania menginjakan kakinya di lantai rumah. Pemandangan
kurang senonoh langsung dia dapati. Seorang pria dan wanita sedang bercumbu
tanpa sedikitpun merasa terkejut dengan kehadiran Thania yang baru datang.
Mereka seakan tak menganggap Thania, seakan dunia ini telah musnah dan hanya
ada mereka. Ya, hanya ada mereka dan kegilaan mereka.
Thania menunduk ketika hendak ingin menaiki tangga menuju
lantai dua. Air mata tak bisa di elakan saat harus terjatuh dan tanpa dia
sadari masing-masing tangannya terkepal di sisi tubuh. Thania menggeram, ada
kepiluan yang tak bisa dia jelas, ada kesakitan yang begitu kentara di dalam
kepalanya namun tak sanggup dia ungkapkan. Ungkapkan? Pada siapa? Thania belum
selesai menaiki anak tangga tapi langkahnya terhenti saat mendapati seorang
wanita nyaris paruh bayah terduduk di anak tangga terakhir.
Keadaan wanita itu sangat mengkhawatirkan, rambut hitam
panjangnya terlihat berantakan, ada goresan lipstik merah di wajahnya, matanya
tampak sayu dan keanehan itu semakin bertambah dengan seringaian yang seolah
tak pernah absen di wajahnya, sebuah boneka panda kesukaannya berada dalam
pelukannya. Siapa saja bisa tahu bagaimana keadaan fisik wanita itu.
Melihat itu, hati Thania semakin terasa perih seperti ada
yang dengan sengaja memperlihatkan padanya adegan paling menyedihkan. Kaki
Thania bergerak untuk menghampiri ibunya, lalu dia memeluk ibunya dengan
perasaan yang masih teriris-iris.
*
Malamnya, Thania tak bisa tidur, berbagai kejadian hari ini
seolah terputar seperti roll film yang menyedihkan. Hidupnya yang malang dan
nasib ibunya yang tak kalah menyedihkan dari dirinnya membuat malam harinya tak
bisa tidur dengan nyenyak. Thania selalu terusik dengan potongan-potongan
gambar dalam kepalanya, berbagai kejadian menyakitkan yang terlintas di
kepalanya itu seakan akan dia hadapati keesokan harinya, atau mungkin di
sepanjang hidupnya.
Thania mendesah, dia bergerak ke sisi lain tempat tidur
untuk mendapatkan posisi yang nyaman, namun tak kunjung berhasil. Kepalanya
seperti terbentur dan terasa amat sakit. Thania tak mengerti kenapa kepalanya
begitu sakit terlebih saat isi dalam kepalanya kembali mengingat kejadian
paling menyakitkan dalam hidupnya, mendadak semua terputar dengan sangat jelas.
Dimulai dari ayahnya yang berselingkuh dengan wanita lain,
ibunya yang seolah kehilangan kewarasan saat mengetahui kalau pria yang dia
cintai menghianati cintanya, dan kejadian lainnya di sekolah selalu di
bayang-bayangi dengan sosok Bella. Bella yang selalu menyiksanya tanpa ampun,
mempermalukan dia di depan semua murid, menyuruh semua murid-murid untuk tidak
bergaul dengannya bahkan melakukan tindakan kasar kepadanya lebih dari batas
kewajaran.
Tiba-tiba mendadak hening, suara dengung di dalam kepalanya
seolah memberitahu Thania kalau segala kesakitan yang terekam di dalam
kepalanya sudah terhenti. Dan Thania seperti mengalami kebisuan dan mati rasa
dalam waktu yang bersamaan. Suara pintu terbuka membuat kepala Thania menoleh
dengan sendirinya. Keningnya berkerut saat mendapati ayahnya masuk ke dalam
kamarnya dalam keadaan setengah telanjang.
”Ayah?” kata itu keluar begitu saja seakan tanpa perintah
otaknya, Thania menatap ayahnya yang kian dekat dengannya. Senyum yang terukir
di wajah ayahnya tampak aneh dan mengerikan di bawah penerangan yang tak
memadai ini.
”Kamu belum tidur?” Tanya ayahnya lembut, lalu bergerak menaiki
tempat tidur Thania.
”Be-belum.” Thania tergagap, dia mengubah posisi
berbaringnya menjadi duduk.
”Ayah mau tidur sama kamu, di kamar panas.”
Kepala Thania terasa berat, ada yang aneh dari tingkah laku
ayahnya. Tidak biasanya ayahnya bersikap ramah seperti ini kepadanya. Thania
bergerak gelisah, dia memberikan ruang yang lebih pada ayahnya, terlalu lebih
malah sampai ayahnya tersadar kalau Thania seakan sudah mengetahui apa
maksudnya.
”Kalau gitu Thania tidur sama ibu aja.” Thania bergerak
turun dari tempat tidur dengan ketakutan.
Ayahnya tersenyum lagi. Andai saja sesuatu yang janggal tak
terselip di kepalanya, pasti Thania akan merasa senang melihat ayahnya
tersenyum seperti itu kepadanya. Satu detik berlalu, sebelah tangan ayahnya
terangkat untuk meraih tangannya, Thania segera menjauhkan tangannya tanpa dia
mengerti kenapa dia melakukan itu.
”Thania,” ayahnya mendesah mengerikan. Thania yang masih
mematung di sisi tempat tidur pun bergidik ngeri. ”Mendekat atau ayah bakalan
ngelakuin hal yang kasar sama kamu.” Itu adalah ancaman yang paling mengerikan
yang pernah Thania dengar. Thania rasa ayahnya sudah tidak waras lagi! Dia
sudah gila!
Ketika ayahnya bergerak mendekat, dengan sisa keberanian
yang ada Thania melayangkan pukulan tepat di hidung ayahnnya. Ayahnya berteriak
kesakitan, kesempatan ini Thania gunakan untuk segera pergi.
”Thania! Awas kamu!” Teriakan itu agak teredam.
Thania sudah keluar dari kamarnya yang ada di lantai dua.
Sekarang dia menatap anak tangga yang menjulang ke bawah dengan takut lalu
menoleh kebelakang, terlihat sosok ayahnya yang masih sibuk memegangi hidung
berjalan ke arahnya. Thania tak punya banyak waktu, segera saja dia menuruni
dua anak tangga sekaligus.
”Dasar keparat!” Teriakan itu kali ini terdengar begitu jelas,
Thania tak mau menoleh kebelakang karena dia takut akan kesandung dan semuanya
akan berakhir dengan kesakitan yang lainnya.
Thania sudah menginjakan kakinya ke lantai yang lebih rata,
sepasang matanya bergerak waspada ke segala arah, lantai dasar tampak gelap
dengan penerangan remang-remang dari lampu lantai dua. Di saat seperti
tiba-tiba saja rasa kantuk menyerangnya, dan Thania benci itu, kenapa seakan
keberuntungan selalu menjauhinya? Hidup benar-benar tak adil saat kau
benar-benar berada di tempat yang tak aman.
Pintu keluar sudah tinggal beberapa langkah lagi saat sebuah
tangan mendarat di bahunya dengan kasar, terdengar suara gedebuk ketika Thania
sadari kalau ternyata itu adalah tubuhnya yang terhempas ke lantai. Thania
berusaha mengangkat wajahnya untuk melihat sekitar, dan di dapati ayahnya
berjalan mendekat dengan napas tersengal. Suara parau ayahnya yang tak jelas
bersamaan suara sobekan yang di hasilkan oleh kaos oblong yang dia pakai.
Thania menggeram, tubuhnya terasa perih karena tindakan ayahnya tadi, dia
merasa tak bisa melakukan apa-apa.
Thania merasakan kalau tubuhnya sekarang terbaring di sofa,
dan di hadapannya sekarang ada ayahnya berserta seringaian yang sangat
menjijikan. Embusan angin lebih terasa dari sebelumnya, dan itu langsung
menusuk kulitnya sampai membuat sekujur tubuh Thania mengigil.
Thania tahu kalau sekarang hidupnya benar-benar hancur,
tanpa dia tahu apa yang sebaiknya dia lakukan.
***
Thania berjalan di koridor sekolah yang sudah sepi dengan
sekujur tubuh yang terasa nyeri. Wajahnya pucat dan terlihat mengkhawtirkan.
”Lo selalu telat.” Komentar seorang murid laki-laki yang
menjabat sebagai ketua kelas di kelasnya.
Thania tampak acuh, tanpa memperdulikan laki-lak itu, Thania
melenggangkan kakinya masuk ke dalam kelas. Thania tak memperdulikan puluhan
pasang mata yang menatapnya aneh saat dia masuk ke dalam kelas, sepasang mata
Thania langsung tertumbuk pada kursi yang kemarin kosong dan sekarang sudah
berpenghuni lagi. Perasaan senang menggelitik hati Thania saat dia tahu kalau
dia bisa melihat laki-laki itu lagi, walaupun Thania mendapati sedikitnya bekas
memar di wajah laki-laki itu. Laki-laki itu tidak sedang menatapnya melainkan
seorang gadis yang duduk di sebelahnya. Sebuah senyuman yang belum pernah
Thania lihat laki-laki itu berikan pada gadis itu. Thania tidak tahu siapa nama
gadis itu, dia belum pernah melihatnya, mungkin saja dia murid dari kelas lain.
Tiba-tiba Thania merasakan tubuhnya terdorong lalu terjatuh
menghantam lantai.
”Awas gue mau lewat!” Suara Bella. Thania mengenali suara
itu diluar kepalanya. Bella berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang.
”Muka lo kenapa? Kasian banget, apa di rumah lo nggak di kasih makan?
Jangan-jangan orang tua lo nggak peduli sama lo? Miris banget hidup lo!” Setelah
menghinanya, Bella berjalan ke tempat duduknya.
”Lo nggak pa-pa?” Kepala Thania bergerak ke sumber suara. Di
dapatinya seorang laki-laki bertanya padanya dengan sedikit membungkuk, lalu
Thania menggeleng sebagai jawaban.
”Kamu sakit ya?” Thania tidak terlalu memperhatikan sekitar,
dia sampai tidak sadar kalau ada seorang gadis di sebelah laki-laki itu.
Kemudian gadis itu berbicara dengan laki-laki di sebelahnya. ”Baal, lebih baik
dia kita bawa ke UKS.”
Baal—Iqbaal pun mengangguk. Lalu mereka secara bersamaan
menuntun Thania keluar kelas menuju UKS.
***
”Kamu demam. Seharusnya kamu nggak perlu berangkat sekolah,
takutnya keadaan kamu malah makin parah.”
Samar-samar Thania mendengar ucapan gadis di hadapannya.
Gadis itu benar, seharusnya dia tak perlu sekolah. Keadaannya memang sedang
tidak dalam baik-baik saja, tapi kalau dia hanya berdiam diri di rumah, Thania
yakin kejadian buruk akan menimpahnya lagi.
”Aku suruh Iqbaal anter kamu pulang ya?” Ucap gadis itu.
Sampai sekarang Thania tak tahu siapa namanya.
”Kamu siapa?” Kalimat itu lolos dari mulut Thania nyaris tak
terdengar.
”Aku (namakamu), ketua PMR di sekolah ini. Kamu Thania
temennya Iqbaal kan?.”
Thania berusaha mengangguk tapi tak mampu, kepalanya terasa
berat selain itu di setiap gerakan yang dia lakukan selalu menghasilkan
kenyerian yang tak bisa di jelaskan.
”Bella memang keterlaluan, murid kayak dia seharusnya di
kasih pelajaran supaya nggak terus-terusan bertingkah seenaknya,” Suara lainnya
terdengar saat Thania ingin memejamkan matanya, dia mengenali suara itu sebagai
suara Iqbaal. Terlihat seorang laki-laki yang tingginya setara dengan Iqbaal
mengekor, rambutnya mengingatkan Thania dengan penyanyi papan atas
indonesia—Giring Nidji. ”Gimana Thania?”
”Kurang baik, suhu badannya makin mengkuatirkan. Apa
sebaiknya kita antar dia pulang aja?” Di Ujung kalimat (namakamu) terdapat
sebuah pertanyaan yang di bumbui dengan usulan.
Kemudian Thania merasakan punggung tangan Iqbaal menepel di
keningnya, sentuhan itu membuat Thania seperti merasakan sebuah sengatan yang
amat menenangkan.
”Mungkin bentar lagi. Kita biarin Thania istirahat dulu.”
Kata Iqbaal pada (namakamu).
”Oke. Kalau gitu aku balik ke kelas duluan ya, soalnya
bentar lagi bakalan ulangan.” (Namakamu) memutar badannya agar menatap cermin,
dia sedikit mematut dirinya, yang dia rasa kurang menarik.
”Udah cantik.” Komentar Iqbaal yang membuat (namakamu)
tersenyum lebar.
Tapi (namakamu) tak bergerak sedikitpun dari depan cermin,
dia kemudian merapikan rambut hitamnya yang tergerai.
”Baal, tolong ambilin ikat rambut aku dong disitu.”
(Namakamu) menunjuk kearah kepala tempat tidur dengan bibirnya yang mengerucut.
Sementara kedua tangannya berada di rambut yang sudah menyerupai buntut kuda.
”Oke.” Katanya, setelah menerima ikat rambut dari Iqbaal.
”Pergi-pergi aja nggak pamit.” Gerutu Iqbaal begitu
(namakamu) melangkah keluar ruangan.
(Namakamu) yang mendengar gerutuan itu lantas menghentikan
langkahnya.
”Aku balik ya.” Ucapnya sambil tersenyum manis pada Iqbaal,
sementara laki-laki yang sedaritadi hanya memperhatikan tingkah kanak-kanak
mereka hanya mendesah malas.
”Sayangnya mana?” Tuntut Iqbaal, wajahnya semakin murung.
(Namakamu) memutar bola matanya, merasakan sikap Iqbaal yang
mendadak kekanak-kanakanternyata membuatnya sebal juga.
”Aku balik ya sayangku, cintaku, buah hatiku, permataku, dan
segala-galanya bagiku.”
Senyum merekah di wajah Iqbaal, sesegera mungkin dia
mendekat pada (namakamu) untuk mengecup lamat kening gadis itu. Memanglah
tingkah mereka berdua semakin membuat laki-laki kribo itu muak.
”Mau ke kelas aja kayak mau pergi keluar negeri terus nggak
balik-balik.” Gerutunya.
”Diem deh, Bas.”
”Iqbaal memang giti, Bas. Jadi maklumi aja.”
”Aku kayak gini karena aku sayang sama kamu.”
Bastian terbatuk. ”Kalau kayak gini (namakamu) bisa telat
ikut ulangan, dan ini bakalan dampak sama nilai (namakamu) yang kosong, terus
kalo kosong emangnya cinta lo itu bisa ngisi nilai (namakamu)?”
”Kasian jomblo.” Balas Iqbaal singkat.
Bersambung...
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
not bad
ReplyDelete