Tuesday, March 24, 2015

Cerbung Desire And Hope - Part 7

_____Part 7_____

Muhammad Aryanda


O-o-o-o-o-O


Mengusap wajahnya, Iqbaal mendengarkan (namakamu) sementara Aldi masih saja tetap berenag tapi dari sikapnya dia mendengarkan ucapan (namakamu).
”Apaan?” Tuh kan, Aldi duluan yang nyaut karena (namakamu) kelamaan ngelanjuti kata-katanya.
”Gue bakalan kasih tiga tantang buat kalian, dan buat yang menang gue bersedia jadi kacungnya selama tiga hari sementara yang kalah harus gendong gue ntar waktu kita pulang sampe rumah. Gimana?” Jelas (namakamu), gadis itu berkacak pinggang dan menatap tajam ke dua orang pemuda di ujung sana.


”Oke!” Iqbaal yang duluan jawab. Sementara Aldi seperti biasanya, dia selalu jadi orang (sok) penting dengan lama-lama ngejawab.
Satu menit
Lima menit.
Sembilan menit.
”Ya.”
(Namakamu) mengerang, rasanya dia ingin sekali mengangkat batu yang paling besar disini dan melemparnya ke wajah Aldi.

*
Kedua pemuda itu menerima tantangan yang di berikan oleh (namakamu). (Namakamu) tentu dengan kepintaran otaknya yang melebihi anak kelas satu SD itu pun tak memberi tahu tantangan apa-apa saja yang akan dia beri, tapi (namakamu) sudah menjelaskan tantangan pertama pada para pemuda itu.
Tantangan pertama cukup gampang, kedua pemuda itu hanya perlu berenang dari start yang sudah (namakamu) tentukan sampai finish (yang ada di ujung sana) yang juga sudah dia tentukan, tapi mereka harus kembali ke start lagi karena memag begitu aturan yang (namakamu) buat.
Kedua pemuda itu sudah berdiri di batu start sementara (namakamu) berdiri di belakang mereka.
”One...” Agaknya (namakamu) mau memperlihatkkankecerdasan bahasa inggrisnya, kalau aja Aldi gak ikut tantangan ini mungkin dia orang pertama yang colok mulut (namakamu) pake besi.
Aldi dan Iqbaal membungkukan badan. Tatapan mereka fokus ke ujung sana.
”Two...”
Aldi dan Iqbaal mulai bersiap-siap meluncur, terlihat juga Aldi sudah mengoper gigi sementara Iqbaal sedang menarik perseneling.
Ketika (namakamu) menyuarakan kata 'three' dengan lantangnya, kedua pemuda di hadapannya meluncur dengan indahnya, kecuali Aldi.
Aldi meluncur gak banget, tuh anak terlalu menghayati peran yang kalau mereka memang berada di sungai. Aldi meluncur lalu nyebur sampai air sungai itu menyiprat ke (namakamu).
Ini anak sengaja ya?
Beda dengan Iqbaal yang meluncur dengan indahnya. Pemuda itu melompat cukup tinggi, dengan kedua tangan yang dia bentuk seperti jarum jam, saat Iqbaal sudah benar-benar berada di air, pemuda itu berenang seperti atlet-atlet renang pada umumnya.
”Kalau gini sih gue udah tau siapa yang menang.” Gerutu (namakamu) jengah, dia menatap Aldi dengan tak selera karena pemuda itu tertinggal cukup jauh.
Belum sampai Aldi melintasi setengah perjalanan, Iqbaal sudah sampai di ujung sana dan tentu saja dia harus kembali lagi. Pemuda itu berenang dengan sangat cepat dan sungai ini benar-benar lebih terlihat wah kalau yang mandi orangnya kayak Iqbaal semua, dan percayalah sungai ini malah percis seperti kobangan lumpur saat orang-orang kayak Aldi yang mandi di tempat ini.
Selesai.
Iqbaal sudah muncul di permukaan dengan kereennya. Gimana gak keren, (namakamu) aja yang tadinya kesel karena dia ngarepnya Aldi yang menang malah Iqbaa yang menang tapi sewaktu liat pemandangan surga dunia ini, malah membuat (namakamu) bersyurkur kalau Aldi yang kalah. Yeay!
Iqbaal yang berjalan menghampiri (namakamu) membuat (namakamu) mau gak mau harus menengadah dan memperhatikan Iqbaal. Rambut Iqbaal yang biasanya selalu terlihat rapi itu kini basah karena air, belum lagi cara Iqbaal mengusap wajahnya yang basah itu membuat (namakamu) semakin melting, dan pandangan (namakamu) terfokus pada badan Iqbaal yang sangatlah terekspos dengan jelas.
‪#‎ GueBerasaKayakH OMOngetikDuaPar agrafDiAtas‬:3 ‪#‎ TapiApalahDayaI niHanyaUsahakuU ntukMenghiburKo metYangSeringKe naFanZone‬*mati*
(Namakamu) terlalu fokus dengan apa yang ada di hadapannya, sampai dia gak sadar kalau Aldi udah muncul ke permukaan.
”Idung gue sakit banget, mata gue perih, astaga (namakamu) lo buat tantangannya gak ngotak banget sih, jauh banget gilak!” Aldi ngeplak kepala (namakamu) lalu duduk di sebelah gadis itu.
”Aldi sakit!” (Namakamu) mau bales mukul tapi Aldi malah nahan tangannya.
”Tantangan keduanya apa?” Tanya Aldi langsung, mungkin dia sebal pemirsa karena kalah dari orang yang notabenenya adalah lemaknya lebih dikit.
*
”Nah, disini.”
(Namakamu) tidak langsung menjawab pertanyaan Aldi tadi, dia diam saja karena dia memang belum mau ngasih tau tantangan keduanya karena veru secret. Jadi (namakamu) terlebih dahulu membawa kedua pemuda itu ke rumah pohon, di pinggiran tanah kosong itu ada beberapa pohon kelapa yang tingginya lumayan lah.
”Ini dia, tantangan keduanya.” (Namakamu) merentangkan kedua tangannya seolah mempersembahkan.
”Manjat pohon?” Iqbaal sedikit bingung kalau memang benar ini tantangannya.
Kalau Iqbaal yang nanya otomatis (namakamu) pasti ngeliat ke arah pemuda itu. Dan sepasang (namakamu) gak kayak biasanya yang selalu menatap wajah Iqbaal, entah sejak kapan (namakamu) malah lebih suka ngeliatin badannya Iqbaal. ToT
Otak gue gak mesum, please.
(Namakamu) mengangguk. ”Tapi jangan lupa ambil buahnya satu.”
”Harus gitu?” Aldi yang tadinya udah stand by berdiri di dekat pohon tiba-tiba aja menoleh ke (namakamu) dengan wajah nyolotnya.
”Ya kan sayang kalo udah manjat terus gak di ambil buahnya, lagian gue juga aus.” Tanpa malu-malu (namakamu) mengatakan hal itu. Emang iya, kok, gue aus.
”Dasar lu ya, ngambil kesempitan dalam kesempatan.”
”Kebalik oon -__-"”
”Bodoh ah, cepatan kek mulainya.”
”Kenapa? lo mau ngasih liat ke gue jurus monyet manjat pohon?”
Aldi geram, dia berniat ingin menoyor kepala (namakamu) tapi dia tahan demi menjaga imagenya. Apaan sih.
Iqbaal yang masih berdiri memperhatikan pohon kelapa itu perlahan berjalan mendekat tapi ketika sampai di dekat pohon kelapa itu dia mengalihkan pandangannya ke (namakamu).
”Gue nyerah deh. Gue gak bisa manjat pohon setinggi ini malah gak ada cabangnya lagi.”
(Namakamu) melongo dan Aldi tertawa terbahak-bahak.
”1-1,” kata Aldi bangga. ”Jadinya gue gak perlu ngeluarin jurus monyet manjat pohon ye, karena gue udah menang tanpa sedikitpun menyentuh pohon ini. Yeay! Hwaiting!”
Aldi dengan bangganya beryel-yel seperti penonton alay yang ada di tipi-tipi—rusak. (Namakamu) menatap kesal Aldi sambil memonyongkan bibirnya.
”Tantangan terakhir?” Suara Iqbaal rendah dan terdengar hati-hati, kentara sekali dia takut kalau (namakamu) marah padanya.
*
”SEM TO THE FAK! Apaan sih lo (namakamu) tantangan terakhirnya gini banget, ini permaian kenapa malah menjerumus ke pelajaran, pokoknya ini gak adil, gue gak mau, gue merasa kalau gue lagi di intimidasi, pokoknya gue gak mau! Tantangan ketiga harus di ganti, demi kakek cangkul yang nikah sama nenek sarung, gue gak mau, (namakamu)! Lo sengajakan? Iya, kan? Lo sengaja biar sih Iqbaal menangkan? Iya kan? Lo sengaja kan? Karena lo gak mau jadi kacung gue kan? Lo.......”
”Diem!” (Namakamu) kesal dengan repetan Aldi, jadi dia menyumpal mulut pemuda itu dengan gumpalan kertas.
Mereka bertiga sedang ada di dalam rumah pohon.
Tantangan terakhirnya adalah menjawab soal Kimia. (Namakamu) masih ingat sangat jelas bagaimana Aldi mempermalukannya di kelas saat itu, dan akhirnya hari ini (namakamu) mempunyai kesempatan membalas.
Aldi murung mukanya yang gak cocok banget mengekspresikankayak gitu malah ngebuat (namakamu) pengen nonjok.
(Namakamu) sudah membagikan masing-masing kerta berisi soal kimia pada Aldi dan Iqbaal. Begitu tau saat soal yang ada di kertas adalah soal Kimia, Aldi jelas memberontak, dia bukan tidak mengerti mengerjakan soal seperti ini hanya saja agak belum paham bagaimana menyelesaikan soal ini.
Oh God! Help dia!
(Namakamu) duduk selonjoran di lantai, punggungnya dia sandarkan di dinding bangunan ini yang terbuat dari kayu. Sementara dua pemuda di hadapannya mengerjakan soal, (namakamu) memperhatikan mereka silih berganti. Iqbaal dan Aldi terlihat sangat berbeda. Iqbaal yang pembawaanya sangat tenang membuat (namakamu) semakin kesem-sem, sedangkan Aldi, pemuda itu seperti cacing kepanasan, pindah sana-pindah sini, nungging sana-nungging sini, dan terakhirnya Aldi terlantang sambil menggaruk-garukkepalanya.
Pokoknya jawaban gue harus bener, dan kalo gue menang tunggu aja pembalasan gue! Dasar nenek sarung!, gumam Aldi dalam hati.
Waktu berlalu begitu cepat, Iqbaal yang mengumpulkan lembaran kertas yang paling pertama sedangkan Aldi, kayaknya pemuda itu memang bener-bener dendam sama (namakamu), dia berusaha sekuat mungkin agar bisa menjawab soal kimia ini.
(Namakamu) tak langsung memeriksa jawaban Iqbaal, dia hanya memperhatikan tulisan Iqbaal yang rapi dan sangat indah untuk di lihat. Sedangkan Aldi? (Namakamu) yang sudah hafal dengan sahabatnya itu hanya bisa menggeleng, tulisan Aldi lebih dari kata jelek banget.
Berselang sepuluh menit Aldi mengumpulkan lembaran kertasnya.
”Awas kalo lo curang, periksa yang bener!” Gitu kata Aldi sewaktu dia mengumpulkan soal, leser warnan hijau kembali menusuk mata (namakamu).
(Namakamu) bergidik ngeri dan mengabaikan Aldi, lalu dia mulai memeriksa jawaban.
*
Finish!
Hanya butuh waktu lima menit bagi (namakamu) untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai guru gadungan. Aldi yang paling dekat duduknya sama (namakamu), sementara Iqbaal berada di belakang sana sibuk dengan ponselnya.
Wajah (namakamu) murung.
Dan bagi Aldi itu kayaknya pertanda baik.
”Yang menang siapa?”
(Namakamu) buru-buru menengadahkan wajanya begitu mendengar suara Iqbaal. Ada sesuatu yang aneh yang melintas di garis wajah Iqbaal, tapi pemuda itu seolah menyembunyikannya.
”Cepetan dong (namakamu)! Gue lagi serasa kayak lagi nungguin undian tau gak!” Aldi mengumpat kesal, dia rasa (namakamu) terlalu berlama-lama.
”Tutup mata kalian!” Kata (namakamu).
”Yaelah! Cepetan kek!” Bacot Aldi geram.
Iqbaal udah tutup mata. Ini anak kayaknya emang pasrah aja bawaannya. Tapi gak lama Aldi juga memejamkan matanya.
Menghela napas, (namakamu) rasanya kok nyesel banget ya ngadain acara kayak ginian? Padahal niatnya seperti itu tapi kenapa hasilnya malah seperti ini? Why? Why, nyet?
”Lama banget, (namakam..” Cerocos Aldi harus terhenti dengan kalimat (namakamu).
”Yang gue tabok dia yang menang!”
Plak!
Dengan berat hati dan agak senang, (namakamu) menampar Aldi tanpa belas kasihan.
”Aduh,” Aldi meringis, dia mengusap wajanya kuat-kuat, rasanya pipinya sekarang seperti berwarna merah dan berdenyut-denyut. ”(Namakamu)! Lo apa-apaan sih!” Agaknya Aldi gak terima dengan perilaku (namakamu) kepadanya, jadi mendekati (namakamu) untuk membalas.
”Gue kesel sama lo tau, gak! Kenapa lo yang menang sih! Yaelah!”
”Karena gue pinter!”
”Pinter dari mana lo.”
”Buktinya gue menang!”
”Suara lo biasa aja dong!”
”Bodo amat! Ini suara gue!”
”Oh!”
”Bulat!”
”Donat!”
”Manis!”
”Kayak gue!”
”Amit-amit!”
”Kenyataan, nyet!”
”Gak pake nyet berapa, Bi?”
”Maribumaratusmapuloh!”
Iqbaal cuma bisa menghela napas mendengar pertengkaran dua manusia di hadapannya itu. Apakah mereka selalu seperti itu? Walaupun tidak ada orang melihatnya? Apakah mereka benar-benar berpikir kalau mereka adalah anak kecil yang baru menginjakan kakinya di sekolah dasar? Bukannya SMA kelas dua?
Duduk diam. Adegan di depan Iqbaal sekarang sudah tidak adu mulut lagi, melainkan keduanya sudah pake kekerasan. (Namakamu) jatuh ke lantai dengan tangannya di piting oleh Aldi, tapi tangan (namakamu) yang bebas menjambak rambut Aldi.
Ini kapan selesainya?
*
Jalan jauh dengan matahari yang mulai berada di atas ubun-ubun membuat Iqbaal kelelahan. Setelah mendengar Aldi yang menang otomatis dia harus menerima hukuman kekalahannya, yaitu menggendong (namakamu) sampai rumah. Sementara Aldi mengikuti mereka dengan sepedanya.
”(Namakamu)! Gue sarani sama lo ya! Puas-puasin aja hidup lo hari ini karena besok lo bakalan nyicipin yang namanya neraka dunia! BHAHAHAK!” Aldi tertawa setan, dia dengan sepedanya berputar-putar di depan (namakamu) dan Iqbaal.
(Namakamu) mendengus.
”Nyesel gue.”
Iqbaal tertawa pelan.
”Lagian jawaban lo kok bisa salah gitu sih, Baal? Padahal caranya udah bener!” (Namakamu) yang gak bisa terima nasib malah ngomelin Iqbaal.
”Ya, mana gue tau. Mungkin Aldi emang lebih pinter dari gue.” Balas Iqbaal, seperti biasa pembawaanya yang tenang malah membuat (namakamu) kesal kalau dalam keadaan kayak gini.
”Ya ampun, mulai besok gue bakalan punya majikan yang bawelnya ngelebihi ibu-ibu kost tau gak! Lo tau gak, Aldi itu kalo lagi nyebelin kayak cewek PMS yang mau nguasai dunia!” Rutuk (namakamu) lalu dia menangis kesal.
Lagi-lagi Iqbaal tertawa, dia rasa ucapan (namakamu) sangat lucu.
”Lo jangan ketawa gitu dong, Baal. Kasih saran apa kek, supaya Aldi gak bakal nyiksa gue.”
”Gue gatau, (namakamu). Dan mending lo diem deh, ini panas banget.” Ucap Iqbaal yang malah membuat (namakamu) kesal.
Setelah mendengar Iqbaal berkata seperti itu, (namakamu) hanya bisa diam saja di sisa perjalanan yang masih jauh kalau jalan kaki. Aldi dan sepedanya udah kayak titik hitam di ujung sana. Kayaknya Aldi merasa puas banget.
”(Namakamu), lo bisa lebih erat gak sih megang leher guenya, nanti lo jatuh.” Ucapan Iqbaal memecahkan kesunyian yang baru tercipta sekitar lima menit yang lalu.
”Iya,” balas (namakamu) seadanya. Kemudian dia lebih mengeratkan tangannya yang melingkar di leher Iqbaal.
”Aduh, jangan kuat-kuat dong. Leher gue sakit.” Protes Iqbaal seraya menghentikan langkahnya.
Menghela napas, (namakamu) sedikit melonggorkan tangannya.
”Nah, gitu.”
Mendengus, (namakamu) mejitak kepala Iqbaal.
*
”Lho kamu kok ada disini? Kan udah aku bilang bentar lagi aku pulang.”
(Namakamu) dan Iqbaal baru saja sampai di rumah, dan mereka di kagetkan dengan kehadiran Jessica yang duduk seorang diri di halaman rumah Aldi. Tepatnya di kursi bawah pohon.
(Namakamu) yang emang lagi gak mood langsung jalan ke arah rumahnya. Tapi belum sempat dia melakukan niatnya itu, tiba-tiba tindakan yang Jessica lakukan membuat (namakamu) mengurungkan niatnya.
Jessica berjalan agak linglung lalu menghempaskan badannya ke Iqbaal. (Namakamu) baru sadar kalau Jessica menangis saat gadis itu menyuarakan tangisannya. Detik itu juga pintu rumah Aldi terbuka dan memperlihatkan sosok Aldi yang mengernyitkan alisnya karena bingung melihat dua orang di hadapannya ini. Whats wrong?
(Namakamu) dan Aldi yang memang belum pernah melihat orang pelukan secara langsung kecuali di sinetron membuat keduanya saling melempar pandang.
Gadis itu menangis tersedu-sedu, agaknya kesedihan yang menimpah dirinya membuat Jessica masih belum bisa bersuara. Sementara Iqbaal hanya bisa membelai lembut punggung Jessica dengan sikap menenangkan.
Dan tak lama Jessica jatuh pingsan, membuat Aldi dan (namakamu) terkesiap untuk membantu tapi Iqbaal sudah lebih dulu menangkap badan gadis itu dan membawanya masuk ke rumah Aldi. Aldi menyarankan.
*
”Jessica kenapa ya?” Setelah lama tak bersuara dan hanya diam saja bersama (namakamu), Aldi akhirnya bersuara.
(Namakamu) yang duduk di sebelahnya cuma bisa mengangkat bahunya, pertanda gadis itu tidak tahu menau.
”Iqbaal masih di dalem?” Tanya Aldi lagi, dia memang sempat mandi dan meninggalkan (namakamu) sendirian.
(Namakamu) mengangguk tanpa minat.
”Mereka ngapain ya?” Kali ini pertanyaan Aldi lebih kepada dirinya sendiri. Tapi entah mengapa malah membuat (namakamu) kesal, jadi (namakamu) menjitak kepala Aldi.
Aldi mengaduh kesakitan tapi tidak membalas karena detik itu juga terdengar suara teriakan Jessica dari dalam kamarnya. Untung aja rumahnya lagi kosong kalau ada Mama atau Papanya bisa gila Aldi.
(Namakamu) mau pun Aldi segera beranjak dari posisi duduknya dan masuk ke kamar.
*
”Sica,” suara Iqbaal rendah dan penuh ke hati-hatian. Dia mencoba menenangkan Jessica yang mendadak histeris.
Beberapa jam yang lalu—saat Iqbaal masih bersama (namakamu) dan Aldi—Jessica memberitahu dirinya melalui SMS bahwa hubungan dia dan kekasihnya sudah berakhir. Jessica meminta Iqbaal supaya cepat pulang karena gadis itu membutuhkannya,dan mungkin karena memang Iqbaal harus jalan sekaligus gendong (namakamu) membuat Jessica menjadi tak sabar, dan akhirnya dia sendiri yang datang kemari.
Mata Jessica terus mengeluarkan air mata tanpa tahu kapan akan berhenti, dan juga dia meremas rambutnya dengan kedua tangannya. Iqbaal semakin di buat panik oleh Jessica saat gadis itu membanting lampu tidur milik Aldi yang ada di meja kecil tepat di sebelah tempat tidur.
Pintu terbuka. Sosok Aldi dan (namakamu) masuk dengan was-was.
Iqbaal yang semulanya bersimpuh di depan Jessica pun beranjak dan menghampiri kedua orang itu, wajahnya murung dan penuh penyesalan.
”Sori, Al, tapi nanti gue ganti.” Kata Iqbaal lemah.
Baik Aldi maupun (namakamu) sama sekali tidak menggubris ucapan Iqbaal. Kedua orang itu malah sibuk mencuri-curi pandang ke arah Jessica yang menangis histeris.
”Jessica kenapa?” Tanya Aldi.
Iqbaal menggeleng. ”Gue belum bisa cerita. Mungkin lain kali.” Kemudian Iqbaal memutar badannya untuk menghampiri Jessica.
Gadis itu sekarang duduk meringkuk memeluk lututnya. Dia terlihat menyedihkan.
”Kita pulang sekarang,” ucap Iqbaal sembari menarik pelan tangan Jessica, gadis itu tak langsung menyambutnya dengan ramah, dia terlebih dahulu menghempaskan tangan Iqbaal dan setelah itu Jessica beranjak dan keluar dari kamar.
(Namakamu) dan Aldi yang masih ada di depan pintu hanya bisa diam seperti patung.
Serius nih anak kecil kalau marah nyereminya kayak gini?

Bersambung...


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait