Tuesday, March 24, 2015

Cerbung Desire And Hope - Part 6

Part 6

Muhammad Aryanda.

OoO

Berarti yang kemarin itu cuma seorang teman yang ingin membahagiakan temannya ya?
Kok gue baper banget? :"
”Woy, bengong aja lu!” Aldi tiba-tiba menganggetkan (namakamu).
(Namakamu) tak berteriak, tak kaget, tak marah-marah seperti biasanya, gadis itu diam bak patung. Whatz wrong?


”Kepala gue tiba-tiba aja pusing, Al, gue ke rumah bentar ya...” Tanpa menunggu jawaban dari Aldi, (namakamu) segera melangkah pergi.
Iqbaal baik sama siapa aja.
Dia baik sama semua orang.
Bukan ke gue doang.
Dia emang baik..
Dan bodohnya gue pikir dia cuma baik sama gue, dengan bodohnya lagi gue mikir kalo dia suka sama gue?
Gue ini bodoh tapi sok mikir, jadinya gini...
”(Namakamu) mau kemana kemana, Al?” Tanya Iqbaal beberapa saat kemudian. Pemuda itu sudah selesai dengan Jessica-nya?
”Katanya pusing, bentaran doang, gue sih gak percaya, pasti ada yang salah sama dia. Kayaknya ada yang aneh....” Jelas Aldi seraya mengusap dagunya, dia terlihat seperti tokoh fiksi di film detektif yang baru saja menemukan petunjuk baru. Tapi wajahnya yang bloon gak cocok banget.
”Oh, gitu.”
Sebelah alis Aldi terangkat, wajahnya yang bloon itu sekarang di tambah kebingungan yang amat sangat terasa. Bisa kebayangkan bloon bingung = dungu'
“Dia siapa lo?“ Ini yang daritadi ingin Aldi tanyakan pada Iqbaal.
Iqbaal gak heran kalau Aldi bakalan nanya kayak gini. Padahal dia mengharapkan kalau Aldi gak nanya kayak gini.
“Kayak lo sama (namakamu).“ Jawab Iqbaal, lalu duduk di sebelah Aldi.
Mereka berdua berada di teras rumah Aldi, sedangkan Jessica masih sibuk mengurusi pohon yang tadinya mau di hias sama (namakamu), gadis itu juga udah turun.
“Mungkin versi kalemnya.“ Imbuh Iqbaal, yang langsung mengundang tawa antar keduanya.
“Kayaknya (namakamu) kebagusan kalo di samain sama sih Jess itu.“
Aldi ini memang gak mau memuji (namakamu) sedikit aja apa? Dia itu terkesan seperti haters (namakamu) tapi juga seperti kekasihnya. Wherez romance?
“Mereka sama-sama cewek, dan sama-sama cantik.“ Ucap Iqbaal, dia menoleh ke Jessica yang sedang entah apa, yang jelas saat dia menoleh ke gadis itu, gadis itu tersenyum dan melambaikan tangan. Iqbaal cuma tersenyum lebar.
“Dia kayak anak kecil.“ Aldi memandang Jessica yang sekarang lagi berusaha memadamkan lilin di batang (namakamu). Kalau (namakamu) tau mungkin sih Jess bakalan di sate idup-idup.
“Dia anak satu-satunya, sama kayak gue. Orang tua kita temenan deket banget. Dia sering nginep di rumah gue yang di Jakarta, dia emang nyebelinnya minta ampun, tapi dia itu orangnya jujur, dia bakalan bilang apa yang ada di dalam hatinya, dia gak suka memendam sesuatu.“
Dari penjelasan Iqbaal sangat memungkinkan sekali kalau Iqbaal adalah gadis itu sejak kecil.
“Dia nyebelin?“
Iqbaal mengangguk. “Lebih dari (namakamu). Gara-gara sikapnya yang manjanya keterlaluan, dia pernah gak punya temen satupun sewaktu SMP. Kebayang? Jadi dia setiap hari selalu main sama gue.“
“Serius? Kalo (namakamu) mah temennya dimana-mana, cuma ya gitu, dia maunya cuma sama gue, walaupun gue kadang males.“ Yang bunuh Aldi sekarang monggo.
Iqbaal nyengir mendengar ucapan Aldi, mungkin saja perkataan Aldi itu ada benarnya.
“Terus dia sekarang tinggal sama lo?“ Belum selesai, Aldi masih punya kira-kira satu pertanyaan lagi.
“Pertanyaan ini belom gue tanya sama dia. Gue juga gak tau kenapa dia bisa disini, gue belum sempet nanya apa-apa sama dia.“
Aldi mengangguk-ngangguk paham, detik itu juga sosok (namakamu) muncul dari kegelapan dan berjalan dengan lesuh ke arah Aldi dan Iqbaal.
“Napa lo? Muka udah kayak keset kaki gausah di kusuti lagi.“ Komentar Aldi pedas.
“Gue bete,“ (namakamu) langsung duduk di sebelah Aldi. “Bidi gak angkat telpon gue.“
“Apa? Apa? Lo bilang apa? Bidi? Bidi siapa? Emangnya lo punya temen selain gue?“
“-__-??“
“Lo harus jelasin sama gue, (namakamu), Bidi itu siapa? Kok gue gak pernah denger lo ceritain tuh anak, tau-tau lo main bilang aja kalo tuh anak gak angkat telpon lo.“ Aldi mengabaikan Iqbaal, pemuda itu sekarang memungguing Iqbaal dan menatap (namakamu) meminta penjelasan.
“Please, deh, Al, suami gue bukan cuma elo,“ kata (namakamu). “Bidi itu anak cowok yang pernah minta nomor hape gue, yaelah gue aja kagak punya hape makanya gue kasih nomor rumah gue.“
“Terus lo kok kayak cewek keganjenan gitu main telpon dia duluan.“
(Namakamu) mendelik. Maksud Aldi apaan coba, gara-gara ucapannya itu Iqbaal ngeliatan (namakamu) dengan wajah bingung tapi masih tetep ganteng.
“Tadi Mama gue bilang ada temen sekolah gue yang nelpon dan ternyata itu Bidi, yaudah gue telpon balik, eh gataunya gak di angkat.“
“Lo tau darimana kalo itu nomor Bidi?“
“Gue kan nyatet nomor dia, pea.“
“Terus lo kecewa gitu kalo Bidi gak angkat telpon lo?“ Muka Aldi yang ngeselin dan pertanyaan dia yang nyebelin serasa minta di tonjok.
“Yah kapan lagi kalo bukan sekarang, gue kan gak mau dikatain lesbi sama lo, mana tau dia suka sama gue, ya gak?“ (Namakamu) mengangkat kedua alisnya bersamaan, dan itu ngebuat Aldi malah pengen narik bibir (namakamu).
Dan Aldi menggeleng pasrah. “Kasian gue sama makhluk yang mau jadi cinta pertama lo.“
Mendengar ucapan Aldi, kok (namakamu) rasanya pengen ngambil linggis terus colok ke mulut Aldi sampe nembus ke pantat ya?
“Emangnya (namakamu) belum pernah pacaran?“ Tiba-tiba Iqbaal bertanya dengan penasarannya.
“Belom. (Namakamu) ini masih barang segelan. Aman. Belum ada goresan sedikitpun.“ Aldi yang menjawab.
“Lo ngomong kayak gitu seolah-olah lo itu udah pacaran, ya-___-?“
Aldi memeletkan lidahnya, dan setelah itu tak ada percakapan lagi sampai beberapa menit kemudian sosok Jessica hadir di antara mereka. Ada yang aneh dari diri gadis itu, tepat di kepala Jessica ada sebuah flower crown yang di buat dari daun-daun. Jessica berjalan ke arah (namakamu) lalu meletakan Flower crown satunya lagi di kepala (namakamu) dengan senyum mengembang. Dan tindakan Jessica selanjutnya membuat (namakamu) tercengang, gadis itu mencium pipinya.
“Kamu cantik kalo kayak gitu.“
(Namakamu) tersenyum malu.
“Menurut gue standar malah makin jelek.“ Gumam Aldi, yang hanya di dengar oleh Iqbaal.
Dan malam itu mereka habiskan dengan mengobrol/membahas apa saja yang bisa di bicarakan. Jessica lebih cepat akbrab dengan (namakamu) dan Aldi, tidak seperti kebanyakan orang-orang sebelumnya, tampaknya (namakamu) dan Aldi bisa menerima kelakuan kekanak-kanakan, nyebelin, manja Jessica.
Tapi apakah ada yang sadar kalau malam itu ada hati yang retak di balik senyumannya, candaanya, dan tawanya?
*
Pagi-pagi sekali (namakamu) sudah di bangunkan dengan suara alarm yang menusuk telinganya. (Namakamu) sengaja memasang alarm karena tadi malam mereka sudah berjanji untuk lari di pagi hari.
Ketika (namakamu) ingin menapaki kakinya di lantai, dia di kagetkan dengan sosok Aldi yang tidur di lantai dengan selimut tebal yang entah kemana.
Mana selimut gue?
“Woy!“ Dengan seenaknya (namakamu) menendang bokong Aldi. Ini orang kenapa gak kebangun sih padahalkan alarm tadi itu berisik banget.
“Apaan sih, berisik banget.“ Gerutu Aldi lalu menutup wajahnya dengan bantal.
“Ebuset, lo bangun kagak? Kalo gak gue jambak nih.“
Umumnya orang-orang mengatakan; bangun, gak? Kalo gak gue siram aer nih. But, why with the girl?
Aldi tidak bereaksi, pemuda itu masih sibuk membuat pulau banyak-banyak di bantal kesayangan (namakamu) malah sesekali dia mendengkur.
“Aldi!“ (Namakamu) mulai tak sabaran dengan Aldi. Jadi dia mulai mendekat dan menarik bantal itu hingga kepala Aldi secara otomatis kebanting ke permadani tipis.
“Nggg..“
“Bangun, lo jadi pergi atau engga? Kalo gak gue pergi berdua aja nih sama Iqbaal.“ Kedengarannya menyenangkan tapi saat (namakamu) teringat dengan gadis tadi malam yang dibawa sama Iqbaal kok malah kesannya jadi ogah buat pergi ya?
Kebayangkan kalo mereka pergi cuma bertiga, (namakamu) bakalan jadi obatnya untuk Iqbaal dan Jessica. Seketika saja (namakamu) menjadi tak bersemangat.
Dia melarat ucapannya. “Kalo lo gak pergi, gue juga gak pergi.“ Suara (namakamu) berubah lemas.
Clek!
Pintu kamar (namakamu) tiba-tiba aja terbuka membuat (namakamu) menoleh ke pintu.
“(Namakamu), ada telpon buat kamu.“
Kening (namakamu) berkerut. Pagi-pagi gini?
(Namakamu) hanya mengangguk kemudian beranjak keluar kamar.
“Halo?“ Sapa (namakamu) begitu dia duduk di sofa ruang utama.
“(Namakamu), gue Iqbaal, lo udah siap-siap kan?“
(Namakamu) tak langsung menjawab, dia memandang dirinya yang masih memakai piyama. Tapi entah mengapa hasrat untuk tidak ingin pergi karena Aldi gak bangun-bangun seketika sirna saat mendengar suara Iqbaal.
Gue sebenernya kenapa?
“Halo? (Namakamu)? Lo denger suara gue kan?“
(Namakamu) terkesiap mendengar suara Iqbaal dari speaker telepon. “Iya, gue denger, gue udah siap-siap.“
“Bagus deh, gue kesana ya. Bye.“
(Namakamu) meletakan teleponnya sesaat setelah hubungan terputus.
Gue udah siap?
Beneran?
Jadi obat nyamuk loh.
Engga pa-pa deh, yang penting gue bisa ketemu sama Iqbaal.
*
Berselang sepuluh menit (namakamu) selesai berpakain. Gadis itu hanya memakai celana training dan tanktop putih yang di lapisi dengan kardigan hitam. Cuma lari kan? Bukan kencan?
(Namakamu) duduk di sofa yang ada di dekat jendela, dia nungguin Iqbaal kok lama banget ya? Perasaan rumah Iqbaal sama rumah (namakamu) gak jauh-jauh banget kok, malah kalau lari palingan cuma sepuluh menit.
“Jam berapa sih?“ (Namakamu) menengok ke jam dinding yang menunjukan pukul 5.20, dan detik berikutnya (namakamu) mendengar suara ketukan.
Mungkin Iqbaal, pikirnya. Tapi kok gak denger suara mesin motor atau mobilnya ya?
Karena tak ingin terlalu penasaran, (namakamu) pun buru-buru membuka pintu rumahnya.
“Sori lama.“
Iqbaal berdiri di hadapan (namakamu). Pemuda itu tersenyum minta maaf, dan kayak biasanya jantung (namakamu) selalu berdetak lebih cepat dari biasanya kalau melihat Iqbaal tersenyum padanya. Ini aneh, tiba-tiba aja (namakamu) menginginkan kalau Iqbaal gak boleh tersenyum sama orang lain kecuali dirinya.
“(Namakamu)?“ Iqbaal yang merasa kalau gadis itu sedang melamun lantas menegurnya.
Dan seperti perkiraannya, (namakamu) tersentak dari lamunannya.
”Ma-maaf,”
Iqbaal tertawa pelan. ”Gue baru aja minta maaf masa iya lo jawab maaf juga.”
”Ng, sori gue—Jessica mana?” (Namakamu) bingung mau ngomong apa, jadi dia langsung mengganti topik. Heran juga tuh anak dari tadi gak nongol atau nempel sama Iqbaal. Mudah-mudahan aja kabar gembira yang gue dapet
”Oh, Jessica gak bisa ikut katanya dia gak enak badan. Aldi mana?” Iqbaal heran karena daritadi dia gak denger celotehan Aldi.
”Dia gak bisa di banguni. Coba lo aja deh yang banguni, siapa tau tuh anak mau bangun.” Menyinggung Aldi malah membuat (namakamu) kesal, (namakamu) tau sih kalau sahabatnya itu kalau tidur udah kayak orang mati. Eh, kalo mati beneran gimana ya?
Iqbaal tak langsung menjawab, namun berselang satu menit dia bersuara. ”Yaudah deh, berdua aja.”
(Namakamu) tidak bisa menyembunyikan perasaan kaget dan senangnya. Dan (namakamu) malah heran dirinya, sewaktu Iqbaal ngajak dia pergi ke taman kok (namakamu) biasa aja ya, tapi sekarang serasa ada sesuatu yang aneh tapi nyenengi.
”Kenapa? Lo gak bisa kalo gak ada Aldi?” Tanya Iqbaal yang melihat ekspresi wajah (namakamu).
Dia salah mengartikan pemirsa!
(Namakamu) menarik knop pintu dan sekali sentakan pintu langsung tertutup.
”Bisa.”
*
Kata (namakamu) kalau lari pagi di sekitar sini bagusan ke arah tempat rumah pohon mereka itu. Bener juga sih, disini jalannya panjang dan indah banget. Di tambah lagi udaranya masih seger, tapi ini apa tempatnya engga kesepian?
”(Namakamu)...haahhh..hahhh..istirahat dulu yuk? Gue capek.” Napas Iqbaal terengah-engah,pemuda itu percis seperti atlet olahraga yang baru saja menyelesaikan putaran terakhirnya.
(Namakamu) yang masih berjalan setengah berlari di depan sana buru-buru menghentikan langkahnya.
”Serius lo udah capek? Kita kan baru setengah perjalanan.” Dengan bangganya (namakamu) berkata seperti itu. Perlahan dia mulai berjalan mendekat ke Iqbaal yang sudah duduk di jalanan.
”Gue kan kesini jalan (namakamu), otomatis tenaga gue udah gak kayak lo lah.” Kata Iqbaal sedikit kesal karena (namakamu) meremehkan dirinya.
Bener juga, (namakamu) tadi sampe lupa nanya sama Iqbaal kalau dia kemari naik apa, (namakamu) kan gak ada denger suara mesinn motor atau mobilnya. Iqbaal jalan ya? Pantesan aja (namakamu) liat tadi wajah Iqbaal agak basah.
”Yaudah deh, kita jalannya pelan-pelan.”
”Istirahat dulu.” Iqbaal menatap (namakamu) yang berdiri di hadapannya. (Namakamu) ini gimana sih, di bilang istirahat dulu tapi dia malah tetep maksa.
”Hm,” bergumam tak jelas, (namakamu) ikut-ikutan duduk di jalan sepi itu.
(Namakamu) tau entah sudah yang keberapa kali dia berpikir seperti ini; rasanya terlalu aneh saat merasakan seorang laki-laki yang sekarang berada bersamanya ini bukan Aldi. Entah kenapa (namakamu) selalu teringat dengan Aldi apapun yang dia lakukan tanpa pemuda itu, apa mungkin karena dia hampir melakukan segala sesuatu bersama Aldi?
Mungkin.
(Namakamu) pernah berpikir bagaimana kalau Aldi tidak ada bersamanya lagi. Suatu saat mungkin Aldi akan memiliki seorang kekasih dan tak akan sering bersama (namakamu) lagi. Memikirkan itu malah membuat perut (namakamu) seperti di aduk oleh garpu. Ini (namakamu) ingin muntah.
”Bidi orangnya yang mana sih?” Lamunan (namakamu) harus terhenti saat dia mendengar pertanyaan Iqbaal.
(Namakamu) menatap Iqbaal lalu menjawab pertanyaannya. ”Besok lo bisa liat.”
”Dia suka sama lo?” Lidah Iqbaal terlalu gatal untuk tidak menanyakan lebih lanjut.
(Namakamu) tertawa. ”Emangnya lo gak denger apa yang di bilang Aldi semalem?”
”Gue tau Aldi cuma becanda, kita semua kan gak ada yang tau isi hati Aldi.” Kata Iqbaal.
Bener juga, gimana kalau sebenernya Aldi nganggep (namakamu) ini cantikh? Imoezt? Oenyeo? Kyutz? Dasar! Aldi selain nyebelin ternyata dia itu emang gak suka jujur. (Namakamu) mengangguk-ngangguk tanpa sadar saat memikirkan itu. Pulang nanti dia bakalan nanya sama Aldi.
Gue cantik gak, Al?
Respon pertama Aldi yang terlintas di pikiran (namakamu) adalah..dengan wajah ngeselin Aldi bakalan ketawa terbahak-bahak sambill ngesot, terus koprol sambil manjat pohon lalu banting diri, dan mungkin parahnya Aldi masih bisa ketawa walaupun tulangnya udah patah.
”Lo pernah pacaran kan, Baal?”
Iqbaal yang tadinya memandang kesembarang arah itu tiba-tiba terkesiap saat mendengar pertanyaan (namakamu), dia mengangguk dengan pelan-pelan. Wajah polosnya yang kayak anak oon itu masih tetep ganteng.
Lo bisa gak sekali aja gausah ganteng? Kalo lo Aldi mungkin udah gue tonjok (´̯ ̮`̯ ) pikir (namakamu) sebal.
”Siapa nama cinta pertama lo?”
Iqbaal gak bisa bohongi dirinya sendiri kalau dia emang sering ditanya kayak gini sama beberapa cewek yang lumayan dekat sama dia. Yang akhirnya Iqbaal tau ternyata cewek itu suka sama dia. Apa (namakamu) juga kayak gitu?
Tenggorokan Iqbaal serasa tercekat ketika berbicara, dan suaranya seakan seperti susah untuk keluar. Tapi akhirnya dia menjawab dengan susah payah.
”Jessica.”
Rasanya aneh saat ngejawab dengan nama Jessica. Semua orang yang deket sama Iqbaal tau kalau Jessica itu temen sejak kecilnya lalu kenapa mereka bisa berpacaran dan putus?
Jessica?
(Namakamu) seakan tuli, dia mengulang nama itu dalam hatinya untuk yang kesekian kalinya. Ada keperihan entah darimana datang merusak bangunan hatinya, kenapa sakit ini rasanya sangat sakit? (Namakamu) belum pernah merasakan sesakit ini, tapi...
”Dan sekarang masih?” Tanya (namakamu), suaranya yang berubah itu membuat Iqbaal kaget.
Iqbaal menggeleng. ”Gue sama Jessica cuma pacaran dua bulan, dan hubungan kita berakhir gitu aja saat Jessica lebih milih cowok yang selama ini emang yang dia cinta.” Ada kesakitan yang amat terasa dikalimat Iqbaal.
(Namakamu) tertegun, apa mungkin sekarang Iqbaal masih mencintai Jessica? Sebelum (namakamu) bertanya, Iqbaal sudah lebih dulu bercerita.
”Gue sakit hati. Jessica seakan menjadi orang pertama yang bikin gue sakit hati, yang bikin gue murung sepanjang hari, dan dengan kenak-kenakannya gue selama beberapa bulan selalu menghindar dari dia. Tapi percuma, gue udah terlanjur sayang sama temen kecil gue itu, gue udah terlalu biasa di buat kesel sama tingkah manja dia, kecerobohan dia, sampe gue gak sadar kalo gue gak bisa jauh dari dia,” Iqbaal menghentikan ceritanya, dia membuang asal pandangannya. Mengingat kejadian itu malah membuatnya seperti membuka luka lama yang sudah kering.
(Namakamu) yang mendengar tanpa sadar menahan napas. Dia seperti lupa caranya bernapas.
”Hingga akhirnya gue pindah kemari dua minggu yang lalu. Dan gue selalu berusaha sekuat mungkin untuk benci sama Jessica, walaupun gue tau itu gak akan pernah berhasil. Gue kayak anak kecil ya?” Iqbaal mengalihkan pandanganya pada (namakamu), senyum dan gambaran matanya sama sekali tidak menyatu. Bibirnya tersenyum tapi matanya seakan mengatakan kalau pemuda itu terluka.
”Sori, gara-gara gue lo malah kayak gini. Gak seharusnya gue ngungkit masa lalu lo yang gak terlalu baik itu.”
”Gak pa-pa, gara-gara lo gue jadi lebih legah. Gue belum pernah ceritain sama siapapun kecuali lo, yang orang tau gue adalah yang terbaik buat Jessica.” Menghela napas, Iqbaal bangkit dari posisi duduknya dan mulai berjalan lagi seakan menandakan kalau jam istirahat sudah selesai.
(Namakamu) yang bingung harus melakukan apa hanya bisa mengikuti gerakan Iqbaal. Gadis itu menyusul Iqbaal tanpa berusaha untuk menyuarakan isi dalam hatinya.
Hap!
Saat (namakamu) beriringan jalan dengan Iqbaal, tangan Iqbaal dengan mantap menggenggam telapak tangan (namakamu). (Namakamu) terdiam tanpa mau melihat ke arah Iqbaal.
”Gue tau kalo ini terlalu awal, tapi gue berusaha untuk memulainya sekarang.”
*
Jam 7 pagi.
(Namakamu) dan Iqbaal sama-sama tidak ingin pulang dulu, jadi keduanya menyempatkan mengunjungi rumah pohon itu. Ada sesuatu yang ingin (namakamu) tunjukan pada Iqbaal, selain rumah pohon dan tanah kosong yang bisa dijadikan tempat bermain, ada satu tempat lagi yang biasanya selalu (namakamu) dan Aldi kunjungi.
Tak jauh dari rumah pohon itu, ada sebuah sungai jernih dengan air yang tenang. Batu-batu besar tertumpuk di pinggiran sungai itu. Biasanya (namakamu) gunakan untuk duduk dan memperhatikan Aldi yang sedang mandi dengan lebainya. Kenapa lebai? Karena Aldi kalau mandi di sungai serasa kalau dia adalah perenang top, padahal gaya renang Aldi ya gitu-gitu aja, tak jarang (namakamu) juga mandi disini, tapi itupun kalau (namakamu) bawa baju ganti.
Gak lucu kan kalau dia pulang basah-basahan? Entar di pikir orang 'gembel mana nih yang kebanjiran?'
”Disini biasanya Aldi mandi kalo lagi gerah banget, dia selalu aja nunjukin gaya begonya disini,” (Namakamu) mulai bercerita, dia berdiri di batu yang dekat sama dataran sementara Iqbaal udah berdiri di depannya selang dua batu. ”Kadang gue juga mandi sih, tapi gak sering, dan kadang juga ada anak-anak sekitar sini yang mandi, tapi kebanyakan anak SD sama SMP. Mung...”
Bur!
(Namakamu) terperengah, Iqbaal emang suka banget motong cerita (namakamu). Dan kali ini dengan nyebur ke kolam gembel. Yang semakin membuat (namakamu) terperengah adalah sejak kapan Iqbaal buka jamper dan kaos dalemnya?
Fokus (namakamu) teralihkan dengan suara ponsel yang ada di dalam jamper Iqbaal. (Namakamu) turun dengan hati-hati.
”Iqbaal!” Teriak (namakamu) saat Iqbaal udah di ujung sungai. Dan Iqbaal segera menoleh. ”Ada telpon!”
”Dari siapa?!” Kayaknya Iqbaal udah kejauhan, buktinya mereka sampe teriak-teriakangitu.
(Namakamu) melihat layar ponsel Iqbaal. Gak ada namanya, tapi saat (namakamu) menggumam nomor ponsel itu, dia baru sadar ternyata ini nomor....
”Halo?”
”WOY KAMVRET! Kenapa lo ninggalin gue! Katanya mau lari pagi bareng-bareng, kenapa lo malah pergi sendiri? Lo gak tau apa kalo gue udah siap-siap dan tenyata sekarang udah jam tujuh lewat! Kenapa lo gak banguni gue, nyet! Jelasin! Jelasin!”
Suara Aldi membuat (namakamu) menjauhkan ponsel Iqbaal dari telinganya. Dan dia tak kalah sewot menjawab pertanyaan dari Aldi.
”KALO LO TIDURNYA ENGGA KAYAK ORANG MATI MUNGKIN GUE GAK NINGGALIN LO, NYET!”
Merasa ada yang aneh dengan (namakamu), Iqbaal pun berenang mendekati gadis itu.
”Lo dimana sekarang, mvak?” Mvak = semvak.
”Markas.” Jawab (namakamu). Aldi udah paham jadi dia langsung matiin sambungan telpon.
”Aldi?” Iqbaal tau-tau udah ada di dekat (namakamu), dan mencondongkan badannya sedikit untuk melihat ponselnya yang ada di tangan (namakamu).
(Namakamu) mengangguk kaku.
Iqbaal kayaknya adalah cowok yang penuh kejutan. Oemji.
Lima menit kemudian.
”Lo berdua gimana sih katanya mau lari pagi sama-sama tapi malah lari pagi berdua doang, lo lagi (namakamu). Kenapa lo gak banguni gue? Kalo gue gak bangun lo siram aja pake aer, kalo perlu air panas sekalian! Yaelah padahal gue mau kurusin badan gue yang buncit ini, dan semua batal gitu aja gara-gara lo! (Namakamu)!” Aldi baru dateng tapi langsung ngomelin (namakamu) kayak ibu-ibuk kos yang nagih uang bulanan. Dia mendekatkan wajahnya pada (namakamu) dan menyipitkan matanya.
”Lo mau liat pertumpahan darah disini?” (Namakamu) yang marasa tak salah lantas kesal dengan sikap Aldi.
”Iya! Gue mau liat!” Sorotan tajam berwarna hijau yang keluar dari mata Aldi menusuk laser merah yang keluar dari mata (namakamu).
”Ayah sama Ibu jangan berantem terus dong, adek gak suka liatnya.” Iqbaal ikut nimbrung, yang langsung dapat mendelik dari Aldi dan (namakamu).
Sebelah alis Aldi tiba-tiba aja terangkat karena heran. ”Buset, lo fitnes? Atau makan barbel, Baal?”
”Buncit iri pemirsa.” Gumam (namakamu) asal.
Iqbaal melirik badannya. ”Oh, gue dulu pernah ikut pertandingan-pertandingan bela diri gitu. Fitnesnya sih jarang-jarang.”
Aldi menatap Iqbaal dari ujung kaki sampai kepala. Aldi seraya lagi ngeliat model yang ada di bungkus susu L-m*n. Badannya standar untuk ukuran oranng fitnes gak terlalu kekar kayak tukang pukul. Badan impian Aldi pemirsa.
”Apalah dayaku yang selalu main masak-masakan sama cewek cantik yang bernama (namakamu).” Sindir (Namakamu) semakin menjadi-jadi, dan itu ngebuat Aldi menjitak kepalanya. ”Makanya lo itu olahraga, jangan olahraga di sekolah doang, angkat tuh batu-batu kalau perlu lo telen sekalian.”
”DIEM!” Teriak Aldi gak sampe muncrat. ”Emangnya badan lo itu bagus banget ya?” (Namakamu) megang lengan (namakamu). ”Ini lemak, lo itu gak ada sexy-sexynya kayak Jessica. Dasar! Cocoknya lo jadi model sabun batang!”
Tuh kan, kata-kata Aldi lebih nyelekit. Padahal (namakamu) secuil ejekan tapi kenapa Aldi seperti menampar ejekan itu? What? Ini kah yang dinamakan kalau bapak-bapak kost itu memang ada?
”Pantesan aja lo kuat kayuh sepeda ternyata lo hobi makan barbel,” sambil ngomong, Aldi pun sambil melepas bajunya. ”Gue mandi ah, gerah ada muka (namakamu), bawaanya pengen kentut terus. BHAHAHAK!”
Bur!
Aldi nyemplung pemirsa. Dan terdengarlah makian (namakamu) di sepanjang menit. Dan gak lama Iqbaal juga ikut nyebur.
Beberapa menit kemudian, (namakamu) mulai bosan melihat dua orang manusia itu hanya berenang dari timur ke utara dan begitu seterusnya.
”Hei!” Teriak (namakamu) sambil melempar batu sebesar kepalan tangannya ke arah Aldi. Keduanya menoleh kepada (namakamu), (namakamu) sekilas mendapati Aldi mengumpat padanya. ”Gue ada tantangan buat kalian, daripada kalian berenang kayak kecebong gak ada kerjaan.”
Mengusap wajahnya, Iqbaal mendengarkan (namakamu) sementara Aldi masih saja tetap berenag tapi dari sikapnya dia mendengarkan ucapan (namakamu).
”Apaan?” Tuh kan, Aldi duluan yang nyaut karena (namakamu) kelamaan ngelanjuti kata-katanya.
”Gue bakalan kasih tiga tantang buat kalian, dan buat yang menang gue bersedia jadi kacungnya selama tiga hari sementara yang kalah harus gendong gue ntar waktu kita pulang sampe rumah. Gimana?” Jelas (namakamu), gadis itu berkacak pinggang dan menatap tajam ke dua orang pemuda di ujung sana.
”Oke!” Iqbaal yang duluan jawab. Sementara Aldi seperti biasanya, dia selalu jadi orang (sok) penting dengan lama-lama ngejawab.
Satu menit
Lima menit.
Sembilan menit.
”Ya.”
(Namakamu) mengerang, rasanya dia ingin sekali mengangkat batu yang paling besar disini dan melemparnya ke wajah Aldi.

Bersambung...


Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait