Part 4
Muhammad Aryanda.
OoO
(Namakamu) melongo, napasnya tertahan.
”Lo kalo ngomong itu liat lawan bicara lo, dan kalo ngomong itu yang jelas, pake titik-koma, supaya gue bisa paham sama apa yang lo bilang,” Suara Iqbaal lebih dalam dan lembut kalau deket kayak gini. (Namakamu) ngerasa kalau dia kayak di intimidasi sama suara Iqbaal. ”Terus apalagi?”
”Terus lo itu cowok pertama yang buat gue deg-deg-an kalo ada di deket lo.” (Namakamu) menjawab tanpa sadar, tatapanya kosong, dia terlalu terbawa suasana dengan sorot tajam mata Iqbaal.
(Namakamu) mencengkram kuat seragamnya saat sudut-sudut bibir Iqbaal mulai terangkat dan membuahkan sebuah senyuman yang amat menawan.
Drrt! Drrt!
Ponsel yang ada di dalam saku Iqbaal bergetar, mengalihkan fokus sang pemilik.
Iqbaal beranjak begitu menatap layar ponselnya, sepertinya Iqbaal tak ingin (namakamu) mendengar percakapan antara dirinya dan seseorang yang menghubunginya.
(Namakamu) tak memperdulikan Iqbaal yang pergi tanpa pamit, yang dia perdulikan adalah detak jantungnya yang benar-benar berdegup sangat cepat. Bagaimana ini? (Namakamu) pasti akan malu sekali, dan kenapa tadi dia malah mengatakan yang seharusnya tidak perlu dia katakan. Hancur sudah, kalau sudah begini, yang ada (namakamu) yang malu dengan Iqbaal.
Menghela napas panjang, (namakamu) berusaha sekuat tenaga untuk menetralkan kembali detak jantungnya. Dia mengusir semua perasaan aneh yang merasuki dirinya. Kenapa bisa seperti ini sih?
”Kenapa gue jadi deg-deg-an?”
Ketika mendengar langkah kaki seseorang, (namakamu) menoleh cepat, di dapatinya Iqbaal dengan wajah muram berjalan cepat ke arahnya. Kenapa Iqbaal selalu seperti itu? Pemuda itu selalu kesal saat dia selesai menerima telepon. Sebenarnya, telepon dari siapa sih?
”(Namakamu), kayaknya kita harus balik.” Kata Iqbaal saat dia kembali duduk di sebelah (namakamu). Selain raut wajah yang berubah, (namakamu) juga merasakan atmosfer berbeda sangat terasa saat Iqbaal berada di dekatnya sekarang dan tadi.
(Namakamu) memandang Iqbaal dengan sarkastik terbaiknya.
Tertawa, Iqbaal menoyor pipi (namakamu). ”Lo jangan ngeliatin gue kayak gitu. Ekspresi lo gak cocok banget sama wajah lo yang imut itu.”
Imut?
(Namakamu) gak salah dengar?
Iqbaal bilang kalau dia imut?
Beneran, gue imoetz?
”Yaudah, yuk, balik, padahal gue masih mau berdua sama lo, dan ada satu tempat yang mau gue kasih tau sama lo. Sayangnya...”
”Sayangnya?” (Namakamu) menyela ucapan Iqbaal, dari nada suaranya kentara sekali kalau (namakamu) penasaran sama orang yang menelpon Iqbaal tadi.
”Sayangnya gue harus pulang.” Lanjut Iqbaal.
(Namakamu) menghela napas. Dia tahu kalau ada sesuatu yang di sembunyikan Iqbaal, sesuatu yang gak boleh di ketahui sama orang yang baru dia kenal kayak (namakamu) ini.
Mereka baru berteman dua hari.
Jangan harap pemuda ini akan sangat terbuka padanya.
(Namakamu) mengangguk, tak sepantasnya dia berpikir kalau Iqbaal adalah Aldi versi kalemnya.
*
”Ini makanan dari Iqbaal buat lo.” (Namakamu) dengan sekenaknya main masuk aja ke dalem kamar Aldi tanpa memperhatikan lebih dulu yang empunya kamar sedang apa, dan yang tidak dia sangka-sangka akan terjadi selama ini tiba-tiba terjadi gitu aja.
”ALDIII!!! PAKE BAJU LO!!!!”
Brak!
(Namakamu) menutup pintu kamar Aldi, tidak, tepatnya dia membanting karena saking shocknya.
Aldi setengah telanjang! Oemji! Dan parahnya, pemuda itu hanya di lilit oleh handuk! (Namakamu) menggerutu kesal, mengutuk, karena merasa kalau matanya ternodai.
Pintu terbuka.
”MONYONG! LO BIKIN KAGET GUE TAU, GAK!” Aldi berteriak di depan wajah (namakamu).
(Namakamu) yang merasa telinganya seperti di tampar dengan kaki gajah buru-buru menampol wajah Aldi.
”BERISIK!!” Suara (namakamu) tak kalah besar.
Plak!
Satu jitakan mendarat di kening (namakamu). Kayaknya tiada hari tanpa jitakan dari Aldi deh! (Namakamu) selalu dapet jitakan dari Aldi setiap harinya!
”Sakit, Al.” Rengek (namakamu), wajahnya begitu melas.
”Makanya jangan berisik, udah suara lo cempreng malah pake acara teriak-teriak segala.” Ucap Aldi sambil mengusap telinganya. Lalu dia berjalan masuk ke kamar, yang segera di susul oleh (namakamu).
Seolah seperti kamar sendiri, (namakamu) dengan tanpa berdosanya menghempaskan tasnya ke lantai, lalu menghepaskan tubuhnya ke tempat tidur Aldi.
”Capeknya..” Keluh(namakamu)sambil memejamkan matanya berharap rasa lelah segera hilang.
”Ini dari Iqbaal?”
”Iya, buat lo.”
”Banyak banget,” Aldi menumpahkan plastik yang berisi banyak makanan ringan. ”Dianya mana? Gak kemari?”
(Namakamu) menggeleng. ”Katanya ada urusan, dia cuma titip pesen, katanya; lo kapan mati?” (Namakamu) tertawa sendiri dengan lelucon yang dia buat.
”Gak lucu, kalo gue mati beneran awas ya lo nangis-nangis. Itu cuma bakalan bikin arwah gue gak tenang.”
”Heheheh, gue cuma becanda, bapak sensi banget sih, dia titip pesan buat lo, supaya lo cepet sembuh, jangan lupa minum obat, terus istirahat yang cukup.”
”Kedengerannya gue kayak pacar dia ya?”
(Namakamu) tertawa hambar lalu menghempaskan bantal ke wajah Aldi.
”Menurut lo sih Iqbaal udah punya pacar?”
Aldi sudah membuka satu snack, dan memakannya tanpa berusaha untuk membaginya dengan (namakamu).
”Kayaknya udah deh, lagian ya, kayaknya dia itu orang kaya, ganteng, terus baik. Mungkin banyak ceweknya.” Komentar Aldi di sela menikmati snacknya.
”Lo kedengaran kayak cewek yang lagi naksir dia.”
Suara kunyahan Aldi tak terdengar lagi.
”Setan lu, gue bukan homo!”
”Halah, gue mana percaya, gue aja belum pernah liat lo pacaran.” Skak (namakamu), gadis itu berasa ada di atas langit sekarang, soalnya dia itu gak pernah menang kalau adu mulut sama Aldi karena You-Know-Lah.
Aldi yang tak terima menarik kaki (namakamu).
”Kayak lo pernah pacaran aja, nyet!”
Tuh kan, (namakamu) baru aja ngerasa kalau dia di atas langit, tapi tahu-tahu balesan Aldi lebih nyelekit.
”Jangan kan pacaran, lo aja gak pernah pake highless, lipstik mungkin ogah nyentuh bibir lo yang udah karatan itu, hahahah..” Aldi kelewatan, dia menghina (namakamu) gitu banget. Terlalu jujur!
(Namakamu) beranjak dari posisi berbaringnya, gadis itu sekarang duduk di tempat tidur sambil mendelik ke arah Aldi.
”Lo itu, ya, paling bisa ngehina orang lain, dasar!” Karena saking kesalnya dengan Aldi, (namakamu) sampai bingung mau membalasnya dengan apa, jadi (namakamu) cuma bisa merampas snack yang baru aja di buka sama Aldi.
”(Namakamu), snack gue...”
Tersenyum licik, (namakamu) memeletkan lidahnya. ”Masih banyak tuh, gausah maruk gitu deh, Al.”
Rasanya Aldi pengen banget nampol wajah (namakamu), tapi karena (namakamu) udah keburu berbaring lagi, jadinya Aldi mengurungkan niatnya.
”Al, lo udah sembuh?”
Berselang beberapa menit, tepatnya saat snack yang ada di tangan (namakamu) lenyap tanpa tersisa, gadis itu melontarkan pertanyaan sekaligus menyapu keheningan yang tercipta selama beberapa menit. Sama seperti dirinya, Aldi juga sibuk makan.
”Menurut L ?” Bukannya menjawab, Aldi malah balik nanya dengan gaya songong khas dirinya.
Pemuda itu kemudian mengutip bungkusan snack yang bertebaran di dekatnya, lalu di masukan ke dalam plastik besar. Mengetahui kalau Aldi ingin membuang sampah, (namakamu) buru-buru bangkit dan memasukan bungkusan snack yang ada di tangannya ke plastik besar, yang sekarang sedang di genggam oleh Aldi.
(Namakamu) nyengir begitu Aldi memandangnya sinis. ”Nitip.”
”Nitap-nitip-nitap-nitip, lo pikir gue tempat penitipan maen nitip seenak lo aja.”
”Udah pergi sana, hus, buang yang jauh ya.” (Namakamu) mendorong Aldi agar pemuda itu lekas membuang sampah dalam plastik itu daripada ngomel gak jelas.
Aldi pun dengan ogah-ogahan berjalan keluar kamar. (Namakamu) ini lagi ngerjain dia ya?
*
Iqbaal sebenarnya gak mau pulang secepat ini, dan dia masih betah banget duduk di taman cuma berdua sama (namakamu) kayak tadi. Padahal acaranya(?) Itu baru berjalan setengah, ini baru jam tiga, please! Iqbaal niatnya bakalan pulang begitu denger adzan magrib. Tapi kayaknya apa yang udah dia rencanakan gak sesuai seperti apa yang dia mau.
Mamanya nelpon Iqbaal, dan ngasih tau kalau gadis itu ada di rumahnya. Iqbaal gak tau kenapa gadis itu bisa ada di rumahnya, dan kenapa dia gak bilang dulu sama Iqbaal kalo mau kemari. Memang sih, itu hak dia mau ngasih tau Iqbaal atau engga, tapi kalo kayak gini, kerjaanya bakalan ngerusuhi hari-hari Iqbaal, Iqbaal juga yang bakalan terganggu sama kehadiran gadis itu di rumahnya.
Iqbaal membuka pintu rumahnya, agaknya dia benar-benar kesal karena acaranya dan (namakamu) terganggu. Suara daun pintu terbanting membuat Bi Sumi yang lagi nyapu tersentak kaget, sapu yang ada di genggaman Bi Sumi sampai terjatuh.
”Nak Iqbaal.” Kata Bi Sumi.
”Sica mana, Bi?” Suara Iqbaal terdengar gak terlalu sopan untuk ukuran berbicara dengan orang yang lebih tua dari dia.
Bi Sumi menunjuk ke pintu kamar yang ada di lantai dua. ”Di kamar, dia daritadi ngurung diri di kamar, dan gak mau keluar, seharian dia belum makan.” Jawab dan jelas Bi Sumi tanpa di minta.
”Mama mana?” Tanya Iqbaal masih dengan suara marahnya, dia menghempaskan gitu aja tasnya ke sofa.
”Nyonya baru aja pergi, dan titip pesan untuk Nak Iqbaal supaya jagain Nak Jessica selama Nyonya keluar kota, Nyonya juga bilang kalo Nak Iqbaal harus bujuk Nak Jessica supaya mau makan.” Jawab Bi Sumi takut-takut.
Bi Sumi udah kerja sama keluarga Iqbaal selama 10 tahun, dan dia emang gak kaget kalo ngeliat Iqbaal ini orangnya gak terlalu ramah sama orang lain. Tapi meskipun gitu, Bi Sumi belum pernah liat Iqbaal bicara kasar kayak gini sama dirinya.
Jari-jari tangan Iqbaal mengepal geram. Dia tidak peduli kalau Mamanya mau keluar kota atau tidak kembali sama sekali. Tapi kenapa Mamanya malah mengundang Jessica kemari? Dan menyuruhnya untuk menjaga gadis itu, dan..apa Jessica tidak sekolah?
Sebelum kepala Iqbaal meledak gara-gara terlalu banyak pertanyaan yang keluar dari kepalanya, lebih baik Iqbaal melangkah cepat menuju kamarnya.
Jessica ngapain di kamarnya???
Tok! Tok! Tok!
Iqbaal mengetuk pintu kuat-kuat saat tau ternyata pintu kamarnya di kunci. Ini kamar dia, tapi kenapa ada orang yang malah seenaknya ngunci kamarnya?
Berselang lima detik pintu kamarnya terbuka. Sosok gadis cantik yang mengenakan kaos lengan panjang warna biru serta celana jeans ketat langsung menyambut Iqbaal. Gadis itu langsung mendekati Iqbaal, dan memeluknya.
”Aku dari tadi nungguin kamu, sampe aku hampir aja ke tidur.” Katanya.
Iqbaal mematung, kenapa dia malah diam kayak gini. Iqbaal tau kalau dia marah karena acaranya sama (namakamu) di ganggu, tapi setelah melihat gadis ini kenapa hasrat kekesalan Iqbaal nyaris sirna gitu aja.
”Ka-kamu kok ada di kamar aku?” Iqbaal sama sekali gak ada niat untuk merenggangkan pelukan. ”Kamu kapan dateng?”
Jessica menengadahkan wajahnya, tapi tangannya masih tetap melingkar di badan Iqbaal.
”Aku kan udah bilang, aku nungguin kamu. Aku dateng tadi pagi.” jawab Jessica, dia menyentuh hidung Iqbaal dengan jari tangannya.
Iqbaal bingung, sebenarnya ada apa dengan dirinya?
”Mama bilang kamu gak mau makan.” Iqbaal masih ingat betul percakapan Mamanya dan dirinya di telepon, Mamanya bilang kalau Jessica gak mau makan sebelum Iqbaal pulang.
Jessica emang manja. Tapi kenapa selalu aja menyangkut Iqbaal?
”Aku gak mau makan sebelum kamu yang suapin aku,” Melepaskan pelukannya, Jessica menatap kesal Iqbaal.
Iqbaal menghela napas lalu menarik tangan Jessica dan menuntunnya ke dalam kamar. Iqbaal menyuruh Jessica duduk di kursi belajarnya, sedangkan dia sedikit bersimpuh di hadapan Jessica.
”Kamu gak boleh kayak gitu, nanti sakit, aku gak mau kamu sakit.” Ucap Iqbaal tulus, tangannya dia angkat untuk menyentuh rambut Jessica lalu mengusapnya dengan lembut.
Jessica mengangguk paham.
”Janji sama aku kalau kamu gak bakal kayak gini lagi.” Tersenyum menawan, Iqbaal mengacungkan kelingkingnya.
Jessica tak langsung menyambut dan mengiyakan saran Iqbaal, gadis itu diam seakan sedang berpikir.
”Ayo, dong, Sica, jangan kayak gitu. Ini kan demi kebaikan kamu jug..” Kalimat Iqbaal terputus detik itu juga, saat sesuatu yang basah menempel di bibirnya selama satu detik.
”Aku janji.” Jessica menyambut kelingking Iqbaal sambil tersenyum lebar.
Iqbaal terdiam.
Jessica memang sering seperti ini. Tingkahnya yang seperti anak kecil, dan sangat manja membuat Iqbaal terkadang malu kalau membawa Jessica pada acara yang menyangkut teman-temannya.
Jessica memang sering memeluk dan mengecup pipinya tanpa dia duga, tapi ini untuk kali pertamanya gadis itu mengecup langsung bibirnya. Apa Iqbaal harus marah? Tidak, dia tidak bisa marah dengan gadis ini walaupun dia selalu mengeluh pada siapapun yang membawa gadis ini mendekat padanya, tapi begitu dia sudah berada di dekat Jessica, dia tidak bisa mengelak apapun yang di lakukan gadis ini.
Sementara Iqbaal masih membisu, Jessica langsung menarik tangan Iqbaal dan membawanya turun.
Bersambung...
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
Muhammad Aryanda.
OoO
(Namakamu) melongo, napasnya tertahan.
”Lo kalo ngomong itu liat lawan bicara lo, dan kalo ngomong itu yang jelas, pake titik-koma, supaya gue bisa paham sama apa yang lo bilang,” Suara Iqbaal lebih dalam dan lembut kalau deket kayak gini. (Namakamu) ngerasa kalau dia kayak di intimidasi sama suara Iqbaal. ”Terus apalagi?”
”Terus lo itu cowok pertama yang buat gue deg-deg-an kalo ada di deket lo.” (Namakamu) menjawab tanpa sadar, tatapanya kosong, dia terlalu terbawa suasana dengan sorot tajam mata Iqbaal.
(Namakamu) mencengkram kuat seragamnya saat sudut-sudut bibir Iqbaal mulai terangkat dan membuahkan sebuah senyuman yang amat menawan.
Drrt! Drrt!
Ponsel yang ada di dalam saku Iqbaal bergetar, mengalihkan fokus sang pemilik.
Iqbaal beranjak begitu menatap layar ponselnya, sepertinya Iqbaal tak ingin (namakamu) mendengar percakapan antara dirinya dan seseorang yang menghubunginya.
(Namakamu) tak memperdulikan Iqbaal yang pergi tanpa pamit, yang dia perdulikan adalah detak jantungnya yang benar-benar berdegup sangat cepat. Bagaimana ini? (Namakamu) pasti akan malu sekali, dan kenapa tadi dia malah mengatakan yang seharusnya tidak perlu dia katakan. Hancur sudah, kalau sudah begini, yang ada (namakamu) yang malu dengan Iqbaal.
Menghela napas panjang, (namakamu) berusaha sekuat tenaga untuk menetralkan kembali detak jantungnya. Dia mengusir semua perasaan aneh yang merasuki dirinya. Kenapa bisa seperti ini sih?
”Kenapa gue jadi deg-deg-an?”
Ketika mendengar langkah kaki seseorang, (namakamu) menoleh cepat, di dapatinya Iqbaal dengan wajah muram berjalan cepat ke arahnya. Kenapa Iqbaal selalu seperti itu? Pemuda itu selalu kesal saat dia selesai menerima telepon. Sebenarnya, telepon dari siapa sih?
”(Namakamu), kayaknya kita harus balik.” Kata Iqbaal saat dia kembali duduk di sebelah (namakamu). Selain raut wajah yang berubah, (namakamu) juga merasakan atmosfer berbeda sangat terasa saat Iqbaal berada di dekatnya sekarang dan tadi.
(Namakamu) memandang Iqbaal dengan sarkastik terbaiknya.
Tertawa, Iqbaal menoyor pipi (namakamu). ”Lo jangan ngeliatin gue kayak gitu. Ekspresi lo gak cocok banget sama wajah lo yang imut itu.”
Imut?
(Namakamu) gak salah dengar?
Iqbaal bilang kalau dia imut?
Beneran, gue imoetz?
”Yaudah, yuk, balik, padahal gue masih mau berdua sama lo, dan ada satu tempat yang mau gue kasih tau sama lo. Sayangnya...”
”Sayangnya?” (Namakamu) menyela ucapan Iqbaal, dari nada suaranya kentara sekali kalau (namakamu) penasaran sama orang yang menelpon Iqbaal tadi.
”Sayangnya gue harus pulang.” Lanjut Iqbaal.
(Namakamu) menghela napas. Dia tahu kalau ada sesuatu yang di sembunyikan Iqbaal, sesuatu yang gak boleh di ketahui sama orang yang baru dia kenal kayak (namakamu) ini.
Mereka baru berteman dua hari.
Jangan harap pemuda ini akan sangat terbuka padanya.
(Namakamu) mengangguk, tak sepantasnya dia berpikir kalau Iqbaal adalah Aldi versi kalemnya.
*
”Ini makanan dari Iqbaal buat lo.” (Namakamu) dengan sekenaknya main masuk aja ke dalem kamar Aldi tanpa memperhatikan lebih dulu yang empunya kamar sedang apa, dan yang tidak dia sangka-sangka akan terjadi selama ini tiba-tiba terjadi gitu aja.
”ALDIII!!! PAKE BAJU LO!!!!”
Brak!
(Namakamu) menutup pintu kamar Aldi, tidak, tepatnya dia membanting karena saking shocknya.
Aldi setengah telanjang! Oemji! Dan parahnya, pemuda itu hanya di lilit oleh handuk! (Namakamu) menggerutu kesal, mengutuk, karena merasa kalau matanya ternodai.
Pintu terbuka.
”MONYONG! LO BIKIN KAGET GUE TAU, GAK!” Aldi berteriak di depan wajah (namakamu).
(Namakamu) yang merasa telinganya seperti di tampar dengan kaki gajah buru-buru menampol wajah Aldi.
”BERISIK!!” Suara (namakamu) tak kalah besar.
Plak!
Satu jitakan mendarat di kening (namakamu). Kayaknya tiada hari tanpa jitakan dari Aldi deh! (Namakamu) selalu dapet jitakan dari Aldi setiap harinya!
”Sakit, Al.” Rengek (namakamu), wajahnya begitu melas.
”Makanya jangan berisik, udah suara lo cempreng malah pake acara teriak-teriak segala.” Ucap Aldi sambil mengusap telinganya. Lalu dia berjalan masuk ke kamar, yang segera di susul oleh (namakamu).
Seolah seperti kamar sendiri, (namakamu) dengan tanpa berdosanya menghempaskan tasnya ke lantai, lalu menghepaskan tubuhnya ke tempat tidur Aldi.
”Capeknya..” Keluh(namakamu)sambil memejamkan matanya berharap rasa lelah segera hilang.
”Ini dari Iqbaal?”
”Iya, buat lo.”
”Banyak banget,” Aldi menumpahkan plastik yang berisi banyak makanan ringan. ”Dianya mana? Gak kemari?”
(Namakamu) menggeleng. ”Katanya ada urusan, dia cuma titip pesen, katanya; lo kapan mati?” (Namakamu) tertawa sendiri dengan lelucon yang dia buat.
”Gak lucu, kalo gue mati beneran awas ya lo nangis-nangis. Itu cuma bakalan bikin arwah gue gak tenang.”
”Heheheh, gue cuma becanda, bapak sensi banget sih, dia titip pesan buat lo, supaya lo cepet sembuh, jangan lupa minum obat, terus istirahat yang cukup.”
”Kedengerannya gue kayak pacar dia ya?”
(Namakamu) tertawa hambar lalu menghempaskan bantal ke wajah Aldi.
”Menurut lo sih Iqbaal udah punya pacar?”
Aldi sudah membuka satu snack, dan memakannya tanpa berusaha untuk membaginya dengan (namakamu).
”Kayaknya udah deh, lagian ya, kayaknya dia itu orang kaya, ganteng, terus baik. Mungkin banyak ceweknya.” Komentar Aldi di sela menikmati snacknya.
”Lo kedengaran kayak cewek yang lagi naksir dia.”
Suara kunyahan Aldi tak terdengar lagi.
”Setan lu, gue bukan homo!”
”Halah, gue mana percaya, gue aja belum pernah liat lo pacaran.” Skak (namakamu), gadis itu berasa ada di atas langit sekarang, soalnya dia itu gak pernah menang kalau adu mulut sama Aldi karena You-Know-Lah.
Aldi yang tak terima menarik kaki (namakamu).
”Kayak lo pernah pacaran aja, nyet!”
Tuh kan, (namakamu) baru aja ngerasa kalau dia di atas langit, tapi tahu-tahu balesan Aldi lebih nyelekit.
”Jangan kan pacaran, lo aja gak pernah pake highless, lipstik mungkin ogah nyentuh bibir lo yang udah karatan itu, hahahah..” Aldi kelewatan, dia menghina (namakamu) gitu banget. Terlalu jujur!
(Namakamu) beranjak dari posisi berbaringnya, gadis itu sekarang duduk di tempat tidur sambil mendelik ke arah Aldi.
”Lo itu, ya, paling bisa ngehina orang lain, dasar!” Karena saking kesalnya dengan Aldi, (namakamu) sampai bingung mau membalasnya dengan apa, jadi (namakamu) cuma bisa merampas snack yang baru aja di buka sama Aldi.
”(Namakamu), snack gue...”
Tersenyum licik, (namakamu) memeletkan lidahnya. ”Masih banyak tuh, gausah maruk gitu deh, Al.”
Rasanya Aldi pengen banget nampol wajah (namakamu), tapi karena (namakamu) udah keburu berbaring lagi, jadinya Aldi mengurungkan niatnya.
”Al, lo udah sembuh?”
Berselang beberapa menit, tepatnya saat snack yang ada di tangan (namakamu) lenyap tanpa tersisa, gadis itu melontarkan pertanyaan sekaligus menyapu keheningan yang tercipta selama beberapa menit. Sama seperti dirinya, Aldi juga sibuk makan.
”Menurut L ?” Bukannya menjawab, Aldi malah balik nanya dengan gaya songong khas dirinya.
Pemuda itu kemudian mengutip bungkusan snack yang bertebaran di dekatnya, lalu di masukan ke dalam plastik besar. Mengetahui kalau Aldi ingin membuang sampah, (namakamu) buru-buru bangkit dan memasukan bungkusan snack yang ada di tangannya ke plastik besar, yang sekarang sedang di genggam oleh Aldi.
(Namakamu) nyengir begitu Aldi memandangnya sinis. ”Nitip.”
”Nitap-nitip-nitap-nitip, lo pikir gue tempat penitipan maen nitip seenak lo aja.”
”Udah pergi sana, hus, buang yang jauh ya.” (Namakamu) mendorong Aldi agar pemuda itu lekas membuang sampah dalam plastik itu daripada ngomel gak jelas.
Aldi pun dengan ogah-ogahan berjalan keluar kamar. (Namakamu) ini lagi ngerjain dia ya?
*
Iqbaal sebenarnya gak mau pulang secepat ini, dan dia masih betah banget duduk di taman cuma berdua sama (namakamu) kayak tadi. Padahal acaranya(?) Itu baru berjalan setengah, ini baru jam tiga, please! Iqbaal niatnya bakalan pulang begitu denger adzan magrib. Tapi kayaknya apa yang udah dia rencanakan gak sesuai seperti apa yang dia mau.
Mamanya nelpon Iqbaal, dan ngasih tau kalau gadis itu ada di rumahnya. Iqbaal gak tau kenapa gadis itu bisa ada di rumahnya, dan kenapa dia gak bilang dulu sama Iqbaal kalo mau kemari. Memang sih, itu hak dia mau ngasih tau Iqbaal atau engga, tapi kalo kayak gini, kerjaanya bakalan ngerusuhi hari-hari Iqbaal, Iqbaal juga yang bakalan terganggu sama kehadiran gadis itu di rumahnya.
Iqbaal membuka pintu rumahnya, agaknya dia benar-benar kesal karena acaranya dan (namakamu) terganggu. Suara daun pintu terbanting membuat Bi Sumi yang lagi nyapu tersentak kaget, sapu yang ada di genggaman Bi Sumi sampai terjatuh.
”Nak Iqbaal.” Kata Bi Sumi.
”Sica mana, Bi?” Suara Iqbaal terdengar gak terlalu sopan untuk ukuran berbicara dengan orang yang lebih tua dari dia.
Bi Sumi menunjuk ke pintu kamar yang ada di lantai dua. ”Di kamar, dia daritadi ngurung diri di kamar, dan gak mau keluar, seharian dia belum makan.” Jawab dan jelas Bi Sumi tanpa di minta.
”Mama mana?” Tanya Iqbaal masih dengan suara marahnya, dia menghempaskan gitu aja tasnya ke sofa.
”Nyonya baru aja pergi, dan titip pesan untuk Nak Iqbaal supaya jagain Nak Jessica selama Nyonya keluar kota, Nyonya juga bilang kalo Nak Iqbaal harus bujuk Nak Jessica supaya mau makan.” Jawab Bi Sumi takut-takut.
Bi Sumi udah kerja sama keluarga Iqbaal selama 10 tahun, dan dia emang gak kaget kalo ngeliat Iqbaal ini orangnya gak terlalu ramah sama orang lain. Tapi meskipun gitu, Bi Sumi belum pernah liat Iqbaal bicara kasar kayak gini sama dirinya.
Jari-jari tangan Iqbaal mengepal geram. Dia tidak peduli kalau Mamanya mau keluar kota atau tidak kembali sama sekali. Tapi kenapa Mamanya malah mengundang Jessica kemari? Dan menyuruhnya untuk menjaga gadis itu, dan..apa Jessica tidak sekolah?
Sebelum kepala Iqbaal meledak gara-gara terlalu banyak pertanyaan yang keluar dari kepalanya, lebih baik Iqbaal melangkah cepat menuju kamarnya.
Jessica ngapain di kamarnya???
Tok! Tok! Tok!
Iqbaal mengetuk pintu kuat-kuat saat tau ternyata pintu kamarnya di kunci. Ini kamar dia, tapi kenapa ada orang yang malah seenaknya ngunci kamarnya?
Berselang lima detik pintu kamarnya terbuka. Sosok gadis cantik yang mengenakan kaos lengan panjang warna biru serta celana jeans ketat langsung menyambut Iqbaal. Gadis itu langsung mendekati Iqbaal, dan memeluknya.
”Aku dari tadi nungguin kamu, sampe aku hampir aja ke tidur.” Katanya.
Iqbaal mematung, kenapa dia malah diam kayak gini. Iqbaal tau kalau dia marah karena acaranya sama (namakamu) di ganggu, tapi setelah melihat gadis ini kenapa hasrat kekesalan Iqbaal nyaris sirna gitu aja.
”Ka-kamu kok ada di kamar aku?” Iqbaal sama sekali gak ada niat untuk merenggangkan pelukan. ”Kamu kapan dateng?”
Jessica menengadahkan wajahnya, tapi tangannya masih tetap melingkar di badan Iqbaal.
”Aku kan udah bilang, aku nungguin kamu. Aku dateng tadi pagi.” jawab Jessica, dia menyentuh hidung Iqbaal dengan jari tangannya.
Iqbaal bingung, sebenarnya ada apa dengan dirinya?
”Mama bilang kamu gak mau makan.” Iqbaal masih ingat betul percakapan Mamanya dan dirinya di telepon, Mamanya bilang kalau Jessica gak mau makan sebelum Iqbaal pulang.
Jessica emang manja. Tapi kenapa selalu aja menyangkut Iqbaal?
”Aku gak mau makan sebelum kamu yang suapin aku,” Melepaskan pelukannya, Jessica menatap kesal Iqbaal.
Iqbaal menghela napas lalu menarik tangan Jessica dan menuntunnya ke dalam kamar. Iqbaal menyuruh Jessica duduk di kursi belajarnya, sedangkan dia sedikit bersimpuh di hadapan Jessica.
”Kamu gak boleh kayak gitu, nanti sakit, aku gak mau kamu sakit.” Ucap Iqbaal tulus, tangannya dia angkat untuk menyentuh rambut Jessica lalu mengusapnya dengan lembut.
Jessica mengangguk paham.
”Janji sama aku kalau kamu gak bakal kayak gini lagi.” Tersenyum menawan, Iqbaal mengacungkan kelingkingnya.
Jessica tak langsung menyambut dan mengiyakan saran Iqbaal, gadis itu diam seakan sedang berpikir.
”Ayo, dong, Sica, jangan kayak gitu. Ini kan demi kebaikan kamu jug..” Kalimat Iqbaal terputus detik itu juga, saat sesuatu yang basah menempel di bibirnya selama satu detik.
”Aku janji.” Jessica menyambut kelingking Iqbaal sambil tersenyum lebar.
Iqbaal terdiam.
Jessica memang sering seperti ini. Tingkahnya yang seperti anak kecil, dan sangat manja membuat Iqbaal terkadang malu kalau membawa Jessica pada acara yang menyangkut teman-temannya.
Jessica memang sering memeluk dan mengecup pipinya tanpa dia duga, tapi ini untuk kali pertamanya gadis itu mengecup langsung bibirnya. Apa Iqbaal harus marah? Tidak, dia tidak bisa marah dengan gadis ini walaupun dia selalu mengeluh pada siapapun yang membawa gadis ini mendekat padanya, tapi begitu dia sudah berada di dekat Jessica, dia tidak bisa mengelak apapun yang di lakukan gadis ini.
Sementara Iqbaal masih membisu, Jessica langsung menarik tangan Iqbaal dan membawanya turun.
Bersambung...
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Instagram : Aryaandaa
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagrram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52&_ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_key.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment