Friday, February 13, 2015

Cerbung Reason - Part 19

`Reason`
Part 19

Muhammad Aryanda.

O-o-o-o-O


”Kalo mau nyakitin gue bukan kayak gini caranya. Lo bukan cuma nyakitin gue tapi lo bakalan ngehancuri persahabatan ini!” Meskipun mata Olivia yang merah itu mengeluarkan airmata sudah cukup untuk menggambarkan betapa sakitnya dia saat ini, Olivia berusaha untuk tidak bertingkah seperti (namakamu), (namakamu) tampak seperti orang yang baru saja ingin di bunuh hidup-hidup. ”Kalo itu mau lo, gue terima, hubungan kita selesai.”
Olivia melangkah pergi begitu saja, dia sengaja untuk tidak melakukan kontak mata pada (namakamu). Karena sungguh, Olivia merasa kalau dia tidak ingin meluapkan amarahnya kepada gadis itu juga.
”Udah gak ada yang perlu di bicarain lagi kan?” Tanya suara parau pada (namakamu), yang jelas itu bukan suara milik Iqbaal bahkan Olivia.
”Al..”
”Gue tau lo capek habis lomba tadi, gue gak mau lo sakit, mending sekarang kita pulang.” Aldi. Ya, laki-laki itu tampak aneh dengan suara yang bergetar hebat. Dia menarik tangan (namakamu), meninggalkan Iqbaal yang mematung seorang diri.

*
Ketika dimalam itu gadis ini datang, dia tidak bisa membohongi dirinya kalau dia senang. Dia pikir, gadis ini sudah tidak mengingatnya karena memang sudah beberapa jam lalu dia menunggu ke datangan gadis ini namun tak kunjung terlihat.
'(Namakamu)?' Ada kesenangan di suara itu kentara sekali kalau yang empunya sangat mengharapkan kehadiran gadis ini. (Namakamu).
(Namakamu) tersenyum kaku. (Namakamu) tampak aneh malam itu, wajahnya begitu kusut, matanya terlihat lebih kecil dari terakhir kali ia lihat serta rambut yang sedikit berantakan.
Tapi apapun yang saat ini dia pikirkan langsung terlupakan begitu (namakamu) kembali bersuara.
'Gimana keadaan lo? Udah baikan? masih ada yang sakit gak? Gue khawatir sama lo, dan gue merasa bersalah karena penyebab ini semua itu gue. Seharusnya lo gak perlu ngelakuin hal kayak gitu.'
Hatinya seakan baru saja di siram oleh kehangatan yang mampu mendamaikan ruang-ruang hatinya, yang selama ini dia rasakan keadaan hatinya tidak terlalu baik.

'Al? Lo marah sama gue?' Aldi tidak merespon pertanyaan (namakamu, laki-laki itu hanya berdiri diam sambil memandang aneh ke arah (namakamu). Sedikit ragu, (namakamu) meninggalkan ambang pintu dan mulai berjalan ke arah Aldi.
Tiba-tiba saja saat jarak (namakamu) dan Aldi sudah begitu dekat, gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan Aldi. Dia menenggelemkan wajahnya di dada Aldi, dan tanpa memerlukan waktu yang lama terdengar suara isakan.
Tubuh Aldi menegang. 'Lo kenapa?'
Selama beberapa saat hanya terdengar suara sesegukan yang di hasilkan oleh (namakamu). Aldi tidak tahu apa yang terjadi dengan (namakamu) pada malam itu, gadis itu tampak begitu lelah, suhu tubuhnya juga tidak stabil seperti biasanya, Aldi bisa merasakan itu saat (namakamu) memeluknya.
Begitu (namakamu) menengadahkan kepalanya, dia bertanya sendu pada Aldi. 'Lo sayang sama gue kan, Al?'
Aldi sangat kaget tapi dia terlalu kaget sampai tidak bisa mengekspresikannya. 'Kita semua saling sayang.'
(Namakamu) menggeleng. 'Maksud gue secara individual.'
Lama sekali kalimat yang (namakamu) lontarkan untuk Aldi itu dicerna oleh kepalanya. Aldi belum mengerti sepenuhnya. Dan yang masih menjadi pertanyaan sekarang adalah ada apa dengan (namakamu) pada saat malam itu?
'Iya, (namakamu), gue sayang sama lo.'
Senyum yang terukir di wajah (namakamu) malam itu seperti matahari yang menyembul di balik awan-awan hitam. Gadis itu terlihat senang namunn terkesan seakan dia baru bebas dari sebuah masalah yang tak bisa di mengerti oleh Aldi.
'Gue juga sayang sama lo, dan setelah ini lo janji sama gue untuk selalu jaga perasaan gue.'
Ketika motor Aldi sudah tiba di halaman rumah (namakamu), lamunannya pecah begitu saja. Dia tersadar dari bayangan dua hari lalu.
”Lo mau masuk dulu?” Tanya (namakamu) begitu dia turun dari jok motor.
Aldi baru saja melepas helm lalu menggangguk. ”Tapi gue diluar aja.” Dia sedikit mencondongkan wajahnya ke arah (namakamu) untuk menyeka air mata yang masih membekas di wajahnya. (Namakamu) tidak berkomentar.
”Mau minum apa?”
”Terserah.”
(Namakamu) mengangguk singkat lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Aldi menatap sendu pungggung (namakamu) yang kian menjauh sampai akhirnya tak terlihat lagi.
Aldi sedikit menengadahkan wajahnya untuk melihat betapa cerahnya langit saat ini. Langit biru itu tampak selaras dengan gumpalan awan putih. Tapi sayang, keadaan alam tidak begitu selaras dengan keadaan Aldi saat ini. Menghela napas pendek, Aldi melenggangkan kakinya ke kursi panjang yang berada di halaman rumah (namakamu).
Di depan kursi panjang itu ada sebuah meja yang terbuat dari batu. Biasanya tempat ini sering menjadi lesehan mereka. Banyak yang berubah dari tempat ini tanpa Aldi sadari. Ya, banyak yang berubah tanpa adanya keenam manusia pembuat sampah di tempat ini. Tak ada lagi suara teriakan Salsha, nyanyian Kiki, omelan (namakamu) karena merasa jam belajarnya terganggu, suara hentakan bola basket dari Iqbaal. Tempat ini hanya seperti sebuah tempat duduk yang tak berarti tanpa keenam manusia itu. Entah sejak kepan itu semua terjadi.
”Maaf lama.”
Aldi terlalu sibuk mengenang masa-masa dulu sampai dia tidak sadar dengan kehadiran (namakamu).
”Diminum, Al.” Tersenyum kaku, (namakamu) duduk tepat di sebelah Aldi. Bermacam-macam jenis perasaan langsung menyerangnya tapi yang lebih mencolok adalah perasaan bersalahnya.
Tidak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara kicauan burung yang bersinggah di pohon mangga rumah (namakamu). Andai saja suasana tidak terasa secanggung ini karena kejadian beberapa menit yang lalu itu pasti saat ini tempat ini sudah di penuhi dengan canda tawa keduanya. Tapi sayang, itu hanya sebuah angan-angan.
Aldi meletakan gelas kosong itu di meja. Sejak kapan Aldi minum dan gelas itu sudah kosong, tapi semua itu tidak perlu (namakamu) pikirkan, yang mendadak menjadi pikirannya adalah kalimat yang keluar dari mulut Aldi detik ini.
”Gue seneng deh, (namakamu), akhirnya gue bisa jadian juga sama lo dan bisa dengar dari mulut lo sendiri kalo lo sayang sama gue. Lo gak tau betapa bahagianya gue malem itu, gue ngerasa kayak mimpi,” Aldi menjeda kalimatnya untuk menolehkan wajahnya ke arah (namakamu) sambil menyungginkan senyuman terbaiknya. Saat melanjutkan kalimatnya, Aldi kembali menatap kedepan. ”Tapi seharusnya gue harus berpikir berkali-kali kenapa malam itu lo dateng ke rumah gue, kenapa tiba-tiba lo nangis, kenapa tiba-tiba lo bilang sayang sama gue, dan kenapa tiba-tiba lo mau jadi pacar gue.
”Saat tadi Olivia memutuskan hubungannya sama Iqbaal. Semua pertanyaan itu langsung terjawab. Lo nangis karena Iqbaal, kan. Lo berakting dengan baik seperti gadis yang seakan baru menyadari kalau ada seorang laki-laki yang mencintainya, tapi cinta itu cuma pura-pura, lo cuma pura-pura mencintai laki-laki itu karena seseorang yang sesungguhnya lo cintai udah hilang dari jangkauan.
”Gue emang kepingin lo jadi pacar gue, (namakamu), tapi bukan kayak gini caranya. Selain mencintai lo gue bisa apa? Memaksa lo buat cinta sama gue?,” Aldi tertawa sumbang. ”gue gak sejahat itu.”
(Namakamu) mengerang. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Ini memang salahnya, seharusnya dia memikirkan matang-matang tentang keputusannya malam itu. Tidak seharusnya dia melibatkan Aldi dan menyakiti Aldi. Aldi tidak salah sama sekali.
”Gue harap lo bener-bener bertemu sama orang yang bener-bener sayang sama lo dan sebaliknya. Karena gue mau liat lo bahagia.” Aldi beranjak dari tempat duduknya membuat (namakamu) melakukan hal yang sama.
”Al..” Hanya itu yang keluar dari mulut (namakamu). Semuanya terlalu sakit sampai dia tidak tahu harus berkata apa-apa. Apa yang akan Aldi lakukan dengan hubungan ini? Mengakhirinya?
”Sori, (namakamu), hubungan kita harus berakhir sampai disini. Dan kalo lo gak suka sama hubungan ini, lo anggap aja kalo gue gak pernah jadi salah satu dari bagian hati lo.”
(Namakamu) tersedak dan menangis sejadi-jadinya.Memangnya belum cukup orang-orang disekitarnya membuat (namakamu) terus menangis tapi kenapa Aldi juga tega melakukan hal ini kepadanya.
”Lo gak perlu nangis, (namakamu).”
”Jangan pergi, Al.”
(Namakamu) menyamakan langkahnya dengan Aldi, dia tidak peduli matanya yang kembali memerah dan mengeluarkan cairan bening itu lagi. Dalam waktu singkat wajahnya sudah di penuhi dengan air mata.
Senyum. Hanya itu yang Aldi lontarkan kepada (namakamu). Tapi siapapun yang melihat senyuman Aldi bisa mengetahui dengan sendirinya kalau ada luka di balik senyuman itu.
”Lo udah janji sama gue kalo lo bakalan jaga perasaan gue.”
”Gue udah ngelakuin itu. Gimana sama lo? Lo tau kan (namakamu), kalo sebuah hubungan gak bakalan bertahan lama kalo cuma ada cinta sepihak.”
Apa yang sebenarnya sedang (namakamu) pikirkan berusaha menahan Aldi namun dia sendiri sadar kalau dia tidak mencintai laki-laki ini. Hanya menjadikannya sebuah sandaran ketika dirinya tersakiti? Memangnya (namakamu) tidak memikirkan bagaimana sakitnya Aldi saat dia mengetahui hal ini.
Aldi mengenakan helmnya tanpa memberikan kode sedikitpun dia menarik gas dan Ninja hitam itu langsung menghilang dari pelataran rumah (namakamu) begitupun dari pandangan (namakamu).
Laki-laki itu pergi di saat air mata (namakamu) terus mengalir tanpa tahu kapan akan berhenti.
*palinganjugantarmalemudahberhenti *lebaybangetyangnulis*
*
”Kalo 'cinta' udah mulai muncul dalam persahabatan ya gini. Bakal retak dan terkikis sedikit-demi-sedikit dinding pertahanannya. Dan urusan juga bakal rumit. Tapi gak bisa disalahin juga, karena cinta datang tanpa tau pada siapa dia bakalan singgah.”
Kalimat panjang lebar yang keluar dari mulut Kiki itu sukses membuat lima orang yang masih berkutat dengan alat-alat tulis yang akan di masukan ke dalam tas itu terperengah. Kelima manusia itu secara bersamaan menghentikan aktivitasnya, tapi berselang lima detik kemudian, gadis yang rambutnya di ikat mirip buntut kuda itu melenggangkan kakinya pergi.
”Liv,” Kiki mendesah saat menyaksikan Olivia pergi lebih dulu meninggalkan yang lainnya. Dan tak lama kemudian Aldi beranjak dari kursi, setelah memastikan kalau semua alat-alat tulisnya sudah dia masukan, Laki-laki itu juga melenggangkan kakinya keluar kelas.
”Gue duluan.” Aldi berucap pelan, dan sepertinya itu hanya ditujukan pada Kiki.
”Kalo situasi kayak gini bertahan lama, gue bakalan pindah sekolah, kalo perlu gue suruh Lee Min Ho nikahi gue sekarang juga.” Meskipun ada sedikit candaan dari kalimat Salsha, tapi nyatanya gadis itu juga keluar dari kelas.
Kiki hanya bisa menghela napas menyaksikan detik-detik kehancuran persahabatan ini. Saat dia menengadah di dapatinya Iqbaal berdiri di hadapannya.
”Lo mau keluar juga?” Kiki tidak bisa ber-ramah-ramahdengan laki-laki ini, dengan sekali gerakan, Kiki menggeser dari ambang pintu menyisahkan sedikit ruang untuk Iqbaal agar bisa keluar.
”Sori,” hanya itu, dan Iqbaal pun keluar dari kelas sekaligus meninggalkan Kiki seorang diri. Kalau saja (namakamu) hadir dan gadis itu juga akan bertingkah seperti yang lainnya pasti Kiki akan seperti orang yang kebekaran jenggot. Kesal.
”Rumah kalo pilarnya cuma satu juga bakalan ambruk! Gue heran sama nih bocah, tingkahnya kayak anak-anak!” Yang Kiki tak habis pikir tidak ada satupun dari teman-temannya yang menunjukan sikap kalau mereka masih membutuhkan persahabatan ini, mereka hanya bersikap seakan-akan persahabatan ini sudah selesai.
*
Senyum mengembang namun terkesan sinis. Entah mendapatkan darimana kabar tentang retaknya persahabatan enam manusia astral itu—gadis ini menyebutnya seperti itu—yang jelas, kabar ini sangat membuatnya senang, terlebih salah satu enam manusia itu adalah musuh bubuyutannya.
”Eh, Oliv,”
”Ngapain lo disini?” Ketus Olivia pada gadis di hadapannya. Memang sih ini masih di pelataran sekolah dan pertanyaan Olivia terkesan tidak pantas, tapi entah mengapa teguran gadis ini membuatnya kesal.
”Jangan gitu dong, gue ngajak lo ngomong bukan buat perang kok.”
”Ya terus? Kalo gak ada hal penting yang mau lo omongi sama gue, mending lo minggir deh, Bell, gue mau lewat!” Olivia merasa dirinya di permainkan dengan Bella, jadi tanpa menunggu gadis itu menyingkir dari hadapannya, Olivia segera melenggangkan kakinya berniat pergi, tapi sesaat kemudian Olivia merasakan kalau jari-jari tangan Bella merayap kepergelangan tangannya.
”Santai,” Bella tersenyum misterius. ”Gue cuma mau ngundang lo dateng ke pesta ulang tahun gue entar malem. Dan gue harap lo dateng.” Jelas Bella sambil menyerahkan kertas berbentuk undangan kepada Olivia.
Senyum miring itu terukir menarik di wajah Olivia. ”Dan lo pikir gue bakalan dateng?” Olivia menepis tangan Bella, tanpa menerima undangan dari Bella, dia melangkah pergi begitu saja.
.....
”Ini apaan?”
”Itu undangan buat lo.”
Aldi memperhatikan lebih seksama undangan yang di berikan kepada Bella.
”Gue harap lo dateng.”
Aldi tak tahu apa maksud undangan ini dan tingkah Bella yang menurutnya sangatlah aneh. Memang sih, Aldi tidak memiliki masalah dengan gadis ini tapi temannya yang bernama Salsha sangat tidak menyukai Bella. Jadi, Aldi agak canggung menerima undangan ini apalagi datang ke acaranya.
”Gue gak janji.” Tutup Aldi seraya menyerahkan undangan yang ada di tangannya kepada Bella.
Senyum kecut kembali terukir di wajah Bella, setelah Olivia yang menolak undangannya mentah-mentah, Aldipun juga melakukan hal yang sama meskipun masih terselip sebuah harapan.
....
”Kalo gak minggir juga lo bakalan gue tabrak.”
Belum lagi Bella sempat memaparkan apa pun kepada Salsha tapi gadis itu sudah lebih dulu menyemprotnya.
”Tenang. Gue lagi gak ngajak ribut.”
Mendengar ucapan Bella membuat Salsha mengeluarkan sarkastik terbaiknya. ”Tapi muka lo nyolotin banget.”
Bella menghela napas, menghadapi Salsha memang harus dengan ekstra kesabaran kalau tidak apa yang akan diinginkan tidak akan di dengarkan oleh gadis ini. Terlebih lagu ucapan yang keluar dari mulutnya sangatlah pedas.
”Minggir,” kata Salsha sambil kembali melangkah tapi Bella selalu saja menghalangi langkahnya. ”Mau lo apasih.” Kesalnya.
”Gue cuma mau lo terima ini.” Bella menyerahkan undangan kepada Salsha, benda yang tidak lain adalah undangan ulang tahunnya itu langsung di tatap sinis oleh Salsha.
Bella pikir Salsha akan menyemportnya seperti tadi atau bahkan menjambaknya. Tapi nyatanya, gadis di hadapannya ini mengambil undangan yang masih terselip di antara jari-jarinya. Lama sekali Salsha memperhatikan undangan itu seakan dia sedang menilai jenis kertas, font di kertas, kata-kata di kertas itu bak juri yang akan memberi nilai.
”Bagus sih—undangannya, tapi gue gak mau dateng ah.”
Sebelah alis Bella terangkat. Wajahnya penuh pertanyaan, dan bermacam-macam pertanyaan itu langsung terjawab saat Salsha membelah menjadi dua bagian undangan itu.
”Gue gak mau dateng ah kalau undangannya sobek gitu.” Senyum sialan—begitu Bella menyebutnya—terukir biadab di wajah Salsha, dan tanpa mengatakan sepatah katapun, Salsha meninggalannya dengan gaya songong khas gadis itu.
Yang Bella rasakan saat ini adalah malu dan kesal. Tapi tenang, ini masih rencana awalnya, dia masih punya 2001 macam cara untuk mengenyahkan gadis itu.
.....
Ini yang paling ganteng, jadi Bella tidak masalah untuk bersikap agak sedikit lenjeh(?).
”Hai!”
Laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya itu hanya menggeserkan bola mata ke arahnya tanpa menunjukan sikap akan berhenti berjalan.
”Hai! Iqbaal!” Bella menggser langkahnya, sekarang dia sudah menutup sepenuhnya jalan laki-laki itu dengan dirinya.
”Lo mau ngapain disitu?” Tanya Iqbaal dingin.
Padahal Bella sering mendapati laki-laki ini bersikap manis kepada teman-temannya tapi entah mengapa Iqbaal selalu bersikap dingin kepada orang lain yang notabenenya tidak dia kenal terlalu dalam.
”Gue mau ngomong sama lo.” Jelas Bella, sepertinya usaha Bella yang ingin berlama-lama dengan Iqbaal akan gagal.
Sebelah alis Iqbaal terangkat tanpa membuat wajah dinginnya itu berubah sedikitpun.
”Hmm,” lama sekali kata itu terdengar di telinga Iqbaal sampai akhirnya Bella mengucapkan kalimat lain. ”Lo ganteng.”
Tidak ada reaksi dari Iqbaal, wajahnya masih tetap sama bahkan sekarang terkesan lebih menyeramkan walaupun masih ada kesan ganteng di wajah laki-laki itu. Dan tiba-tiba saja Iqbaal melenggangkan kakinya tanpa memperdulikan dirinya yang menabrak Bella sampai gadis itu nyaris terjerembab.
”Iqbaal!” Bella berteriak geram pada punggung Iqbaal yang kian menjauh. Ini nih akibatnya kalau terlalu mementingkan nafsu, belum sempat Bella menyampaikan maksudnya Iqbaal sudah keburu pergi.
....
”Ki,” Bella berusaha menyamakan langkahnya dengan laki-laki berbadan gempal, yang sekarang berada di sebelahnya. Kiki berjalan sangat cepat membuat Bella kewalahan sendiri mengejarnya.
”Hm,”
”Lo mau makanan?” Meskipun Bella tidak terlalu dekat dengan Kiki tapi siapapun yang notabenenya adalah kelas satu, pasti tahu kalau laki-laki ini begitu menyukai yang namanya 'makanan'
Seperti dugaan Bella, Kiki berhenti juga detik itu.
”Mana?” Dengan wajah mupeng banget, Kiki menolehkan wajahnya ke arah Bella. Gadis itu sudah tersenyum Bella.
”Ada syaratnya.”
”Yaelah, males deh gue kalo gitu.”
”Gampang kok.” Kata Bella buru-buru menimpali, takut kalau objek terakhirinya ini juga ikut menolak tawarannya.
”Apa?”
”Lo cuma perlu nerima undangan ini terus ntar malem dateng deh ke rumah gue. Gampang kan? Ntar malem gue kasih makanan yang spesial deh buat lo.” Rayu Bella sambil memperlihat puppy eyesnya kepada Kiki.
Selama beberapa detik Kiki hanya diam sambil memperhatikan undangan yang masih berada dalam genggaman Bella. Kiki mengingat-ngingat tentang jadwalnya nanti malam, yang utama adalah apakah nanti malam ada pertandingan bola? Setelah berpikir agak lama akhirnya Kiki menerima undangan dari Bella. Nanti malam jadwalnya kosong tapi ada beberapa puisi yang harus dia kirimkan.
*
[Twitter]
Log-in
Loading..
Please wait
[Mention]
@BellaCNS: @(namakamu) nanti malem jgn lupa dtg ke pesta ulng thn gw yak!!gue tngg lohh.
@Salshaaaaa: @(namakamu) sepi gak ada looooo! Mane aje neng?
Sebenarnya (namakamu) hanya iseng-iseng saja membuka akun twitternya di karenakan rasa bosan yang semakin merajarela menguasai dirinya. Di antara teman-temannya yang lainnya, (namakamu) termasuk yang paling jarang aktif di sosial media, bukan berarti yang lain begitu aktif hanya saja memang (namakamu) yang sangat jarang menggunakann akunnya. Sedangkan Salsha, dia gadis yang paling lancar dan yang paling tahu tentang sosial media. Bahkan (namakamu) sedikit kaget saat mengunjungi profile twitter Salsha yang sudah memiliki pengikuti sebanyak 5.144 orang. Padahal seingatnya, dulu pengikut Salsha hanya sekitar 1000 orang.
Akan tetapi, yang paling menarik saat (namakamu membuka twitternya adalah saat menerima mention dari Bella. Nah, loh, kenapa gadis itu menyuruhnya datang ke pesta ulang tahun melalui twitter padahalkan bisa saja itu tidak akakn terbaca oleh (namakamu) yang dikarenakan (namakamu) yang sangat jarang mengutak-atik akun sosmednya.
(Namakamu) sama sekali tidak berniat membalas mention dari Bella karena kalau ketahuan Salsha bisa di tebas lehernya.
*
”(Namakamu), ayo dong, plis, gue mohon sama lo, sekali ini aja deh.”
”Kenapa musti gue sih.”
”Gimana ya, susah gue jelasinnya, tapi gue mohon sama lo.”
”Gue gak bisa, Bidi, lo tau kan hubungan Salsha sama Bella itu gak terlalu baik. Gue cuma gak mau Salsha marah sama gue, itu aja sih.”
Bidi menghela napas, dia sudah hampir setengah bermohon-mohon pada (namakamu) agar gadis itu mau pergi bersamanya ke pesta ulang tahun Bella. Tapi sampai sekarangpun gadis itu belum mau menuruti permintaannya, memangnya apa susahnya sih tinggal pergi ke pesta. Lagipula (namakamu) kan tidak disuruh jalan kaki pergi ke rumah Bella.
”(Namakamu), sekali ini aja, gue janji kita disana cuma 15 menit doang.” Sedari tadi Bidi terus mencari-cari cara yang tepat agar (namakamu) mau pergi bersamanya.
Sebenarnya hubungan (namakamu) dan Bidi tidak bisa di bilang 'tidak kenal' karena saat SD mereka pernah satu sekolah, satu kelas bahkan pernah duduk bersama.
”Gue takut Salsha marah sama gue.” Jawaban (namakamu) selalu itu.
”Salsha gak bakalan tau. Gak mungkin kan dia dateng kesana?” Bidi mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
(Namakamu) diam sejenak sebelum akhirnya bersuara lagi. ”Sebenernya tujuan lo apasih? Gak mungkin kan lo maksa gue harus pergi bareng lo sampe mohon-mohon kayak gini tanpa tujuan?” Nah, ini dia yang sedaritadi ingin (namakamu) tanyakan dengan Bidi tapi karena Bidi terus mengeluarkan kalimat memohonnya membuat (namakamu) terus mengurung niatnya.
Bidi terdiam. Wajahnya yang menengadah menatap (namakamu) itu pun perlahan menunduk dan memandang lantai.
”Gu-gue cuma mau buat Cassie cemburu.”
Mendengar jawaban Bidi, membuat (namakamu) menghela napas panjang dann terkesan lebay. (Namakamu) tidak menyangka kalau Bidi masih mengharapkan Cassie yang sudah putus darinya jauh-jauh bulan. Memangnya gadis itu masih ada rasa dengan Bidi? (Namakamu) menatap penuh nilai ke arah Bidi.
Laki-laki di hadapannya ini sudah sangat rapi dengan kemaja hitam yang membalut tubuhnya serta celana jeans senada. Sederhana saja tapi cukup membuat (namakamu) ingin melontarkan kata 'ganteng'. Belum lagi sepatu converse warna abu-abu dengan lis putih yang dikenakan Bidi membuat laki-laki itu semakin keren saja. Bidi ganteng tapi kenapa Cassie mengakhiri hubungan di antara mereka dan seingat (namakamu), Bidi juga bukan laki-laki hidung belang, dia tipe laki-laki yang setia.
”Yaudah deh! Tunggu lima menit! Tapi awas aja kalo Cassie beneran cemburu terus gue di jambak sama dia di sekolah.” (Namakamu) memeperingati sambil menudingkkan telunjuknya ke wajah Bidi.
Senyum langsung tersungging di wajah Bidi. Laki-laki itu senang bukan kepalang.
”Sip!”
*
”What to the what? Lo ngajak gue pergi ke pesta sih Bellatung itu? NO!” Salsha menolak mentah-mentah tawaran Aldi. Salsha segera berpikir kalau laki-laki di hadapannya ini sudah gila, bisa-bisanya dia mengajak Salsha pergi ke sarang musuhnya. Itu sama saja mencari keributan.
”Ayo dong, Sha, lagian kan disana rame gak cuma lo doang. Bella pasti gak bakal tanda deh sama lo.”
”NO! NO! NO!” Salsha mengibas-ngibaskan tangannya.
”Lo gak kasian apa sama gue yang udah dateng rapi-rapi begini?”
Sebelah alis Salsha terangkat. Dia menatap Aldi yang berdiri di hadapannya. Harus Salsha akui kalau malam ini Aldi cukup tampan dengan kemeja putih lengan panjang yang mambalut tubuhnya, serta celana jeans hitam yang melekat disepanjang kakinya.
”Gak.”
”Please. Anggap aja ini kencan jomblo.”
”Apaan sih lo! Aneh-aneh aja.”
”Ayo dong, Sha. Gue bakalan tetep maksa lo pergi sampe lo mau.”
”Kalo gue tetep gakmau gimana?” Tanya Salsha ngeri.
”Gue bakalan tetep nunggu disini.”
Menyipitkan matanya, Salsha mencondongkan wajahnya. ”Lo habis nonton FTV ya?”
”Tau ah, pokoknya lo harus pergi sama gue.”
”Gak mau! Apasih nih anak, maksa banget.” Salsha menepis tangan Aldi yang ingin menariknya. ”Kalo mau ngajak gue kencan itu ke tempat yang indah.”
”Gue lagi gak ada duit nih, makannya gue milih ke tempatnya Bella.”
”Gak modal banget sih lo jadi cowok.” Sergah Salsha pedas.
”Bodo amat! Gue gak peduli.” Aldi menarik tangan Salsha sampai membuat gadis itu bergerak. Salsha meronta-ronta minta di lepas tapi Aldi tak mengizinkannya,ia tetap menarik Salsha sampai akhirnya mereka tiba di depan gerbang rumah Salsha.
”Iya! Ya! Ya! Gue pergi!”
Aldi menghentikan aksi gilanya. ”Nah, gitu dong.”
”Tapi lepasin tangan gue dulu dong!”
”Enak aja! Ntar lo kabur!”
”Jadi gimana gue ganti baju nyet!” Kata Salsha kesal.
”Gue temeni!” Tandas Aldi sembari memutar balik badannya dan berjalan masuk ke rumah Salsha.
*
Iqbaal mengetuk pintu rumah itu, dan setelah mendengar suara derap langkah dari dalam, beberapa detik kemudian pintu sudah terbuka. Memperlihatkan sosok Bi Sum dengan celemek yang tersangkut di bahunya.
”Loh, neng (namakamu)nya baru aja pergi.” Bi Sum segera menyadari apa maksud kedatangan Iqbaal dan buru-buru memberitahu kepadanya tentang keberadaan (namakamu).
”Pergi? Sama siapa ya, Bi?”
”Kalau itu sih Bibi kurang tau, yang jelas dia pergi sama cowok, ganteng pula terus neng (namakamu) juga malam ini cantik banget. Katanya sih pergi ke pesta ulang tahun temennya, tapi Bibi kurang tau juga ya soalnya gak terlalu dengerin.” Bi Sum berkata malu-malu.
Cowok? Ganteng? Apa itu Aldi? Tapi kalau Aldi pasti Bi Sum mengenalinya.
”Oh, gitu ya, Bi. Yaudah deh makasih. Saya pamit dulu.” Sedikit membungkukan badannya Iqbaal lalu memutar badannya dan berjalan keluar rumah.
Iqbaal mendadak seperti di bakar hidup-hidup. (Namakamu) pergi bersama seorang laki-laki lain? Iqbaal terlalu kaget mendengar kabar ini karena sungguh, (namakamu) belum pernah pergi bersama laki-laki manapun selain dengan dirinya, Aldi, atau Kiki. Hatinya seperti terbakar, lagi-lagi karena paparan Bi Sum yang dia dengar beberapa menit yang lalu.
Saat teringat dengan kata 'pesta' Iqbaal langsung teringat dengan sosok Bella yang siang tadi mengundangnya ke pesta itu. Apa (namakamu) dan cowok itu pergi ke pesta Bella?
Iqbaal menggeram, dia menyalakan motornya dengan tidak sabaran dan menarik gas kuat-kuat. Saat dia melepas kopling, suara raungan mesin motornya terdera di sepanjang jalan belum lagi suara ban motornya yang menjerit semakin memperlihatkan betapa kesalnya dia tentang kabar yang dia dengar barusan.
Niatnya datang kerumah (namakamu) hanyalah ingin memperbaiki hubungan di antara keduanya. Iqbaal tidak tahan kalau (namakamu) terus-terusan seperti ini kepadanya, Iqbaal sadar kalau situasi ini terus berjalan dia akan gila.

Bersambung...

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

No comments:

Post a Comment

Situs terkait