Part 20
Muhammad Aryanda.
O-o-o-o-O
Iqbaal mendadak seperti di bakar hidup-hidup. (Namakamu) pergi bersama seorang laki-laki lain? Iqbaal terlalu kaget mendengar kabar ini karena sungguh, (namakamu) belum pernah pergi bersama laki-laki manapun selain dengan dirinya, Aldi, atau Kiki. Hatinya seperti terbakar, lagi-lagi karena paparan Bi Sum yang dia dengar beberapa menit yang lalu.
Saat teringat dengan kata 'pesta' Iqbaal langsung teringat dengan sosok Bella yang siang tadi mengundangnya ke pesta itu melalui sebuah pesan singkat yang di terimanya, dan itu membuat Iqbaal berpikir sejenak, darimana gadis itu mendapatkan nomor ponselnya. Iqbaal tidak perlu memikirkan hal itu. Apa (namakamu) dan cowok itu pergi ke pesta Bella?
Iqbaal menggeram, dia menyalakan motornya dengan tidak sabaran dan menarik gas kuat-kuat. Saat dia melepas kopling, suara raungan mesin motornya terdera di sepanjang jalan belum lagi suara ban motornya yang menjerit semakin memperlihatkan betapa kesalnya dia tentang kabar yang dia dengar barusan.
Niatnya datang kerumah (namakamu) hanyalah ingin memperbaiki hubungan di antara keduanya. Iqbaal tidak tahan kalau (namakamu) terus-terusan seperti ini kepadanya, Iqbaal sadar kalau situasi ini terus berjalan dia akan gila.
*
[Line]
Kikkiyut: Liv.......
OliviaSix: ho?
Kikikiyut: lo ada acara gak malem ini?
OliviaSix: aniyo.
Kikikiyut: ????
OliviaSix: gk ada
Kikikiyut: mau nemeni gw ga?
OliviaSix: kmn?
Kikikiyut: ad deh.
OliviaSix: lo sndiri kn tau kalo gw gabsa klwr malem.
Kikikiyut: yahhh, gitu bgt sih sm gw
Enam menit berlalu begitu saja, Kiki menatap sendu layar ponselnya sambil berharap Olivia akan menerima ajakkannya. Kan gak lucu kalau Kiki datang ke pesta Bella seorang diri. Kiki sudah datang ke kosan Iqbaal, Rumah Aldi, Salsha, (namakamu) tapi keempat temannya itu tidak ada di singgahan mereka. Padahal Kiki ingin mengajak salah satu dari mereka.
Drrt! Drrt!
OliviaSix: ydh deh, gue ikut sama lo.
Balasan dari Olivia itu membuat Kiki terkesiap dari lamunan yang baru saja ingin hinggap di pikirannya. Kiki senang bukan kepalang saat ini, buru-buru dia mengetik balasan untuk Olivia.
Kikiyut: Oke! Lu siap-siap trs, gw prjalnan krmah lo nih.
Meletakan ponselnya ke dalam saku celananya, Kiki meraih kunci motor yang terjatuh di lantai kamarnya—Kiki terlalu bete jadi dia menghepaskan kuncinya ke sembarang tempat—dan berjalan keluar kamarnya begitu tergesah-gesah.Kiki mengucapakn salam yang sama sekali belum pernah dia lakukan, laki-laki itu berteriak dengan sekenaknya pada Mamanya yang dia temukan di bawah kaki tangga.
*
(Namakamu) merasa risih dengan berbagai jenis tatapan yang dia dapatkan saat dirinya memasuki area pesta.
Pesta yang di selenggarakan di halaman belakang rumah Bella itu bernuasana serba pink, balon serta pita berwarna pink terpasang di setiap sudut, begitupun juga dengan meja dan kursi yang di balut dengan sedemikian rupa indahnya dengan pita pink. Belum lagi pencahayaan halaman belakang menggunakan lampu-lampu kecil bercahaya pink itu membuat tempat ini sungguh seperti worldpink. Mungkin itu konsep yang di ambil Bella, hanya ada dua bola lampu normal tepat di atas kue ulang tahun dan di panggung. Panggung itu terletak di seberang kolam dan meja kue ulang tahun. Mungkin Bella sudah membicarakan jauh-jauh hari agak band sekolah bisa tampil di acara ulang tahunnya.
”Tenang, (namakamu), lo jangan gelisah begitu.” Bidi yang sedari tadi berjalan beriringan dengan (namakamu) menyadari adanya kegelisahan di setiap gerakkan (namakamu).
”Gimana gue gak risih, lo gak liat apa, hampir semua orang ngelitin gue.” Itu yang (namakamu) rasakan tapi tidak tahu apakah Bidi merasakan hal yang sama.
”Kita,” Bidi melarat ucapan (namakamu) sambil melontarkan senyuman termanisnya. ”Santai aja, oke? Yang perlu kita lakuin sekarang itu jalan ke tempat Bella terus ngasih kado ini. Nah, di sebelah Bella itu kan ada Cassie, lo jangan kaku banget. Ngerti? Lo kan pacar gue.” Dengan sekenaknya Bidi menepuk-nepuk kepala (namakamu), yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari (namakamu).
(Namakamu) menghela napas. Ketika dia ingin berbicara, Bidi buru-buru menggamit tangannya. Jari-jari tangan Bidi terselip disetiap jari (namakamu) membuat gadis itu tersentak. Bidi melangkah ke arah Bella dengan percaya dirinya.
”Eh, (namakamu),” begitu respon Bella seakan dia baru saja mendapatkan hadiah yang istimewa. Tapi siapapun akan tahu kalau reaksi gadis itu terkesan di buat-buat. ”Sendirian?”
(Namakamu) tak mengindahkan tatapan Bella yang sok manis kepadanya. ”Kok sendirian sih, Bell, gue kan kesini sama pacar gue,” Jelas (namakamu) tajam, dan perkataan (namakamu) itu secara samar-samar membuat gadis yang ada di sebelah Bella menegang dalam dua detik. (Namakamu) bisa melihatnya. ”Happy Birthday.” Tambahnya singkat.
Sedikit mencondongkan badannya, Bidi mengucapkan kalimat yang sama sembari menyodorkan sebuah kado kepada Bella.
”Thanks. Eh tapi kok gue baru tau ya kalian jadian.” Sebelah alis Bella terangkat, pertanyaan membuat (namakamu) merasa kalau dia sedang di introgasi.
”Lo kan tau, Bell, gue orangnya gak suka pamer kalo dapet laki baru. Dan kalo lo mau tau, hubungan gue sama Bidi baru dua minggu kok,” senyum yang tersungging di wajah (namakamu) itu membuat Bidi puas di tambah dengan akting gadis ini yang menjamin. ”Oia, gimana tuh hubungan lo sama pacar curian lo?” Entah kenapa kalimat yang keluar dari mulut (namakamu) ini terkesan sangat menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya.
Bella mengalihkan wajahnya sejenak sebelum akhirnya dia bersuara. ”Eh, kayaknya lo ngebuat antrian deh.” Bella menatap ke belakang punggung (namakamu) dan benar saja disana ada sekitar lima orang yang menungggu di belakang (namakamu).
”Sori, deh. Gue duluan ya,” (namakamu) pamit sembari menarik tangan Bidi, laki-laki itu hanya diam saja namun dari ekspresi wajahnya dia tampak puas.
Menghela napas pendek, Bella menatap tajam ke arah punggung (namakamu) yang kian menjauh. Bella merepet tak jelas dengan suara yang sangat kecil. Dia benar-benar menyesal mengundang gadis itu, dan sekarang beberapa masang mata memandang ke arahnya dengan sikap ingin tahu. Mungkin mereka penasaran dengan kata 'pacar curian' yang terselip di kalimat (namakamu).
*
”(Namakamu), lo ngapain narik gue kemari?” Bidi melepaskan genggaman (namakamu) di tangannya, lalu memandangi (namakamu) dengan bingung.
”Ya pulang lah! Kan udah selesai gue aktingnya.”
Bidi mendengus. ”Tapi kan kita baru nyampe.”
”Terus maksud lo itu kita harus disini sampe acara selesai, gitu?”
”Engga gitu. Tapi kan kita baru nyampe dan lo pasti haus kan? Capekkan? Nah, mending kita duduk sebentar. Lagian juga kita belum liat reaksi Cassie.”
(Namakamu) tak habis pikir dengan Bidi, selain tolol, laki-laki itu ternyata juga egois. Padahalkan perjanjiannya mereka kesini hanya menyerahkan kado setelah itu pulang, lalu kenapa Bidi sekarang menyuruh (namakamu) untuk menikmati pesta ini.
Ketika Bidi menarik (namakamu), (namakamu) seolah hanya bisa pasrah. Dia membiarkannya begitu saja saat Bidi membawanya kembali ke tengah-tengah pesta. (Namakamu) pikir, Bidi akan menyeretnya ke kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan penampilam band sekolah, ternyata Bidi membawa (namakamu) ke kerumunan teman-temannya.Dari jauh saja (namakamu) bisa mendengar logat bule berbicara itu menusuk telinganya.
”Gila lo, pacar baru nih.” Seorang laki-laki yang paling tinggi menghampiri Bidi saat jarak mereka sudah tidak begitu jauh. Sekilas dia juga melirik ke arah (namakamu).
Bidi hanya tersenyum lalu memperkenalkan (namakamu) kepada teman-temannya.Kebanyakan sih murid-murid Tunas Bangsa tapi juga ada beberapa Sekolah Pelita dan Garuda. Dan (namakamu) sangat bersyukur karena tidak ada yang mengenalnya. Tetapi yang membuat (namakamu) risih adalah tatapan kurang suka Cassie selalu mengiring setiap gerakkannya. Sepertinya Cassie sedang menilai (namakamu).
”Udah berapa lama lo sama sih...(Namakamu)?”
”Dua minggu.” Jawab Bidi santai.
”Wih, lumayan lama tuh, tapi kok lo baru kenalin ke kita-kita sekarang?” Kali ini pertanyaan itu terlontar dari wajah laki-laki yang sangat asing bagi (namakamu), sepertinya dari sekolah lain.
”Emangnya lo semua musti tau gitu, kalo gue punya pacar baru?” Bidi malah balik tanya dengan nada yang sangat sinis.
”Santai, sob.” Teman Bidi yang lainnya menepuk bahu Bidi sambil tertawa mengejek. Membuat yang lain mau tidak mau juga ikut tertawa.
(Namakamu) benar-benar tak mendengarkan percakapan yang berlangsung selanjutnya. Dia benar-benar sangat jenuh dengan atmosfir yang di buat oleh teman-teman Bidi dengan segala ocehannya. Sebisa mungkin (namakamu) mengindari kontak mata dengan Cassie. Gadis itu selalu menatap ke arahnya, tanpa senyum dan garis wajah yang dingin.
Cassie juga tak banyak ngomong, dia hanya bersuara ketika di tanya. Tak ada yang menyinggung tentang masalah Cassie dan Bidi, mungkin di karenakan hubungan keduanya yang sudah lama kandas. Sekilas (namakamu) memandang ke arah laki-laki yang sedaritadi berdiri di sebelah Cassie, sepertinya itu pacarnya. Menurut pengamatan (namakamu), Bidi masih jauh lebih menawan dari laki-laki di sebelah Cassie, itu sih masih dari fisik tapi (namakamu) tidak tahu dengan sifatnya.
Kejenuhan (namakamu) sampai pada puncaknya.
”Nah! Itu sih Iqbaal!” Seru salah satu murid Tunas Bangsa, membuat yang lainnya menoleh ke arah yang di tunjuk dengan laki-laki itu. (Namakamu) juga ikut menoleh. ”Baal!” Panggilanya dengan suara yang lebih tinggi.
Dari sini (namakamu) bisa melihat Iqbaal yang berhenti melangkah. Laki-laki itu tampak celingak-celinguk mencari sumber suara. Dan berselang lima detik, sepasang matanya tertumbuk dengan wajah-wajah laki-laki di sekitar (namakamu). Saat sudah mengetahui kalau Iqbaal akan datang kesini, (namakamu) segera menundukkan wajahnya.
(Namakamu) mengira-ngira, masalah apalagi yang akan dia dapati setelah ini.
”Dateng juga lo, gue kira lo masih ngurusi sahabat sehidup semati lo itu.” Kata salah seorang teman Bidi. Mendengar itu membuat (namakamu) menengadah ke laki-laki yang baru saja bersuara. (Namakamu) tidak mengenalnya. Tapi kenapa dia bisa tahu tentang sahabat-sahabatIqbaal.
”Iqbaal sering gak gabung sama temen-temen yang lainnya. Dan alesan dia itu selalu sahabat-sahabatnya deh.” Bisik Bidi pelan pada (namakamu).
Iqbaal hanya tersenyum simpul mendengar ledekkan dari laki-laki itu.
”Nah, kayaknya cuma lo nih yang belum tau kalo sih Bidi pacaran sama sih (namakamu).” (Namakamu) tidak tahu siapa yang berbicara yang jelas kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu seakan hanya sebuah candaan bagi mereka.
Bidi tersenyum kaku ke arah Iqbaal sementara (namakamu) hanya tertunduk.
”Yah, kok lo malah diem aja. Kenalan dong.”
”Gak perlu kenalan juga sih Iqbaal udah kenal. Sih (namakamu) kan sahabatnya. Temen sekelasnya. Sering main bareng-bareng.”Sahut Cassie, gadis itu tersenyum penuh arti ke arah (namakamu).
Semua terdiam.
”Gue permisi ke kamar mandi.” Tanpa menunggu persetujuan dari siapapun (namakamu) melangkah pergi. Dan dia sungguh berniat untuk tidak kembali ke kerumunan itu.
(Namakamu) berjalan terlalu tergesah-gesah.Hampir di setiap langkahnya dia menabrak orang-orang. Seharusnya dia tidak mengikuti keinginan Bidi tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi dan (namakamu) menyesalinya. Dia menyesal dan tadi tingkahnya benar-benar seperti orang bodoh.
Bruk!
”(Namakamu)?” Suara itu membuat (namakamu) menghentikan langkahnya. Saat dia menoleh ke pemilik suara, di dapatinya Salsha dan Aldi berdiri di dekatnya. Mereka tampak seperti sepasang kekasih dan itu membuat luka di ruang hati (namakamu) kembali terbuka. Rasanya sakit tanpa (namakamu) sadari.
Belum sempat (namakamu) di kejutkan dengan kehadiran Salsha dan Aldi, seseorang dari belakang menarik tangannya membuat (namakamu) berputar dan membelakangi Salsha dan Aldi.
”Sejak kapan lo pacaran sama Bidi?” Tanya Iqbaal sinis. Bermacam-macam nada (namakamu) dapati dari suara Iqbaal, laki-laki itu terdengar marah, sedih dan yang paling (namakamu) enggani, suara itu terdengar pasrah.
”Lo pacaran sama Bidi?” Salsha membeo kaget. Sementara Aldi yang berdiri di sebelahnya, laki-laki itu menegang tanpa mengucapkan sepatah katapun.
(Namakamu) mengalihkan wajahnya. Gadis itu tampak bingung. Apakah sandiwara ini sudah selesai?
”Gue cuma pura-pura jadi pacarnya Bidi.” Jelas (namakamu) akhirnya setelah selama beberapa detik membisu.
Baik Aldi maupun Iqbaal menghela napas secara bersamaan setelah mendengar jawaban dari (namakamu) membuat Salsha mau tak mau melemparkan pandangan sarkastik kedua laki-laki itu.
”Kok bisa?” Salsha tahu kalau responnya sangat lambat dan dia tidak perduli.
”Ceritanya panjang,” (namakamu) mendengus. ”Gue mau pulang.” Imbuhnya gelisah.
”Kita baru aja nyampe. Lagian acara utamanya belum dimulai.” Kata Salsha yang langsung mendapatkan berbagai jenis tatapan dari (namakamu), Aldi dan Iqbaal. ”Apasih?”
”Sejak kapan lo peduli sama Bella?” Tanya (namakamu) sarkasme, saat matanya melirik ke arah Salsha otomatis (namakamu) juga melihat Aldi. Laki-laki seakan bersikap menghindarinya.
Wajah Salsha berubah masam. Dia tidak menjawab.
”Cek...cek—okey, terima kasih buat temen-temen yang udah hadir di acara ulang tahun gue yang ke-16 ini, kehadiran kalian sangat berarti untuk gue...” Ocehan Bella di mickrophone langsung mengalihkan fokus keempat manusia ini, mereka memandang Bella yang berdiri di atas panggung bersama dengan kekasihnya—Farrel.
”Nah, itu kayaknya acara utamanya.” Kata Salsha, ada kepedihan dari cara Salsha memandang panggung.
”Terus lo mau liat? Gue sih ogah.”
”Gue pergi sama Aldi.” Salsha tersenyum membalas ucapan (namakamu), lalu dia menarik tangan Aldi dan berjalan mendekat ke arah panggung.
Tinggalah (namakamu) dan Iqbaal berdua disini. Tempat keduanya berpijak nyaris tak ada orang, sepenuhnya orang berbondong-bondong berjalan ke arah panggung.
”(Namakamu).”
(Namakamu) seperti membeku saat laki-laki itu melafalkan namanya. Suara itu mampu membuatnya merasakan sesuatu yang teramat sakit dan bahagia sekaligus.
”Gue sayang sama lo, gue gak mau lo kayak gini. Lo udah ngelukai gue, (namakamu).”
Melukai? Lalu selama ini apa yang (namakamu) rasakan saat melihat Iqbaal dan Olivia? Apa yang Iqbaal lakukan kepada (namakamu) padahal laki-laki itu sudah mengetahui perasaan (namakamu) kepadanya? Iqbaal hanya diam tanpa melakukan apapun. Itu lebih dari luka. Sakit yang Iqbaal rasakan tidak seperti apa yang (namakamu) rasakan.
”Gue mau jalani hari-hari kita kayak dulu lagi. Lo sama gue selalu sama-sama.”
Jadi Iqbaal meminta (namakamu) untuk mengulang semuanya? Melupakan semua rasa sakit yang (namakamu) rasakan? Bagaimana kalau (namakkamu) tidak bisa, bagaimana kalau saat mengulang hari-hari seperti biasa itu (namakamu) selalu mengingat luka lamanya?
”Gue minta maaf. Gue salah sama lo, gue bodoh karena udah mengabaikan perasaan lo, dan tanpa gue sadari itu juga yang ngebuat gue semakin gak bisa jauh dari lo,.” Iqbaal tak tahan kalau hanya terus berbicara tanpa mendapatkann respon dari (namakamu), alih-alih, dia menegakan dagu (namakamu) dengan tangannya. Iqbaal menatap (namakamu), dan mendapati bola mata gadis itu dengan segala luka yang tanpa dia sadari telah dia berikan. ”Lo sayang sama gue kan, (namakamu)? Apa rasa sayang lo ke gue gak bisa menutupi kebencian lo sama gue?”
(Namakamu) menggeram tubuhnya bergetar hebat. Tanpa dia pedulikan lagi, air mata yang memang sudah mengalir sejak tadi itu sekarang membasahi pipinya.
”Gue gak benci sama lo, gue gak bisa benci sama lo, tapi apa lo tau ada hal lain yang ngebuat gue ngejauh dari lo—kecewa—gue kecewa sama lo, hal baik apapun yang lo lakuian ke gue bakalan terasa buruk ketika masih adanya rasa kecewa yang gue rasain.” Kepala (namakamu) menunduk dengan sendirinya, bahunya lemas, sekujur tubuhnya serasa tak bertulang, tak mampu menompang dirinya. Kenapa rasa sakit ini selalu bisa menguasai dirinya.
Iqbaal tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia tidak tahu bagaimana meluluhkan atau menyembuhkan luka di hati (namakamu). Jika dia tidak mampu melakukan di antara kedua pilihan itu maka Iqbaal masih bia melakukan yang lain. Iqbaal menarik bahu (namakamu) begitu lembut dan menjatuhkan gadis itu ke dalam pelukannya. Di saat seperti ini, hanya inilah yang bisa Iqbaal lakukan kalau segala sesuatu yang dia lakukan selalu salah. Membuat (namakamu) tenang dan nyaman.
”Saat gue jatuh cinta sama Olivia, dan ngeliat lo pergi, gue pikir gue salah jatuh cinta, tapi gue sadar kalau cinta itu gak pernah salah. Dan cinta memang gak pernah salah tapi cinta pernah dateng terlambat. Gue terlambat mencintai lo.” Ucap Iqbaal di telinga (namakamu) begitu tulus. Dan (namakamu) bisa merasakannya.
Sesegukan (namakamu) semakin terdengar tapi Iqbaal memeluk erat (namakamu) membiarkan tangisan (namakamu) teredam di dadanya. (Namakamu) menangis karenanya dan (namakamu) harus tertawa juga karenanya.
Satu menit lamanya (namakamu) berada dalam dekapan Iqbaal. Menumpahkan segala kesakitan yang selama ini dia rasakan. Dan tiba dimana Iqbaal merenggangkan pelukannya, dia menengadahkan wajah (namakamu) dan menatap wajah gadis itu penuh kesalahan.
”Udah dong, (namakamu), nangisnya, lo ngebuat gue serba salah tau gak.” Selesai mengatakan itu malah membuat (namakamu) semakin menangis menjadi-jadi. ”Jangan nangis plis, kalo nangis gue cium nih.” Senyuman nakal terukir menyebalkan di wajah Iqbaal, detik berikutnya (namakamu) segera terdiam.
Wajah Iqbaal mendadak berubah masam tapi saat bekata dia tersenyum bahagia. ”Gue seneng deh, kalo lo bisa becanda sama gue lagi.” Iqbaal tersenyum senang melihat (namakamu) yang sudah mulai terlihat biasa saja kepadanya.
*
”Gue tau sekarang alesan lo gak mau dateng ke pesta ini,” Aldi memandang penuh kesalahan ke arah Salsha. Gadis itu dengan tatapan kosong memandang panggung. ”Karena Farrel kan?” Dan sepertinya pertanyaan Aldi tak perlu mendapatkan jawaban karena detik itu juga setets air mata meluncur dari pelupuk mata Salsha.
”...nah, kalian semua udah tau kan kalau gue sama Farrel itu udah jadian, jadi gue mau salah satu dari kalian fotoin gue sama Farrel.” Suara Bella terdengar di mikrophone. Gadis itu tampak celingak-celinguk melihat para undangan yang hadir dan tanpa perlu memakan waktu lama baginya untuk menemukan sosok Salsha. ”Gue mau ketua cheers kebanggan sekolah yang ngambil foto gue sama Farrel.” Pinta keras-keras.
Suara riuh dan berbagai seruan terdengar heboh di kerumunan ini. Bagaimana tidak, siapapun pasti tahu kan kalau Salsha dan Farrel sempat berpacaran.
Ketika Salsha ingin melangkah lebih dekat pada panggung sosok sepasang kekasih itu tampak turun dari panggung. Dan mereka berjalan ke arah Salsha dengan diringi seruan yang semakin gila. Salsha diam dan hanya bisa pasrah, buru-buru dia menyeka air matanya hingga tidak menimbulka bekas.
”Nih, tolong ya.” Bella menyerahkan sebuah kamera kepada Salsha, yang langsung di sambar dengan sangat tidak bersahabat oleh Salsha.
Bella merapatkan badanya lebih dekat pada Farrel, tak lupa seulas senyuman yang amat menjijikan—bagiSalsha—dia lontarkan. Tangan mereka saling menggamit, seakan seperti sepasang suami istri.
Klik.
Suara klik dari kamera dan blitz lampu yang menyala menandakan foto pertama Salsha dapati. Salsha sebenarnya sudah tidak tahan, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia masih menyayangi Farrel.
”Sekali lagi dong.”
Salsha tak menanggapi, dia segera memfokuskan kamera dengan objek di depannya. Tapi siapapun di buat tercengang oleh aksi Bella yang mencium Farrel tepat saat suara klik terdengar.
Bahu Salsha lemas. Dia seperti manusia yang tak berguna dan benar-benar bodoh. Mau-maunya dia melakukan hal tolol seperti ini.
”Salsha ngapain sih, Al?” Suara itu tampak tak asing di telinga Aldi. Saat dia menoleh ke sebelahnya, didapatinya Kiki dan Olivia. Sejak kapan mereka datang dan kenapa mereka datang? Itu tidak perlu di jawab.
”Al, samperin Salsha, gue tau kalo Salsha pasti terasa tersakiti banget.” Kata Olivia.
Tanpa banyak tingkah, Aldi langsung melenggangkan kakinya ke arah Salsha dan menyambar tangan Salsha. Mereka berdua segera menembus kerumunan di iringi dengann suara seruan yang kurang senonoh. Aldi tidak peduli, yang dia pedulikan sekarang adalah kondisi Salsha yang saat ini pastilah sangat tidak baik-baik saja.
”Al, berhenti.” Kata Salsha dengan suara gemetar. Aldi menghentikan langkahnya dan dia sangat gemetarbegitu melihat mata merah Salsha dan wajah Salsha yang sudah di basahi oleh air mata.
”Kenapa lo lakuin itu sih, Sha!” Bentak Aldi kesal dengan tingkah bodoh Salsha. ”Lo tau kan kalo itu sakit tapi kenapa lo ngelakuin itu.” Aldi terlihat benar-benart marah dengan tingkah Salsha, sebenarnya apa yang ada dalam pikiran gadis ini?
Salsha tersedak dan kembali menangis. Melihat itu, Aldi malah merasa bersalah. Salsha disini karenanya kalau dia tidak memaksa Salsha pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Aldi diam dalam beberapa saat, entah kenapa dia merasakan perih yang tak wajar saat melihat Salsha menangis, ada rasa ingin melindungi atau sekedar mengobati saat melihat Salsha menangis.
”Karena gue masih sayang dan cinta sama Farrel, Al.” Tangisan Salsha semakin menjadi-jadi, dan itu membuat Aldi tidak tega. Aldi terlalu tidak biasa dengan sikap cengeng Salsha seperti ini.
”Lo gak sayang dan cinta sama Farrel, Sha! Lo cuma kesel karena Bella-lah yang ngrerebut Farrel dari lo!” Sergah Aldi tajam.
Salsha terdiam. Ucapan Aldi seperti sebilah bambu yang menusuk kepalanya berkali-kali. Perlahan dan pasti ucapan Aldi mengalir di kepalanya dan mulai dicerna dengan benar. Apakah benar yang dikatakan Aldi kalau Salsha hanya kesal karena Farrel di rebut oleh Bella, musuhnya. Salsha menggeleng dengan maksud tidak membenarkan ucapan Aldi, tapi lama-kelamaan Salsha malah terlihat seperti orang linglung, gadis itu mendadak sangat kacau.
Menarik bahu Salsha, Aldi membawa gadis itu ke dalam pelukkannya.
”Lo jangan kayak gini, Sha, gue sedih ngeliat lo nangis kayak gini.” Ucap Aldi penuh ketulusan sambil membelai lembut puncak kepala Salsha.
Tangisan Salsha semakin terdengar parau. Adli semakin tidak tega di tambah lagi dengan kehadiran orang-orang yang sepertinya sudah bubar dari kerumunan. Merenggangkan pelukannya, Aldi membawa Salsha ke halaman depan rumah Bella.
*
Mereka jalan dalam diam. Di bawah langit hitam yang dipenuhi dengan ribuan bintang di atas sana. Tak ada yang bersuara semenjak langkah mereka keluar dari pelataran rumah Bella. Isi kepala mereka terlalu di sibukan dengan kejadian hari ini dan kemarin.
Kiki yang berjalan paling depan tiba-tiba saja menghentikan langkahnya membuat kelima temannya secara mendadak juga ikut menghentikan langkah.
”Gue udah lama gak ke danau, dan kayaknya kita juga udah lama gak kesana. Gimana kalau malem ini kita pergi kesana?” Kiki memberikan usul sembari melemparkan pandangan ke teman-temannya.Tak ada yang menjawab tapi semuanya mengangguk.
Sebenarnya Kiki sudah tidak tahan lagi dengan atmosfir seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, menasehati mereka satu persatu? Kiki tidak yakin kalau dirinya bisa mengembalikan persahabatan ini kalau bukan dari diri mereka masing-masing. Terlebih keadaan seperti ini terjadi karena adanya 'cinta' yang terselip di antara persahabatan.
Jalanan begitu sepi dan sesekali hanya ada kendaraan yang melintas. Perjalanan menuju danau memang tidak terlalu jauh tapi kenapa rasanya suasana seperti ini membuat mereka terlalu lamu untuk tiba di tempat itu. Pencahayaan di jalanpun mulai samar-samar saat mereka hampir tiba.
Yang terdengar sesekali suara sesegukan dari Salsha. Gadis itu tak henti-hentinya menangis meskipun dia sadari kalau air mata sudah enggan untuk keluar. Salsha berjalan beriringan dengan Aldi, dengan tangannya yang berada dalam genggaman Aldi.
Kiki masih yang menjadi yang paling terdepan, di belakangnya Olivia mengekori tanpa banyak bicara.
Sementara (namakamu) dan Iqbaal, kedua manusia itu berjalan yang paling lama. (Namakamu) hanya diam saja dan berjalan tanpa bicara seperti yang lainnya, sedangkan Iqbaal, laki-laki menyelipkan jari-jarinya di jemari (namakamu), Iqbaal menggenggam tangan (namakamu) dengan sikap seakan tidak ingin kehilangan.
”Al,” suara Salsha hanya seperti gumaman sangau, dia berbicara terlalu pelan hanya kepada Aldi. Tapi di karenakan suasana yang terlalu hampa membuat siapapun yang ada disini mampu mendengarnya.
Aldi menghentikan langkah dan menoleh ke arah Salsha. ”Hm?”
”Gue capek.” Keluh Salsha sambil menghentakan kakinya ke tanah secara berkali-kali membuat Aldi mengerang gemas.
Tanpa bertanya kepada Salsha, Aldi sudah tahu apa yang di inginkan gadis ini. Sesudah menghela napas, Aldi berjongkok dengan punggung yang menghadap Salsha. Tak memerlukan waktu yang lama bagi Aldi untuk merasakan kalungan tangan Salsha di lehernya.
”Lo berat banget.” Komentar Aldi pada langkah kelimanya.
”Resek lo ah.” Niatnya Salsha ingin membentak tapi suaranya malah terdengar seperti orang yang meminta tolong.
Aldi terkekeh pelan, dia mengabaikan Salsha yang memukulnya. Aldi lebih memilih melanjutkan perjalanannya.
Melihat itu, (namakamu) hanya bisa diam sambil menahan perih yang entah sejak kapan menjalar di benaknya. Merasakan hal itu membuat (namakamu) bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah dia mulai mencintai Aldi? (Namakamu) tak mendapatkan jawabannya, dia meremas jemari Iqbaal kuat-kuat membuat yang empunya menoleh ke arah (namakamu).
”Lo mau gue gendong juga?” Tanya Iqbaal sangat pelan.
(Namakamu) menggeleng.
Cup!
Tiba-tiba (namakamu) merasakan kalau bibir Iqbaal menempel di pipinya dengan waktu yang lumayan lama. Saat Iqbaal menjauhkan wajahnya dari (namakamu), (namakamu) menoleh ke arah Iqbaal dengan mata yang mendelik.
”Gue kangen sama lo,” Kata Iqbaal terkekeh. Lalu ia merangkul (namakamu).
(Namakamu) menggeram, dia benci dengan dirinya yang seperti ini yang selalu hanya diam saja kalau di perlakukan sesuka hati oleh Iqbaal. Tapi di balik itu semua, perasaan (namakamu) yang paling dalam mengatakan kalau dia nyaman dengan keadaan seperti ini. Dimana dia dan Iqbaal akan melalui hari bersama-sama. Mungkin.
Alih-alih (namakamu) mempercepat langkahnya agar tidak ada lagi hal tolol yang akan terlintas di pikiran Iqbaal. Tetapi Iqbaal bukanlah orang yang pantang menyerah dengan berbagai ide gilanya, Iqbaal berusaha menyamkan langkahnya dengan (namakamu) lalu saat merasakan sudah kembali beriringan, Iqbaal mencondongkan wajahnya ke arah (namakamu).
”Lovyu.” Iqbaal cengengesan saat mengucapkan kata itu.
(Namakamu) mengabaikannya,dia tetap berjalan dengan hati yang berbunga-bunga kalau saja suasana di antara mereka tidak sedingin ini, mungkin (namakamu) akan tertawa mendengar perkataan Iqbaal itu.
*
”Gue udah gak betah sama keadaan persahabatan kita yang kayak gini. Gue juga tau pasti lo pada juga ngerasain hal yang sama kayak gue.”
Begitu mereka semua memasuki area danau, Kiki yang selaku berdiri paling depan tiba-tiba saja memutar badannya dan berteriak, dia tampak seperti seseorang yang sudah memendam perasanan kesal sejak lama.
Semua terdiam, mereka menatap Kiki dengan pandangan bersalah. Mereka tahu kalau hanya Kiki yang tak berusaha menghancurkan persahabatan ini dengan segala kelakuannya, dia bertingkah sebagaimana bisa untuk mempertahankan persahabatan ini.
”Apa lo semua bakalan kayak gini terus? Mana kita yang dulu, yang selalu pergi-pulang bareng ke sekolah, mana kita yang dulu yang selalu ngumpul bareng-bareng, mana kita yang dulu yang selalu ngelakuin hal apapun bareng-bareng, mana kita yang dulu yang selalu berbagi suka maupun duka kesesama,” Kiki menjeda kalimatnya, laki-laki itu terngah-engah dengan napas yang memburu menatap satu persatu temannya. ”Gue gak ngerasain hal itu sekarang, kita yang sekarang selalu ngelakuin sendiri-sendiri, gak ada kekompakkan lagi, semuanya merasa kalau "lo, lo, gue, gue'”
Masih tak ada yang bersuara, semuanya terdiam seolah berbagai peristiwa beberapa mingggu terakhir ini terputar di kepala mereka.
”Okey, gue gak bisa salahin kalau cinta yang udah ngebuat kita kayak gini. Gue gak bisa nyalahin cinta karena cinta dateng tanpa kita tahu dan singgah pada siapa. Yang gue salahi itu kenapa kalian begitu di butakan sama cinta, seakan cinta yang nuntun diri lo semua, seakan cinta itu yang mengendalikan kalian!
”Gue gak ada maksud untuk ngatur-ngatur hidup kalian, gue juga gak ngelarang kalau kalian jatuh cinta sama siapa. Niat gue cuma mau mempertahankan persahabatan ini.”
Beberapa detik tak terdengar lagi suara Kiki, tapi berselang itu semua, suara tangisan kini terdengar. Bukan dari Salsha melainkan dari Olivia, gadis yang berdiri paling dekat dengan Kiki.
”Gue juga gak mau kalau persahabatan ini hancur gitu aja, Ki, tapi apa lo tau gimana sakitnya gue saat denger dari mulut Iqbaal sendiri kalau dia mau putusin gue demi cewek lain...cewek lain, Ki, yang statusnya adalah sahabat gue sendiri, (namakamu),” Kata-kata yang mengalir dari mulut Olivia di irngi dengan suara tangisan yang begitu terdengar memilukan, Olivia membekap mulutnya sendiri menahan tangisannya.
”Gue ngerasa kalau gue kayak cewek yang di buang gitu aja, gue sih gak terlalu mempermasalahkan kalau Iqbaal minta putus sama gue, tapi kalau alesannya karena cewek lain dan nyesel pacaran sama gue, gue gak bisa nerima alesan itu. Gue udah kayak cewek apaan, yang main di tinggal pergi gitu aja.”
Suasana hampa kembali terasa saat suara Olivia lenyap di telan keheningan. Semuanya terdiam, bukan karena mereka tidak tahu harus berbuat apa, tapi karena tiba-tiba saja Iqbaal berjalan menghampiri Olivia.
”Dengerin gue, Liv,” Iqbaal menyeka air mata di pipi Olivia. ”Gue memang sayang dan cinta sama lo, dan lo juga perlu tau kalau gue gak pernah sedikitpun berpikiran nyesel karena pernah cinta dan sayang sama lo, gue tulus,” Iqbaal menghentikan kalimatnya, saat dia merasakan kalau tangisan Olivia semakin terdengar parau, Iqbaal mendekatkan dirinya lebih dekat pada Olivia dan memeluk gadis itu. ”Gue memang sayang dan cinta sama lo, tapi apa lo tau kalau cinta itu akan berpindah-pindah tanpa kita sadari dan ada seseorang yang tanpa gue sadari udah dari jauh-jauh waktu memperjuangkan cintanya buat gue.
Awalnya gue gak menyadari sampe akhirnya cewek itu pergi dari kehidupan gue dengan keadaan hati yang hancur, dan tanpa gue sadari kepergiannya membuat gue merasakan kehilangan. Sampai waktu yang menjawab kalau gue ternyata sangat mencintai dia. Dia yang selalu sama gue, begitu dekat, tanpa gue sadari memiliki semua kebahagiaan yang gue butuhkan.”
”Gue sayang sama (namakamu), Liv.”
Tak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara tangisan Olivia disini, gadis itu tampak begitu terkejut dengan segala ungkapan yang Iqbaal katakan kepadanya. Akan tetapi di balik itu semua, Olivia benar-benar bisa merasakan bagaimana keadaaan (namakamu) pada waktu itu, gadis itu tampak terlihat biasa-biasa saja dengan segala luka di balik itu semua. Olivia mengerti, meskipun dia jatuh cinta kepada Iqbaal terlalu singkat, Olivia rasa dia dapat mengalah karena dirinya masih menebarkann benih-benih cinta pada Iqbaal belum tumbuh seperti pohon yang kokoh seperti yang (namakamu) lakukan.
Tanpa (namakamu) sadari, air matanya sudah membasahi seluruh permukaan pipinya. Dia tidak tahu kenapa dia menangis, tapi yang jelas, dari hari (namakamu) yang paling dalam dia sangat menginnginkan persahabatan ini kembali seperti semula.
”Gue minta maaf.”
(Namakamu) di kagetkan dengan suara yang begitu kentara di telinganya, dan suarta ini membuat tangisan malah terdengar. Saat dia menengadah, di dapatinya Aldi berdiri tepat di hadapannya.
”Gue mintaa maaf sama lo karena udah ngebuat jarak di antara kita. Gue akui kalau waktu itu gue emang marah sama lo, gue cemburu karena lo masih mengharapkan Iqbaal tapi setelah gue sadari ternyata gue juga salah, gue gak bisa maksainn lo buat cinta sama gue, karena gue tau cinta itu hadir karena ketulusan bukan sebuah paksaan. Lo bebas mencintai siapapun walaupun lo tau gue sayang sama lo.”
(Namakamu) tidak tahan kalau hanya diam saja dan menangggung beban air mata ini hany sendirian. Gadis itu melangkah ke arah Aldi dan menjatuhkan tubuhnya ke dalam dekapan Aldi.
”Gue yang salah sama lo, Al, gak seharusnya gue melampiaskan kekesalan gue sama lo. Makasih, Al, karena lo udah mau hadir kekehidupan gue untuk jadia sebuah pohon tempat gue bersandar...” Suara (namakamu) teredam di dada Aldi. (Namakamu) terlalu lama berdiaman dengan Aldi, dan itu membuat (namakamu) rindu dengan sosok Aldi, (namakamu) memeluk Aldi sangat erat nyaris tak ingin melepaskannya.
Kiki menghela napas, dan menyeka air mata bodohnya yang entah sejak kapan keluar dari matanya. Dia tidak ingin terlihat cengeng di hadapan teman-temannya,Kiki hanya terharu dengan persahabatan ini. Dari sini, Kiki bisa melihat Salsha berjalan ke arahnya, gadis itu, gadis yang dia cintai tapi Kiki berusaha sekuat mungkin untuk mengubur perasaan itu.
”Menurut lo apa yang lebih hebat dari yang namanya merelakan orang yang kita sayangi sama orang lain?”
”Mengalah karena cinta untuk persahabatan.” Tandas Kiki lalu merangkul pundak Salsha.
...
Kamu menyadari kamu telah jatuh cinta ketika hal yg tersulit kamu lakukan adalah mengucapkan 'sampai jumpa lagi' - Reason.
Sekuat apapun cinta akan patah karena adanya kekecewaan. Sehebat apapun persahabatan akan hancur kalau tidak melengkapi satu sama lain, seperti tumpukkan puzzle yang bingung menyesuaikan tempatnya. - Reason.
Cinta sejati rela berkorban untuk kebahagiaan pujaan hatinya, namun ia akan tetap tersenyum untuknya meski hatinya hancur berkeping-keping.
Persahabatan. - Reason.
REASON: Cinta Tidak Pernah Lelah Menunggu.
TAMAT!
Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan!!
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C
No comments:
Post a Comment