Friday, February 27, 2015

Cerbung Soul - Part 1

`Soul`

Part 1

Muhammad Aryanda.

OoO

Prolog

[DailyNews]—Tampaknya tiga agensi hiburan. terbesar di Indonesia (Stars Group, I-Generation dan Evaluation Entertainment) akan saling bersaing sengit untuk generasi girlband baru mereka.
SG yang sudah berada diposisi depan dalam persaingan ini karena boygrup mereka, yang debut dua tahun lalu sangat hit yaitu CJR, akan mendebutkan sebuah girlband baru. Dan beberapa waktu belakangan ini telah mengisyaratkan bahwa CJR akan membuat comeback mereka lagi pada bulan November ini. Tampaknya untuk mengejar ketinggalan dengan kesuksesan dan pupolaritas yang luar biasa dari CJR. I-G dan EVL juga telah memutuskan untuk memulai langkah mereka untuk mendebutkan kelompok baru mereka sendiri.
EVL akan mempersiapkan debut girlband baru mereka 'GIRLS', yang telah menjadi sangat populer dan terkenal karena partisipasi mereka dalam program 'Stars Meet' sebagai Tim A . Mereka akan membuat debut resmi mereka pada bulan November mendatang.
Sementara itu, I-G juga sedang mempersiapkan untuk memulai debut girlsband baru mereka yang terdiri dari 5-anggota pada bulan yang sama dengan dua perusahaan saingannya dengan nama 'SOULSTAR'. Para anggota juga sudah muncul pada September di 'Stars Meet' dan berkompetisi melawan trainee EVL. Mereka juga dari berbagai negara, seperti Amerika, China, dan Hong Kong, karena mereka dipilih melalui audisi global. Sementara ini mereka telah bekerja pada musik baru mereka untuk beberapa waktu sekarang.
Tidak diragukan lagi, kelompok-kelompok ini dan CJR yang sudah ada akan menjadi generasi baru yang bersaing ketat!
*
Dua tahun yang lalu...
Salsha berjalan ogah-ogahan, langkahnya yang lambat terkesan di seret-seret membuat suara tak nyaman mengisi telinganya. Tapi dia sungguh tidak peduli dengan itu. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah bayangan gadis itu...
Malam hampir larut, seharusnya dia sudah tiba di rumahnya jam tujuh tadi, seperti biasanya. Mungkin seharusnya juga sekarang Salsha sudah berada di atas tempat tidur, berbaring sambil membayangkan dirinya berdiri di atas panggung dengan ratusan penonton yang menyaksikan dirinya. Tapi entah mengapa, bayangan yang semula selalu terdengar menyenangkan mendadak berubah hampa, seakan kalau semua itu tidak akan bisa dia dapatkan.
Salsha tak tahu, haruskah dia menyalahkan gadis itu?
Atau menyalahkan hubungan yang tak terlalu harmonis dengan gadis itu?
Mimpi itu seolah semakin menjauh. Salsha tidak suka, dia tidak suka dengan keberadaan gadis itu.
Haruskah Salsha melupakan keberadaan gadis itu dan berpura-pura kalau di sepanjang hari dia tidak melihat gadis itu? Mustahil. Mulai besok, mereka akan berada dalam satu ruangan untuk pelatihan; menyanyi dan menari, dan lain sebagainya.
*
Ruangan yang di tata sebaik mungkin dari beberapa ruangan-ruanganlainnya membuat beberapa orang yakin kalau ruangan inilah ruangan sih pemilik perusahaan kecil ini. Ruangan yang tak terlalu besar namun begitu rapi itu terdapat bermacam-macam figure alat musik, poster-poster penyanyi terkenal seperti Kurt Cobain, Chris Brown, Bryan Adam, Mariah Carey di dindingnya.
Namun saat ini, ruangan itu begitu sunyi dan hampa dengan tujuh orang yang berada dalam ruangan itu.
”Saya kecewa sama kamu,” Kata seorang pria yang berusia sekitar 35 tahunan. Manik matanya menatap seorang gadis berumur 14 tahun yang terus menunduk seusai mengatakan kalau gadis itu ingin keluar dari agency miliknya. ”Apa kamu udah pikir matang-matang soal keputusan kamu?”
Lima detik berlalu, baru gadis itu menjawab. ”Udah, saya udah pikirkan keputusan saya sejak tadi malam. Dan saya rasa keputusan saya sudah tepat.”
”Dengan alasan sepele seperti itu?” Sahut pria itu. Dia beranjak dari kursi kerjanya dan berjalan menghampiri gadis penuh bakat itu.
Gadis itu menengadah. ”Ini gak sesepele seperti apa yang Pak Ed kira,” gadis itu berusaha menatap mata hitam penuh kewibawaan nan cerdas itu, namun gagal, dia kembali menunduk. ”Saya udah terlalu lama disini, waktu tiga tahun itu bukan waktu yang singkat.”
Bola mata Ed memandang lebih lama ke arah gadis di hadapannya. ”Salsha,” katanya dengan napas memburu. Dia tidak percaya. Dan sungguh sulit untuk percaya kalau waktu ini benar-benar nyata.
Dia pikir ketika tiga tahun yang lalu, saat Salsha mengikuti audisi di perusahaan kecilnya ini. Dia seperti menemukan permata yang begitu bersinar. Semangat dan kerja keras gadis itu membuatnya kagum, belum lagi kemampuan Vokalnya yang luar biasa membuatnya terkagum-kagum.
”Kamu keluar karena kita terlalu lama debut?” Tanyanya, dan Salsha tidak menjawab, tapi itulah alasan yang di berikan oleh Salsha tadi. ”Saya gak kenal Salsha yang seperti ini, kenapa kamu tiba-tiba memikirkan hal yang semacam ini? Dulu kamu tidak pernah mempermasalahkan ini. Dan tiba-tiba..”
”Maaf, Pak, tapi ini udah terlalu lama, saya ngerasa kalau waktu saya disini hanya terbuang sia-sia. Saya merasa kalau diluar sana masih banyak aktivitas yang belum saya lakukan. Saya nyaris ngga punya waktu luang bersama Mama dan Papa saya.” Penjelasan panjang itu berakhir dan detik selanjutnya Salsha mengatakan. ”Permisi.” Lalu berjalan pergi meninggalkan Pak Ed dan teman-temannya.
Lima gadis yang tersisa di ruangan itu hanya bisa memandang kepergian Salsha dengan tak percaya. Siapa saja tahu kalau Salsha adalah anak didik kesayangan Pak Ed, dan sekarang Salsha malah memperlakukan Pak Ed seperti ini. Kelima gadis itu lalu memandang Pak Ed. Pria itu tampak kaget dan sangat terpukul tapi beberapa detik kemudian dia memandang kelima anak didiknya, dan tersenyum, bola matanya bergeser pada gadis berkebangsaan Korea-Indonesia. Yang dia temui kemarin di sebuah Festival menyanyi.
”Mulai sekarang kamu bertindak sebagai Leader di grup ini. Lakukan yang terbaik.” Katanya sambil berjalan lalu menepuk pundak gadis itu.
Pak Ed keluar dari ruangan. Dan empat gadis lainnya menatap tak percaya ke arah gadis itu...
”(Namakamu)?”
”Gue masih kaget sama keluarnya Salsha, dan sekarang..”
”Gue yakin seyakin-yakinnya kalau gue lagi mimpi. Lo anak kemarin sore.”
”Pak Ed gak pernah ragu sama pilihannya, dan gue yakin apa yang dia lakukan adalah yang terbaik. Fighting!”

Bersambung..

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Cerbung Reason - Part 20

Part 20

Muhammad Aryanda.

O-o-o-o-O

Iqbaal mendadak seperti di bakar hidup-hidup. (Namakamu) pergi bersama seorang laki-laki lain? Iqbaal terlalu kaget mendengar kabar ini karena sungguh, (namakamu) belum pernah pergi bersama laki-laki manapun selain dengan dirinya, Aldi, atau Kiki. Hatinya seperti terbakar, lagi-lagi karena paparan Bi Sum yang dia dengar beberapa menit yang lalu.
Saat teringat dengan kata 'pesta' Iqbaal langsung teringat dengan sosok Bella yang siang tadi mengundangnya ke pesta itu melalui sebuah pesan singkat yang di terimanya, dan itu membuat Iqbaal berpikir sejenak, darimana gadis itu mendapatkan nomor ponselnya. Iqbaal tidak perlu memikirkan hal itu. Apa (namakamu) dan cowok itu pergi ke pesta Bella?
Iqbaal menggeram, dia menyalakan motornya dengan tidak sabaran dan menarik gas kuat-kuat. Saat dia melepas kopling, suara raungan mesin motornya terdera di sepanjang jalan belum lagi suara ban motornya yang menjerit semakin memperlihatkan betapa kesalnya dia tentang kabar yang dia dengar barusan.
Niatnya datang kerumah (namakamu) hanyalah ingin memperbaiki hubungan di antara keduanya. Iqbaal tidak tahan kalau (namakamu) terus-terusan seperti ini kepadanya, Iqbaal sadar kalau situasi ini terus berjalan dia akan gila.
*
[Line]
Kikkiyut: Liv.......
OliviaSix: ho?
Kikikiyut: lo ada acara gak malem ini?
OliviaSix: aniyo.
Kikikiyut: ????
OliviaSix: gk ada
Kikikiyut: mau nemeni gw ga?
OliviaSix: kmn?
Kikikiyut: ad deh.
OliviaSix: lo sndiri kn tau kalo gw gabsa klwr malem.
Kikikiyut: yahhh, gitu bgt sih sm gw
Enam menit berlalu begitu saja, Kiki menatap sendu layar ponselnya sambil berharap Olivia akan menerima ajakkannya. Kan gak lucu kalau Kiki datang ke pesta Bella seorang diri. Kiki sudah datang ke kosan Iqbaal, Rumah Aldi, Salsha, (namakamu) tapi keempat temannya itu tidak ada di singgahan mereka. Padahal Kiki ingin mengajak salah satu dari mereka.
Drrt! Drrt!
OliviaSix: ydh deh, gue ikut sama lo.
Balasan dari Olivia itu membuat Kiki terkesiap dari lamunan yang baru saja ingin hinggap di pikirannya. Kiki senang bukan kepalang saat ini, buru-buru dia mengetik balasan untuk Olivia.
Kikiyut: Oke! Lu siap-siap trs, gw prjalnan krmah lo nih.
Meletakan ponselnya ke dalam saku celananya, Kiki meraih kunci motor yang terjatuh di lantai kamarnya—Kiki terlalu bete jadi dia menghepaskan kuncinya ke sembarang tempat—dan berjalan keluar kamarnya begitu tergesah-gesah.Kiki mengucapakn salam yang sama sekali belum pernah dia lakukan, laki-laki itu berteriak dengan sekenaknya pada Mamanya yang dia temukan di bawah kaki tangga.
*
(Namakamu) merasa risih dengan berbagai jenis tatapan yang dia dapatkan saat dirinya memasuki area pesta.
Pesta yang di selenggarakan di halaman belakang rumah Bella itu bernuasana serba pink, balon serta pita berwarna pink terpasang di setiap sudut, begitupun juga dengan meja dan kursi yang di balut dengan sedemikian rupa indahnya dengan pita pink. Belum lagi pencahayaan halaman belakang menggunakan lampu-lampu kecil bercahaya pink itu membuat tempat ini sungguh seperti worldpink. Mungkin itu konsep yang di ambil Bella, hanya ada dua bola lampu normal tepat di atas kue ulang tahun dan di panggung. Panggung itu terletak di seberang kolam dan meja kue ulang tahun. Mungkin Bella sudah membicarakan jauh-jauh hari agak band sekolah bisa tampil di acara ulang tahunnya.
”Tenang, (namakamu), lo jangan gelisah begitu.” Bidi yang sedari tadi berjalan beriringan dengan (namakamu) menyadari adanya kegelisahan di setiap gerakkan (namakamu).
”Gimana gue gak risih, lo gak liat apa, hampir semua orang ngelitin gue.” Itu yang (namakamu) rasakan tapi tidak tahu apakah Bidi merasakan hal yang sama.
”Kita,” Bidi melarat ucapan (namakamu) sambil melontarkan senyuman termanisnya. ”Santai aja, oke? Yang perlu kita lakuin sekarang itu jalan ke tempat Bella terus ngasih kado ini. Nah, di sebelah Bella itu kan ada Cassie, lo jangan kaku banget. Ngerti? Lo kan pacar gue.” Dengan sekenaknya Bidi menepuk-nepuk kepala (namakamu), yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari (namakamu).
(Namakamu) menghela napas. Ketika dia ingin berbicara, Bidi buru-buru menggamit tangannya. Jari-jari tangan Bidi terselip disetiap jari (namakamu) membuat gadis itu tersentak. Bidi melangkah ke arah Bella dengan percaya dirinya.
”Eh, (namakamu),” begitu respon Bella seakan dia baru saja mendapatkan hadiah yang istimewa. Tapi siapapun akan tahu kalau reaksi gadis itu terkesan di buat-buat. ”Sendirian?”
(Namakamu) tak mengindahkan tatapan Bella yang sok manis kepadanya. ”Kok sendirian sih, Bell, gue kan kesini sama pacar gue,” Jelas (namakamu) tajam, dan perkataan (namakamu) itu secara samar-samar membuat gadis yang ada di sebelah Bella menegang dalam dua detik. (Namakamu) bisa melihatnya. ”Happy Birthday.” Tambahnya singkat.
Sedikit mencondongkan badannya, Bidi mengucapkan kalimat yang sama sembari menyodorkan sebuah kado kepada Bella.
”Thanks. Eh tapi kok gue baru tau ya kalian jadian.” Sebelah alis Bella terangkat, pertanyaan membuat (namakamu) merasa kalau dia sedang di introgasi.
”Lo kan tau, Bell, gue orangnya gak suka pamer kalo dapet laki baru. Dan kalo lo mau tau, hubungan gue sama Bidi baru dua minggu kok,” senyum yang tersungging di wajah (namakamu) itu membuat Bidi puas di tambah dengan akting gadis ini yang menjamin. ”Oia, gimana tuh hubungan lo sama pacar curian lo?” Entah kenapa kalimat yang keluar dari mulut (namakamu) ini terkesan sangat menyakitkan bagi siapapun yang mendengarnya.
Bella mengalihkan wajahnya sejenak sebelum akhirnya dia bersuara. ”Eh, kayaknya lo ngebuat antrian deh.” Bella menatap ke belakang punggung (namakamu) dan benar saja disana ada sekitar lima orang yang menungggu di belakang (namakamu).
”Sori, deh. Gue duluan ya,” (namakamu) pamit sembari menarik tangan Bidi, laki-laki itu hanya diam saja namun dari ekspresi wajahnya dia tampak puas.
Menghela napas pendek, Bella menatap tajam ke arah punggung (namakamu) yang kian menjauh. Bella merepet tak jelas dengan suara yang sangat kecil. Dia benar-benar menyesal mengundang gadis itu, dan sekarang beberapa masang mata memandang ke arahnya dengan sikap ingin tahu. Mungkin mereka penasaran dengan kata 'pacar curian' yang terselip di kalimat (namakamu).
*
”(Namakamu), lo ngapain narik gue kemari?” Bidi melepaskan genggaman (namakamu) di tangannya, lalu memandangi (namakamu) dengan bingung.
”Ya pulang lah! Kan udah selesai gue aktingnya.”
Bidi mendengus. ”Tapi kan kita baru nyampe.”
”Terus maksud lo itu kita harus disini sampe acara selesai, gitu?”
”Engga gitu. Tapi kan kita baru nyampe dan lo pasti haus kan? Capekkan? Nah, mending kita duduk sebentar. Lagian juga kita belum liat reaksi Cassie.”
(Namakamu) tak habis pikir dengan Bidi, selain tolol, laki-laki itu ternyata juga egois. Padahalkan perjanjiannya mereka kesini hanya menyerahkan kado setelah itu pulang, lalu kenapa Bidi sekarang menyuruh (namakamu) untuk menikmati pesta ini.
Ketika Bidi menarik (namakamu), (namakamu) seolah hanya bisa pasrah. Dia membiarkannya begitu saja saat Bidi membawanya kembali ke tengah-tengah pesta. (Namakamu) pikir, Bidi akan menyeretnya ke kerumunan orang-orang yang sedang menyaksikan penampilam band sekolah, ternyata Bidi membawa (namakamu) ke kerumunan teman-temannya.Dari jauh saja (namakamu) bisa mendengar logat bule berbicara itu menusuk telinganya.
”Gila lo, pacar baru nih.” Seorang laki-laki yang paling tinggi menghampiri Bidi saat jarak mereka sudah tidak begitu jauh. Sekilas dia juga melirik ke arah (namakamu).
Bidi hanya tersenyum lalu memperkenalkan (namakamu) kepada teman-temannya.Kebanyakan sih murid-murid Tunas Bangsa tapi juga ada beberapa Sekolah Pelita dan Garuda. Dan (namakamu) sangat bersyukur karena tidak ada yang mengenalnya. Tetapi yang membuat (namakamu) risih adalah tatapan kurang suka Cassie selalu mengiring setiap gerakkannya. Sepertinya Cassie sedang menilai (namakamu).
”Udah berapa lama lo sama sih...(Namakamu)?”
”Dua minggu.” Jawab Bidi santai.
”Wih, lumayan lama tuh, tapi kok lo baru kenalin ke kita-kita sekarang?” Kali ini pertanyaan itu terlontar dari wajah laki-laki yang sangat asing bagi (namakamu), sepertinya dari sekolah lain.
”Emangnya lo semua musti tau gitu, kalo gue punya pacar baru?” Bidi malah balik tanya dengan nada yang sangat sinis.
”Santai, sob.” Teman Bidi yang lainnya menepuk bahu Bidi sambil tertawa mengejek. Membuat yang lain mau tidak mau juga ikut tertawa.
(Namakamu) benar-benar tak mendengarkan percakapan yang berlangsung selanjutnya. Dia benar-benar sangat jenuh dengan atmosfir yang di buat oleh teman-teman Bidi dengan segala ocehannya. Sebisa mungkin (namakamu) mengindari kontak mata dengan Cassie. Gadis itu selalu menatap ke arahnya, tanpa senyum dan garis wajah yang dingin.
Cassie juga tak banyak ngomong, dia hanya bersuara ketika di tanya. Tak ada yang menyinggung tentang masalah Cassie dan Bidi, mungkin di karenakan hubungan keduanya yang sudah lama kandas. Sekilas (namakamu) memandang ke arah laki-laki yang sedaritadi berdiri di sebelah Cassie, sepertinya itu pacarnya. Menurut pengamatan (namakamu), Bidi masih jauh lebih menawan dari laki-laki di sebelah Cassie, itu sih masih dari fisik tapi (namakamu) tidak tahu dengan sifatnya.
Kejenuhan (namakamu) sampai pada puncaknya.
”Nah! Itu sih Iqbaal!” Seru salah satu murid Tunas Bangsa, membuat yang lainnya menoleh ke arah yang di tunjuk dengan laki-laki itu. (Namakamu) juga ikut menoleh. ”Baal!” Panggilanya dengan suara yang lebih tinggi.
Dari sini (namakamu) bisa melihat Iqbaal yang berhenti melangkah. Laki-laki itu tampak celingak-celinguk mencari sumber suara. Dan berselang lima detik, sepasang matanya tertumbuk dengan wajah-wajah laki-laki di sekitar (namakamu). Saat sudah mengetahui kalau Iqbaal akan datang kesini, (namakamu) segera menundukkan wajahnya.
(Namakamu) mengira-ngira, masalah apalagi yang akan dia dapati setelah ini.
”Dateng juga lo, gue kira lo masih ngurusi sahabat sehidup semati lo itu.” Kata salah seorang teman Bidi. Mendengar itu membuat (namakamu) menengadah ke laki-laki yang baru saja bersuara. (Namakamu) tidak mengenalnya. Tapi kenapa dia bisa tahu tentang sahabat-sahabatIqbaal.
”Iqbaal sering gak gabung sama temen-temen yang lainnya. Dan alesan dia itu selalu sahabat-sahabatnya deh.” Bisik Bidi pelan pada (namakamu).
Iqbaal hanya tersenyum simpul mendengar ledekkan dari laki-laki itu.
”Nah, kayaknya cuma lo nih yang belum tau kalo sih Bidi pacaran sama sih (namakamu).” (Namakamu) tidak tahu siapa yang berbicara yang jelas kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu seakan hanya sebuah candaan bagi mereka.
Bidi tersenyum kaku ke arah Iqbaal sementara (namakamu) hanya tertunduk.
”Yah, kok lo malah diem aja. Kenalan dong.”
”Gak perlu kenalan juga sih Iqbaal udah kenal. Sih (namakamu) kan sahabatnya. Temen sekelasnya. Sering main bareng-bareng.”Sahut Cassie, gadis itu tersenyum penuh arti ke arah (namakamu).
Semua terdiam.
”Gue permisi ke kamar mandi.” Tanpa menunggu persetujuan dari siapapun (namakamu) melangkah pergi. Dan dia sungguh berniat untuk tidak kembali ke kerumunan itu.
(Namakamu) berjalan terlalu tergesah-gesah.Hampir di setiap langkahnya dia menabrak orang-orang. Seharusnya dia tidak mengikuti keinginan Bidi tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi dan (namakamu) menyesalinya. Dia menyesal dan tadi tingkahnya benar-benar seperti orang bodoh.
Bruk!
”(Namakamu)?” Suara itu membuat (namakamu) menghentikan langkahnya. Saat dia menoleh ke pemilik suara, di dapatinya Salsha dan Aldi berdiri di dekatnya. Mereka tampak seperti sepasang kekasih dan itu membuat luka di ruang hati (namakamu) kembali terbuka. Rasanya sakit tanpa (namakamu) sadari.
Belum sempat (namakamu) di kejutkan dengan kehadiran Salsha dan Aldi, seseorang dari belakang menarik tangannya membuat (namakamu) berputar dan membelakangi Salsha dan Aldi.
”Sejak kapan lo pacaran sama Bidi?” Tanya Iqbaal sinis. Bermacam-macam nada (namakamu) dapati dari suara Iqbaal, laki-laki itu terdengar marah, sedih dan yang paling (namakamu) enggani, suara itu terdengar pasrah.
”Lo pacaran sama Bidi?” Salsha membeo kaget. Sementara Aldi yang berdiri di sebelahnya, laki-laki itu menegang tanpa mengucapkan sepatah katapun.
(Namakamu) mengalihkan wajahnya. Gadis itu tampak bingung. Apakah sandiwara ini sudah selesai?
”Gue cuma pura-pura jadi pacarnya Bidi.” Jelas (namakamu) akhirnya setelah selama beberapa detik membisu.
Baik Aldi maupun Iqbaal menghela napas secara bersamaan setelah mendengar jawaban dari (namakamu) membuat Salsha mau tak mau melemparkan pandangan sarkastik kedua laki-laki itu.
”Kok bisa?” Salsha tahu kalau responnya sangat lambat dan dia tidak perduli.
”Ceritanya panjang,” (namakamu) mendengus. ”Gue mau pulang.” Imbuhnya gelisah.
”Kita baru aja nyampe. Lagian acara utamanya belum dimulai.” Kata Salsha yang langsung mendapatkan berbagai jenis tatapan dari (namakamu), Aldi dan Iqbaal. ”Apasih?”
”Sejak kapan lo peduli sama Bella?” Tanya (namakamu) sarkasme, saat matanya melirik ke arah Salsha otomatis (namakamu) juga melihat Aldi. Laki-laki seakan bersikap menghindarinya.
Wajah Salsha berubah masam. Dia tidak menjawab.
”Cek...cek—okey, terima kasih buat temen-temen yang udah hadir di acara ulang tahun gue yang ke-16 ini, kehadiran kalian sangat berarti untuk gue...” Ocehan Bella di mickrophone langsung mengalihkan fokus keempat manusia ini, mereka memandang Bella yang berdiri di atas panggung bersama dengan kekasihnya—Farrel.
”Nah, itu kayaknya acara utamanya.” Kata Salsha, ada kepedihan dari cara Salsha memandang panggung.
”Terus lo mau liat? Gue sih ogah.”
”Gue pergi sama Aldi.” Salsha tersenyum membalas ucapan (namakamu), lalu dia menarik tangan Aldi dan berjalan mendekat ke arah panggung.
Tinggalah (namakamu) dan Iqbaal berdua disini. Tempat keduanya berpijak nyaris tak ada orang, sepenuhnya orang berbondong-bondong berjalan ke arah panggung.
”(Namakamu).”
(Namakamu) seperti membeku saat laki-laki itu melafalkan namanya. Suara itu mampu membuatnya merasakan sesuatu yang teramat sakit dan bahagia sekaligus.
”Gue sayang sama lo, gue gak mau lo kayak gini. Lo udah ngelukai gue, (namakamu).”
Melukai? Lalu selama ini apa yang (namakamu) rasakan saat melihat Iqbaal dan Olivia? Apa yang Iqbaal lakukan kepada (namakamu) padahal laki-laki itu sudah mengetahui perasaan (namakamu) kepadanya? Iqbaal hanya diam tanpa melakukan apapun. Itu lebih dari luka. Sakit yang Iqbaal rasakan tidak seperti apa yang (namakamu) rasakan.
”Gue mau jalani hari-hari kita kayak dulu lagi. Lo sama gue selalu sama-sama.”


Jadi Iqbaal meminta (namakamu) untuk mengulang semuanya? Melupakan semua rasa sakit yang (namakamu) rasakan? Bagaimana kalau (namakkamu) tidak bisa, bagaimana kalau saat mengulang hari-hari seperti biasa itu (namakamu) selalu mengingat luka lamanya?
”Gue minta maaf. Gue salah sama lo, gue bodoh karena udah mengabaikan perasaan lo, dan tanpa gue sadari itu juga yang ngebuat gue semakin gak bisa jauh dari lo,.” Iqbaal tak tahan kalau hanya terus berbicara tanpa mendapatkann respon dari (namakamu), alih-alih, dia menegakan dagu (namakamu) dengan tangannya. Iqbaal menatap (namakamu), dan mendapati bola mata gadis itu dengan segala luka yang tanpa dia sadari telah dia berikan. ”Lo sayang sama gue kan, (namakamu)? Apa rasa sayang lo ke gue gak bisa menutupi kebencian lo sama gue?”
(Namakamu) menggeram tubuhnya bergetar hebat. Tanpa dia pedulikan lagi, air mata yang memang sudah mengalir sejak tadi itu sekarang membasahi pipinya.
”Gue gak benci sama lo, gue gak bisa benci sama lo, tapi apa lo tau ada hal lain yang ngebuat gue ngejauh dari lo—kecewa—gue kecewa sama lo, hal baik apapun yang lo lakuian ke gue bakalan terasa buruk ketika masih adanya rasa kecewa yang gue rasain.” Kepala (namakamu) menunduk dengan sendirinya, bahunya lemas, sekujur tubuhnya serasa tak bertulang, tak mampu menompang dirinya. Kenapa rasa sakit ini selalu bisa menguasai dirinya.
Iqbaal tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia tidak tahu bagaimana meluluhkan atau menyembuhkan luka di hati (namakamu). Jika dia tidak mampu melakukan di antara kedua pilihan itu maka Iqbaal masih bia melakukan yang lain. Iqbaal menarik bahu (namakamu) begitu lembut dan menjatuhkan gadis itu ke dalam pelukannya. Di saat seperti ini, hanya inilah yang bisa Iqbaal lakukan kalau segala sesuatu yang dia lakukan selalu salah. Membuat (namakamu) tenang dan nyaman.
”Saat gue jatuh cinta sama Olivia, dan ngeliat lo pergi, gue pikir gue salah jatuh cinta, tapi gue sadar kalau cinta itu gak pernah salah. Dan cinta memang gak pernah salah tapi cinta pernah dateng terlambat. Gue terlambat mencintai lo.” Ucap Iqbaal di telinga (namakamu) begitu tulus. Dan (namakamu) bisa merasakannya.
Sesegukan (namakamu) semakin terdengar tapi Iqbaal memeluk erat (namakamu) membiarkan tangisan (namakamu) teredam di dadanya. (Namakamu) menangis karenanya dan (namakamu) harus tertawa juga karenanya.
Satu menit lamanya (namakamu) berada dalam dekapan Iqbaal. Menumpahkan segala kesakitan yang selama ini dia rasakan. Dan tiba dimana Iqbaal merenggangkan pelukannya, dia menengadahkan wajah (namakamu) dan menatap wajah gadis itu penuh kesalahan.
”Udah dong, (namakamu), nangisnya, lo ngebuat gue serba salah tau gak.” Selesai mengatakan itu malah membuat (namakamu) semakin menangis menjadi-jadi. ”Jangan nangis plis, kalo nangis gue cium nih.” Senyuman nakal terukir menyebalkan di wajah Iqbaal, detik berikutnya (namakamu) segera terdiam.
Wajah Iqbaal mendadak berubah masam tapi saat bekata dia tersenyum bahagia. ”Gue seneng deh, kalo lo bisa becanda sama gue lagi.” Iqbaal tersenyum senang melihat (namakamu) yang sudah mulai terlihat biasa saja kepadanya.
*
”Gue tau sekarang alesan lo gak mau dateng ke pesta ini,” Aldi memandang penuh kesalahan ke arah Salsha. Gadis itu dengan tatapan kosong memandang panggung. ”Karena Farrel kan?” Dan sepertinya pertanyaan Aldi tak perlu mendapatkan jawaban karena detik itu juga setets air mata meluncur dari pelupuk mata Salsha.
”...nah, kalian semua udah tau kan kalau gue sama Farrel itu udah jadian, jadi gue mau salah satu dari kalian fotoin gue sama Farrel.” Suara Bella terdengar di mikrophone. Gadis itu tampak celingak-celinguk melihat para undangan yang hadir dan tanpa perlu memakan waktu lama baginya untuk menemukan sosok Salsha. ”Gue mau ketua cheers kebanggan sekolah yang ngambil foto gue sama Farrel.” Pinta keras-keras.
Suara riuh dan berbagai seruan terdengar heboh di kerumunan ini. Bagaimana tidak, siapapun pasti tahu kan kalau Salsha dan Farrel sempat berpacaran.
Ketika Salsha ingin melangkah lebih dekat pada panggung sosok sepasang kekasih itu tampak turun dari panggung. Dan mereka berjalan ke arah Salsha dengan diringi seruan yang semakin gila. Salsha diam dan hanya bisa pasrah, buru-buru dia menyeka air matanya hingga tidak menimbulka bekas.
”Nih, tolong ya.” Bella menyerahkan sebuah kamera kepada Salsha, yang langsung di sambar dengan sangat tidak bersahabat oleh Salsha.
Bella merapatkan badanya lebih dekat pada Farrel, tak lupa seulas senyuman yang amat menjijikan—bagiSalsha—dia lontarkan. Tangan mereka saling menggamit, seakan seperti sepasang suami istri.
Klik.
Suara klik dari kamera dan blitz lampu yang menyala menandakan foto pertama Salsha dapati. Salsha sebenarnya sudah tidak tahan, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia masih menyayangi Farrel.
”Sekali lagi dong.”
Salsha tak menanggapi, dia segera memfokuskan kamera dengan objek di depannya. Tapi siapapun di buat tercengang oleh aksi Bella yang mencium Farrel tepat saat suara klik terdengar.
Bahu Salsha lemas. Dia seperti manusia yang tak berguna dan benar-benar bodoh. Mau-maunya dia melakukan hal tolol seperti ini.
”Salsha ngapain sih, Al?” Suara itu tampak tak asing di telinga Aldi. Saat dia menoleh ke sebelahnya, didapatinya Kiki dan Olivia. Sejak kapan mereka datang dan kenapa mereka datang? Itu tidak perlu di jawab.
”Al, samperin Salsha, gue tau kalo Salsha pasti terasa tersakiti banget.” Kata Olivia.
Tanpa banyak tingkah, Aldi langsung melenggangkan kakinya ke arah Salsha dan menyambar tangan Salsha. Mereka berdua segera menembus kerumunan di iringi dengann suara seruan yang kurang senonoh. Aldi tidak peduli, yang dia pedulikan sekarang adalah kondisi Salsha yang saat ini pastilah sangat tidak baik-baik saja.
”Al, berhenti.” Kata Salsha dengan suara gemetar. Aldi menghentikan langkahnya dan dia sangat gemetarbegitu melihat mata merah Salsha dan wajah Salsha yang sudah di basahi oleh air mata.
”Kenapa lo lakuin itu sih, Sha!” Bentak Aldi kesal dengan tingkah bodoh Salsha. ”Lo tau kan kalo itu sakit tapi kenapa lo ngelakuin itu.” Aldi terlihat benar-benart marah dengan tingkah Salsha, sebenarnya apa yang ada dalam pikiran gadis ini?
Salsha tersedak dan kembali menangis. Melihat itu, Aldi malah merasa bersalah. Salsha disini karenanya kalau dia tidak memaksa Salsha pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Aldi diam dalam beberapa saat, entah kenapa dia merasakan perih yang tak wajar saat melihat Salsha menangis, ada rasa ingin melindungi atau sekedar mengobati saat melihat Salsha menangis.
”Karena gue masih sayang dan cinta sama Farrel, Al.” Tangisan Salsha semakin menjadi-jadi, dan itu membuat Aldi tidak tega. Aldi terlalu tidak biasa dengan sikap cengeng Salsha seperti ini.
”Lo gak sayang dan cinta sama Farrel, Sha! Lo cuma kesel karena Bella-lah yang ngrerebut Farrel dari lo!” Sergah Aldi tajam.
Salsha terdiam. Ucapan Aldi seperti sebilah bambu yang menusuk kepalanya berkali-kali. Perlahan dan pasti ucapan Aldi mengalir di kepalanya dan mulai dicerna dengan benar. Apakah benar yang dikatakan Aldi kalau Salsha hanya kesal karena Farrel di rebut oleh Bella, musuhnya. Salsha menggeleng dengan maksud tidak membenarkan ucapan Aldi, tapi lama-kelamaan Salsha malah terlihat seperti orang linglung, gadis itu mendadak sangat kacau.
Menarik bahu Salsha, Aldi membawa gadis itu ke dalam pelukkannya.
”Lo jangan kayak gini, Sha, gue sedih ngeliat lo nangis kayak gini.” Ucap Aldi penuh ketulusan sambil membelai lembut puncak kepala Salsha.
Tangisan Salsha semakin terdengar parau. Adli semakin tidak tega di tambah lagi dengan kehadiran orang-orang yang sepertinya sudah bubar dari kerumunan. Merenggangkan pelukannya, Aldi membawa Salsha ke halaman depan rumah Bella.
*
Mereka jalan dalam diam. Di bawah langit hitam yang dipenuhi dengan ribuan bintang di atas sana. Tak ada yang bersuara semenjak langkah mereka keluar dari pelataran rumah Bella. Isi kepala mereka terlalu di sibukan dengan kejadian hari ini dan kemarin.
Kiki yang berjalan paling depan tiba-tiba saja menghentikan langkahnya membuat kelima temannya secara mendadak juga ikut menghentikan langkah.
”Gue udah lama gak ke danau, dan kayaknya kita juga udah lama gak kesana. Gimana kalau malem ini kita pergi kesana?” Kiki memberikan usul sembari melemparkan pandangan ke teman-temannya.Tak ada yang menjawab tapi semuanya mengangguk.
Sebenarnya Kiki sudah tidak tahan lagi dengan atmosfir seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, menasehati mereka satu persatu? Kiki tidak yakin kalau dirinya bisa mengembalikan persahabatan ini kalau bukan dari diri mereka masing-masing. Terlebih keadaan seperti ini terjadi karena adanya 'cinta' yang terselip di antara persahabatan.
Jalanan begitu sepi dan sesekali hanya ada kendaraan yang melintas. Perjalanan menuju danau memang tidak terlalu jauh tapi kenapa rasanya suasana seperti ini membuat mereka terlalu lamu untuk tiba di tempat itu. Pencahayaan di jalanpun mulai samar-samar saat mereka hampir tiba.
Yang terdengar sesekali suara sesegukan dari Salsha. Gadis itu tak henti-hentinya menangis meskipun dia sadari kalau air mata sudah enggan untuk keluar. Salsha berjalan beriringan dengan Aldi, dengan tangannya yang berada dalam genggaman Aldi.
Kiki masih yang menjadi yang paling terdepan, di belakangnya Olivia mengekori tanpa banyak bicara.
Sementara (namakamu) dan Iqbaal, kedua manusia itu berjalan yang paling lama. (Namakamu) hanya diam saja dan berjalan tanpa bicara seperti yang lainnya, sedangkan Iqbaal, laki-laki menyelipkan jari-jarinya di jemari (namakamu), Iqbaal menggenggam tangan (namakamu) dengan sikap seakan tidak ingin kehilangan.
”Al,” suara Salsha hanya seperti gumaman sangau, dia berbicara terlalu pelan hanya kepada Aldi. Tapi di karenakan suasana yang terlalu hampa membuat siapapun yang ada disini mampu mendengarnya.
Aldi menghentikan langkah dan menoleh ke arah Salsha. ”Hm?”
”Gue capek.” Keluh Salsha sambil menghentakan kakinya ke tanah secara berkali-kali membuat Aldi mengerang gemas.
Tanpa bertanya kepada Salsha, Aldi sudah tahu apa yang di inginkan gadis ini. Sesudah menghela napas, Aldi berjongkok dengan punggung yang menghadap Salsha. Tak memerlukan waktu yang lama bagi Aldi untuk merasakan kalungan tangan Salsha di lehernya.
”Lo berat banget.” Komentar Aldi pada langkah kelimanya.
”Resek lo ah.” Niatnya Salsha ingin membentak tapi suaranya malah terdengar seperti orang yang meminta tolong.
Aldi terkekeh pelan, dia mengabaikan Salsha yang memukulnya. Aldi lebih memilih melanjutkan perjalanannya.
Melihat itu, (namakamu) hanya bisa diam sambil menahan perih yang entah sejak kapan menjalar di benaknya. Merasakan hal itu membuat (namakamu) bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah dia mulai mencintai Aldi? (Namakamu) tak mendapatkan jawabannya, dia meremas jemari Iqbaal kuat-kuat membuat yang empunya menoleh ke arah (namakamu).
”Lo mau gue gendong juga?” Tanya Iqbaal sangat pelan.
(Namakamu) menggeleng.
Cup!
Tiba-tiba (namakamu) merasakan kalau bibir Iqbaal menempel di pipinya dengan waktu yang lumayan lama. Saat Iqbaal menjauhkan wajahnya dari (namakamu), (namakamu) menoleh ke arah Iqbaal dengan mata yang mendelik.
”Gue kangen sama lo,” Kata Iqbaal terkekeh. Lalu ia merangkul (namakamu).
(Namakamu) menggeram, dia benci dengan dirinya yang seperti ini yang selalu hanya diam saja kalau di perlakukan sesuka hati oleh Iqbaal. Tapi di balik itu semua, perasaan (namakamu) yang paling dalam mengatakan kalau dia nyaman dengan keadaan seperti ini. Dimana dia dan Iqbaal akan melalui hari bersama-sama. Mungkin.
Alih-alih (namakamu) mempercepat langkahnya agar tidak ada lagi hal tolol yang akan terlintas di pikiran Iqbaal. Tetapi Iqbaal bukanlah orang yang pantang menyerah dengan berbagai ide gilanya, Iqbaal berusaha menyamkan langkahnya dengan (namakamu) lalu saat merasakan sudah kembali beriringan, Iqbaal mencondongkan wajahnya ke arah (namakamu).
”Lovyu.” Iqbaal cengengesan saat mengucapkan kata itu.
(Namakamu) mengabaikannya,dia tetap berjalan dengan hati yang berbunga-bunga kalau saja suasana di antara mereka tidak sedingin ini, mungkin (namakamu) akan tertawa mendengar perkataan Iqbaal itu.
*
”Gue udah gak betah sama keadaan persahabatan kita yang kayak gini. Gue juga tau pasti lo pada juga ngerasain hal yang sama kayak gue.”
Begitu mereka semua memasuki area danau, Kiki yang selaku berdiri paling depan tiba-tiba saja memutar badannya dan berteriak, dia tampak seperti seseorang yang sudah memendam perasanan kesal sejak lama.
Semua terdiam, mereka menatap Kiki dengan pandangan bersalah. Mereka tahu kalau hanya Kiki yang tak berusaha menghancurkan persahabatan ini dengan segala kelakuannya, dia bertingkah sebagaimana bisa untuk mempertahankan persahabatan ini.
”Apa lo semua bakalan kayak gini terus? Mana kita yang dulu, yang selalu pergi-pulang bareng ke sekolah, mana kita yang dulu yang selalu ngumpul bareng-bareng, mana kita yang dulu yang selalu ngelakuin hal apapun bareng-bareng, mana kita yang dulu yang selalu berbagi suka maupun duka kesesama,” Kiki menjeda kalimatnya, laki-laki itu terngah-engah dengan napas yang memburu menatap satu persatu temannya. ”Gue gak ngerasain hal itu sekarang, kita yang sekarang selalu ngelakuin sendiri-sendiri, gak ada kekompakkan lagi, semuanya merasa kalau "lo, lo, gue, gue'”
Masih tak ada yang bersuara, semuanya terdiam seolah berbagai peristiwa beberapa mingggu terakhir ini terputar di kepala mereka.
”Okey, gue gak bisa salahin kalau cinta yang udah ngebuat kita kayak gini. Gue gak bisa nyalahin cinta karena cinta dateng tanpa kita tahu dan singgah pada siapa. Yang gue salahi itu kenapa kalian begitu di butakan sama cinta, seakan cinta yang nuntun diri lo semua, seakan cinta itu yang mengendalikan kalian!
”Gue gak ada maksud untuk ngatur-ngatur hidup kalian, gue juga gak ngelarang kalau kalian jatuh cinta sama siapa. Niat gue cuma mau mempertahankan persahabatan ini.”
Beberapa detik tak terdengar lagi suara Kiki, tapi berselang itu semua, suara tangisan kini terdengar. Bukan dari Salsha melainkan dari Olivia, gadis yang berdiri paling dekat dengan Kiki.
”Gue juga gak mau kalau persahabatan ini hancur gitu aja, Ki, tapi apa lo tau gimana sakitnya gue saat denger dari mulut Iqbaal sendiri kalau dia mau putusin gue demi cewek lain...cewek lain, Ki, yang statusnya adalah sahabat gue sendiri, (namakamu),” Kata-kata yang mengalir dari mulut Olivia di irngi dengan suara tangisan yang begitu terdengar memilukan, Olivia membekap mulutnya sendiri menahan tangisannya.
”Gue ngerasa kalau gue kayak cewek yang di buang gitu aja, gue sih gak terlalu mempermasalahkan kalau Iqbaal minta putus sama gue, tapi kalau alesannya karena cewek lain dan nyesel pacaran sama gue, gue gak bisa nerima alesan itu. Gue udah kayak cewek apaan, yang main di tinggal pergi gitu aja.”
Suasana hampa kembali terasa saat suara Olivia lenyap di telan keheningan. Semuanya terdiam, bukan karena mereka tidak tahu harus berbuat apa, tapi karena tiba-tiba saja Iqbaal berjalan menghampiri Olivia.
”Dengerin gue, Liv,” Iqbaal menyeka air mata di pipi Olivia. ”Gue memang sayang dan cinta sama lo, dan lo juga perlu tau kalau gue gak pernah sedikitpun berpikiran nyesel karena pernah cinta dan sayang sama lo, gue tulus,” Iqbaal menghentikan kalimatnya, saat dia merasakan kalau tangisan Olivia semakin terdengar parau, Iqbaal mendekatkan dirinya lebih dekat pada Olivia dan memeluk gadis itu. ”Gue memang sayang dan cinta sama lo, tapi apa lo tau kalau cinta itu akan berpindah-pindah tanpa kita sadari dan ada seseorang yang tanpa gue sadari udah dari jauh-jauh waktu memperjuangkan cintanya buat gue.
Awalnya gue gak menyadari sampe akhirnya cewek itu pergi dari kehidupan gue dengan keadaan hati yang hancur, dan tanpa gue sadari kepergiannya membuat gue merasakan kehilangan. Sampai waktu yang menjawab kalau gue ternyata sangat mencintai dia. Dia yang selalu sama gue, begitu dekat, tanpa gue sadari memiliki semua kebahagiaan yang gue butuhkan.”
”Gue sayang sama (namakamu), Liv.”
Tak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara tangisan Olivia disini, gadis itu tampak begitu terkejut dengan segala ungkapan yang Iqbaal katakan kepadanya. Akan tetapi di balik itu semua, Olivia benar-benar bisa merasakan bagaimana keadaaan (namakamu) pada waktu itu, gadis itu tampak terlihat biasa-biasa saja dengan segala luka di balik itu semua. Olivia mengerti, meskipun dia jatuh cinta kepada Iqbaal terlalu singkat, Olivia rasa dia dapat mengalah karena dirinya masih menebarkann benih-benih cinta pada Iqbaal belum tumbuh seperti pohon yang kokoh seperti yang (namakamu) lakukan.
Tanpa (namakamu) sadari, air matanya sudah membasahi seluruh permukaan pipinya. Dia tidak tahu kenapa dia menangis, tapi yang jelas, dari hari (namakamu) yang paling dalam dia sangat menginnginkan persahabatan ini kembali seperti semula.
”Gue minta maaf.”
(Namakamu) di kagetkan dengan suara yang begitu kentara di telinganya, dan suarta ini membuat tangisan malah terdengar. Saat dia menengadah, di dapatinya Aldi berdiri tepat di hadapannya.
”Gue mintaa maaf sama lo karena udah ngebuat jarak di antara kita. Gue akui kalau waktu itu gue emang marah sama lo, gue cemburu karena lo masih mengharapkan Iqbaal tapi setelah gue sadari ternyata gue juga salah, gue gak bisa maksainn lo buat cinta sama gue, karena gue tau cinta itu hadir karena ketulusan bukan sebuah paksaan. Lo bebas mencintai siapapun walaupun lo tau gue sayang sama lo.”
(Namakamu) tidak tahan kalau hanya diam saja dan menangggung beban air mata ini hany sendirian. Gadis itu melangkah ke arah Aldi dan menjatuhkan tubuhnya ke dalam dekapan Aldi.
”Gue yang salah sama lo, Al, gak seharusnya gue melampiaskan kekesalan gue sama lo. Makasih, Al, karena lo udah mau hadir kekehidupan gue untuk jadia sebuah pohon tempat gue bersandar...” Suara (namakamu) teredam di dada Aldi. (Namakamu) terlalu lama berdiaman dengan Aldi, dan itu membuat (namakamu) rindu dengan sosok Aldi, (namakamu) memeluk Aldi sangat erat nyaris tak ingin melepaskannya.
Kiki menghela napas, dan menyeka air mata bodohnya yang entah sejak kapan keluar dari matanya. Dia tidak ingin terlihat cengeng di hadapan teman-temannya,Kiki hanya terharu dengan persahabatan ini. Dari sini, Kiki bisa melihat Salsha berjalan ke arahnya, gadis itu, gadis yang dia cintai tapi Kiki berusaha sekuat mungkin untuk mengubur perasaan itu.
”Menurut lo apa yang lebih hebat dari yang namanya merelakan orang yang kita sayangi sama orang lain?”
”Mengalah karena cinta untuk persahabatan.” Tandas Kiki lalu merangkul pundak Salsha.
...
Kamu menyadari kamu telah jatuh cinta ketika hal yg tersulit kamu lakukan adalah mengucapkan 'sampai jumpa lagi' - Reason.
Sekuat apapun cinta akan patah karena adanya kekecewaan. Sehebat apapun persahabatan akan hancur kalau tidak melengkapi satu sama lain, seperti tumpukkan puzzle yang bingung menyesuaikan tempatnya. - Reason.
Cinta sejati rela berkorban untuk kebahagiaan pujaan hatinya, namun ia akan tetap tersenyum untuknya meski hatinya hancur berkeping-keping.

Persahabatan. - Reason.

REASON: Cinta Tidak Pernah Lelah Menunggu.

TAMAT!

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan!!
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com/OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Monday, February 23, 2015

LINTAS ALAM TINGKAT NASIONAL PULAU NUSAKAMBANGAN 2015

Ikuti LOMBA LINTAS ALAM PULAU NUSAKAMBANGAN Tingkat Nasional Dalam Rangka Hari Jadi Kab. Cilacap Ke-159 Dan Hari Air Sedunia.

Menangkan trophy DANDIM 0703/Cilacap dan uang pembinaan total Rp 13.000.000,-

# Technical Meeting
- Hari/Tgl : Sabtu, 21 Maret 2015
- Waktu : 20.00 - selesai
- Tempat : Pulau Nusakambangan (Karang Tengah)

# Pelaksanaan Lomba
- Hari/Tgl : Minggu, 22 Maret 2015
- Waktu : 08.00 - selesai
- Tempat : Pulau Nusakambangan

# Peserta
- Pelajar / Mahasiswa
- Masyarakat umum
- Instansi pemerintah
- Organisasi

# Fasilitas
- T-Shirt (terbatas untuk 250 regu pertama / 750 buah)
- Stiker
- Makan pagi
- Air mineral
- Hiburan musik (reggae)
- Wisata Pantai Teluk Penyu / THR Cilacap
- Transport penyeberangan (PP) Cilacap-Pulau Nusakambangan (diasuransikan)
- Penginapan di alam bebas

# Teknik perlombaan
- Peserta berjalan kaki menempuh rute yang ditentukan sekitar 15 km.
- Penilaian berdasarkan ketepatan waktu, kekompakan, dan kelengkapan.

# Syarat khusus
Tiap regu wajib membawa minimal 1 (satu) biji buah. (biji buah bebas)

# Pendaftaran
- Biaya : Rp 150.000/regu (1 regu terdiri dari 3 orang)
- Pendaftaran secara langsung di Bunglon Outdoor Rental.
- Pendaftaran secara online melalui rekening 667901-005123-53-9 BRI a/n AKHMAD WAHIDIN.
- Pendaftaran terakhir hari Sabtu 21 Maret 2015 di Pantai Teluk Penyu Cilacap.
- Permintaan informasi dalam bentuk pamflet bisa kami kirim melalui email.

# Kepanitiaan
- Personil Kodim 0703/Cilacap
- Bunglon Outdoor Rental
Buruan daftar ... !!!

Nomor peserta sesuai dengan urutan pendaftaran.
Info lebih lanjut hubungi
BUNGLON OUTDOOR RENTAL
Jl. Raya Kesugihan-Maos
(komplek ruko depan Klinik AzZahro)
Kesugihan-Cilacap-Jawa Tengah

Contact person panitia
HP 087736773219 / 085227343675
BBM 219c4264

Friday, February 13, 2015

Cerbung Reason - Part 19

`Reason`
Part 19

Muhammad Aryanda.

O-o-o-o-O


”Kalo mau nyakitin gue bukan kayak gini caranya. Lo bukan cuma nyakitin gue tapi lo bakalan ngehancuri persahabatan ini!” Meskipun mata Olivia yang merah itu mengeluarkan airmata sudah cukup untuk menggambarkan betapa sakitnya dia saat ini, Olivia berusaha untuk tidak bertingkah seperti (namakamu), (namakamu) tampak seperti orang yang baru saja ingin di bunuh hidup-hidup. ”Kalo itu mau lo, gue terima, hubungan kita selesai.”
Olivia melangkah pergi begitu saja, dia sengaja untuk tidak melakukan kontak mata pada (namakamu). Karena sungguh, Olivia merasa kalau dia tidak ingin meluapkan amarahnya kepada gadis itu juga.
”Udah gak ada yang perlu di bicarain lagi kan?” Tanya suara parau pada (namakamu), yang jelas itu bukan suara milik Iqbaal bahkan Olivia.
”Al..”
”Gue tau lo capek habis lomba tadi, gue gak mau lo sakit, mending sekarang kita pulang.” Aldi. Ya, laki-laki itu tampak aneh dengan suara yang bergetar hebat. Dia menarik tangan (namakamu), meninggalkan Iqbaal yang mematung seorang diri.

*
Ketika dimalam itu gadis ini datang, dia tidak bisa membohongi dirinya kalau dia senang. Dia pikir, gadis ini sudah tidak mengingatnya karena memang sudah beberapa jam lalu dia menunggu ke datangan gadis ini namun tak kunjung terlihat.
'(Namakamu)?' Ada kesenangan di suara itu kentara sekali kalau yang empunya sangat mengharapkan kehadiran gadis ini. (Namakamu).
(Namakamu) tersenyum kaku. (Namakamu) tampak aneh malam itu, wajahnya begitu kusut, matanya terlihat lebih kecil dari terakhir kali ia lihat serta rambut yang sedikit berantakan.
Tapi apapun yang saat ini dia pikirkan langsung terlupakan begitu (namakamu) kembali bersuara.
'Gimana keadaan lo? Udah baikan? masih ada yang sakit gak? Gue khawatir sama lo, dan gue merasa bersalah karena penyebab ini semua itu gue. Seharusnya lo gak perlu ngelakuin hal kayak gitu.'
Hatinya seakan baru saja di siram oleh kehangatan yang mampu mendamaikan ruang-ruang hatinya, yang selama ini dia rasakan keadaan hatinya tidak terlalu baik.

'Al? Lo marah sama gue?' Aldi tidak merespon pertanyaan (namakamu, laki-laki itu hanya berdiri diam sambil memandang aneh ke arah (namakamu). Sedikit ragu, (namakamu) meninggalkan ambang pintu dan mulai berjalan ke arah Aldi.
Tiba-tiba saja saat jarak (namakamu) dan Aldi sudah begitu dekat, gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan Aldi. Dia menenggelemkan wajahnya di dada Aldi, dan tanpa memerlukan waktu yang lama terdengar suara isakan.
Tubuh Aldi menegang. 'Lo kenapa?'
Selama beberapa saat hanya terdengar suara sesegukan yang di hasilkan oleh (namakamu). Aldi tidak tahu apa yang terjadi dengan (namakamu) pada malam itu, gadis itu tampak begitu lelah, suhu tubuhnya juga tidak stabil seperti biasanya, Aldi bisa merasakan itu saat (namakamu) memeluknya.
Begitu (namakamu) menengadahkan kepalanya, dia bertanya sendu pada Aldi. 'Lo sayang sama gue kan, Al?'
Aldi sangat kaget tapi dia terlalu kaget sampai tidak bisa mengekspresikannya. 'Kita semua saling sayang.'
(Namakamu) menggeleng. 'Maksud gue secara individual.'
Lama sekali kalimat yang (namakamu) lontarkan untuk Aldi itu dicerna oleh kepalanya. Aldi belum mengerti sepenuhnya. Dan yang masih menjadi pertanyaan sekarang adalah ada apa dengan (namakamu) pada saat malam itu?
'Iya, (namakamu), gue sayang sama lo.'
Senyum yang terukir di wajah (namakamu) malam itu seperti matahari yang menyembul di balik awan-awan hitam. Gadis itu terlihat senang namunn terkesan seakan dia baru bebas dari sebuah masalah yang tak bisa di mengerti oleh Aldi.
'Gue juga sayang sama lo, dan setelah ini lo janji sama gue untuk selalu jaga perasaan gue.'
Ketika motor Aldi sudah tiba di halaman rumah (namakamu), lamunannya pecah begitu saja. Dia tersadar dari bayangan dua hari lalu.
”Lo mau masuk dulu?” Tanya (namakamu) begitu dia turun dari jok motor.
Aldi baru saja melepas helm lalu menggangguk. ”Tapi gue diluar aja.” Dia sedikit mencondongkan wajahnya ke arah (namakamu) untuk menyeka air mata yang masih membekas di wajahnya. (Namakamu) tidak berkomentar.
”Mau minum apa?”
”Terserah.”
(Namakamu) mengangguk singkat lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Aldi menatap sendu pungggung (namakamu) yang kian menjauh sampai akhirnya tak terlihat lagi.
Aldi sedikit menengadahkan wajahnya untuk melihat betapa cerahnya langit saat ini. Langit biru itu tampak selaras dengan gumpalan awan putih. Tapi sayang, keadaan alam tidak begitu selaras dengan keadaan Aldi saat ini. Menghela napas pendek, Aldi melenggangkan kakinya ke kursi panjang yang berada di halaman rumah (namakamu).
Di depan kursi panjang itu ada sebuah meja yang terbuat dari batu. Biasanya tempat ini sering menjadi lesehan mereka. Banyak yang berubah dari tempat ini tanpa Aldi sadari. Ya, banyak yang berubah tanpa adanya keenam manusia pembuat sampah di tempat ini. Tak ada lagi suara teriakan Salsha, nyanyian Kiki, omelan (namakamu) karena merasa jam belajarnya terganggu, suara hentakan bola basket dari Iqbaal. Tempat ini hanya seperti sebuah tempat duduk yang tak berarti tanpa keenam manusia itu. Entah sejak kepan itu semua terjadi.
”Maaf lama.”
Aldi terlalu sibuk mengenang masa-masa dulu sampai dia tidak sadar dengan kehadiran (namakamu).
”Diminum, Al.” Tersenyum kaku, (namakamu) duduk tepat di sebelah Aldi. Bermacam-macam jenis perasaan langsung menyerangnya tapi yang lebih mencolok adalah perasaan bersalahnya.
Tidak ada yang bersuara. Hanya terdengar suara kicauan burung yang bersinggah di pohon mangga rumah (namakamu). Andai saja suasana tidak terasa secanggung ini karena kejadian beberapa menit yang lalu itu pasti saat ini tempat ini sudah di penuhi dengan canda tawa keduanya. Tapi sayang, itu hanya sebuah angan-angan.
Aldi meletakan gelas kosong itu di meja. Sejak kapan Aldi minum dan gelas itu sudah kosong, tapi semua itu tidak perlu (namakamu) pikirkan, yang mendadak menjadi pikirannya adalah kalimat yang keluar dari mulut Aldi detik ini.
”Gue seneng deh, (namakamu), akhirnya gue bisa jadian juga sama lo dan bisa dengar dari mulut lo sendiri kalo lo sayang sama gue. Lo gak tau betapa bahagianya gue malem itu, gue ngerasa kayak mimpi,” Aldi menjeda kalimatnya untuk menolehkan wajahnya ke arah (namakamu) sambil menyungginkan senyuman terbaiknya. Saat melanjutkan kalimatnya, Aldi kembali menatap kedepan. ”Tapi seharusnya gue harus berpikir berkali-kali kenapa malam itu lo dateng ke rumah gue, kenapa tiba-tiba lo nangis, kenapa tiba-tiba lo bilang sayang sama gue, dan kenapa tiba-tiba lo mau jadi pacar gue.
”Saat tadi Olivia memutuskan hubungannya sama Iqbaal. Semua pertanyaan itu langsung terjawab. Lo nangis karena Iqbaal, kan. Lo berakting dengan baik seperti gadis yang seakan baru menyadari kalau ada seorang laki-laki yang mencintainya, tapi cinta itu cuma pura-pura, lo cuma pura-pura mencintai laki-laki itu karena seseorang yang sesungguhnya lo cintai udah hilang dari jangkauan.
”Gue emang kepingin lo jadi pacar gue, (namakamu), tapi bukan kayak gini caranya. Selain mencintai lo gue bisa apa? Memaksa lo buat cinta sama gue?,” Aldi tertawa sumbang. ”gue gak sejahat itu.”
(Namakamu) mengerang. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Ini memang salahnya, seharusnya dia memikirkan matang-matang tentang keputusannya malam itu. Tidak seharusnya dia melibatkan Aldi dan menyakiti Aldi. Aldi tidak salah sama sekali.
”Gue harap lo bener-bener bertemu sama orang yang bener-bener sayang sama lo dan sebaliknya. Karena gue mau liat lo bahagia.” Aldi beranjak dari tempat duduknya membuat (namakamu) melakukan hal yang sama.
”Al..” Hanya itu yang keluar dari mulut (namakamu). Semuanya terlalu sakit sampai dia tidak tahu harus berkata apa-apa. Apa yang akan Aldi lakukan dengan hubungan ini? Mengakhirinya?
”Sori, (namakamu), hubungan kita harus berakhir sampai disini. Dan kalo lo gak suka sama hubungan ini, lo anggap aja kalo gue gak pernah jadi salah satu dari bagian hati lo.”
(Namakamu) tersedak dan menangis sejadi-jadinya.Memangnya belum cukup orang-orang disekitarnya membuat (namakamu) terus menangis tapi kenapa Aldi juga tega melakukan hal ini kepadanya.
”Lo gak perlu nangis, (namakamu).”
”Jangan pergi, Al.”
(Namakamu) menyamakan langkahnya dengan Aldi, dia tidak peduli matanya yang kembali memerah dan mengeluarkan cairan bening itu lagi. Dalam waktu singkat wajahnya sudah di penuhi dengan air mata.
Senyum. Hanya itu yang Aldi lontarkan kepada (namakamu). Tapi siapapun yang melihat senyuman Aldi bisa mengetahui dengan sendirinya kalau ada luka di balik senyuman itu.
”Lo udah janji sama gue kalo lo bakalan jaga perasaan gue.”
”Gue udah ngelakuin itu. Gimana sama lo? Lo tau kan (namakamu), kalo sebuah hubungan gak bakalan bertahan lama kalo cuma ada cinta sepihak.”
Apa yang sebenarnya sedang (namakamu) pikirkan berusaha menahan Aldi namun dia sendiri sadar kalau dia tidak mencintai laki-laki ini. Hanya menjadikannya sebuah sandaran ketika dirinya tersakiti? Memangnya (namakamu) tidak memikirkan bagaimana sakitnya Aldi saat dia mengetahui hal ini.
Aldi mengenakan helmnya tanpa memberikan kode sedikitpun dia menarik gas dan Ninja hitam itu langsung menghilang dari pelataran rumah (namakamu) begitupun dari pandangan (namakamu).
Laki-laki itu pergi di saat air mata (namakamu) terus mengalir tanpa tahu kapan akan berhenti.
*palinganjugantarmalemudahberhenti *lebaybangetyangnulis*
*
”Kalo 'cinta' udah mulai muncul dalam persahabatan ya gini. Bakal retak dan terkikis sedikit-demi-sedikit dinding pertahanannya. Dan urusan juga bakal rumit. Tapi gak bisa disalahin juga, karena cinta datang tanpa tau pada siapa dia bakalan singgah.”
Kalimat panjang lebar yang keluar dari mulut Kiki itu sukses membuat lima orang yang masih berkutat dengan alat-alat tulis yang akan di masukan ke dalam tas itu terperengah. Kelima manusia itu secara bersamaan menghentikan aktivitasnya, tapi berselang lima detik kemudian, gadis yang rambutnya di ikat mirip buntut kuda itu melenggangkan kakinya pergi.
”Liv,” Kiki mendesah saat menyaksikan Olivia pergi lebih dulu meninggalkan yang lainnya. Dan tak lama kemudian Aldi beranjak dari kursi, setelah memastikan kalau semua alat-alat tulisnya sudah dia masukan, Laki-laki itu juga melenggangkan kakinya keluar kelas.
”Gue duluan.” Aldi berucap pelan, dan sepertinya itu hanya ditujukan pada Kiki.
”Kalo situasi kayak gini bertahan lama, gue bakalan pindah sekolah, kalo perlu gue suruh Lee Min Ho nikahi gue sekarang juga.” Meskipun ada sedikit candaan dari kalimat Salsha, tapi nyatanya gadis itu juga keluar dari kelas.
Kiki hanya bisa menghela napas menyaksikan detik-detik kehancuran persahabatan ini. Saat dia menengadah di dapatinya Iqbaal berdiri di hadapannya.
”Lo mau keluar juga?” Kiki tidak bisa ber-ramah-ramahdengan laki-laki ini, dengan sekali gerakan, Kiki menggeser dari ambang pintu menyisahkan sedikit ruang untuk Iqbaal agar bisa keluar.
”Sori,” hanya itu, dan Iqbaal pun keluar dari kelas sekaligus meninggalkan Kiki seorang diri. Kalau saja (namakamu) hadir dan gadis itu juga akan bertingkah seperti yang lainnya pasti Kiki akan seperti orang yang kebekaran jenggot. Kesal.
”Rumah kalo pilarnya cuma satu juga bakalan ambruk! Gue heran sama nih bocah, tingkahnya kayak anak-anak!” Yang Kiki tak habis pikir tidak ada satupun dari teman-temannya yang menunjukan sikap kalau mereka masih membutuhkan persahabatan ini, mereka hanya bersikap seakan-akan persahabatan ini sudah selesai.
*
Senyum mengembang namun terkesan sinis. Entah mendapatkan darimana kabar tentang retaknya persahabatan enam manusia astral itu—gadis ini menyebutnya seperti itu—yang jelas, kabar ini sangat membuatnya senang, terlebih salah satu enam manusia itu adalah musuh bubuyutannya.
”Eh, Oliv,”
”Ngapain lo disini?” Ketus Olivia pada gadis di hadapannya. Memang sih ini masih di pelataran sekolah dan pertanyaan Olivia terkesan tidak pantas, tapi entah mengapa teguran gadis ini membuatnya kesal.
”Jangan gitu dong, gue ngajak lo ngomong bukan buat perang kok.”
”Ya terus? Kalo gak ada hal penting yang mau lo omongi sama gue, mending lo minggir deh, Bell, gue mau lewat!” Olivia merasa dirinya di permainkan dengan Bella, jadi tanpa menunggu gadis itu menyingkir dari hadapannya, Olivia segera melenggangkan kakinya berniat pergi, tapi sesaat kemudian Olivia merasakan kalau jari-jari tangan Bella merayap kepergelangan tangannya.
”Santai,” Bella tersenyum misterius. ”Gue cuma mau ngundang lo dateng ke pesta ulang tahun gue entar malem. Dan gue harap lo dateng.” Jelas Bella sambil menyerahkan kertas berbentuk undangan kepada Olivia.
Senyum miring itu terukir menarik di wajah Olivia. ”Dan lo pikir gue bakalan dateng?” Olivia menepis tangan Bella, tanpa menerima undangan dari Bella, dia melangkah pergi begitu saja.
.....
”Ini apaan?”
”Itu undangan buat lo.”
Aldi memperhatikan lebih seksama undangan yang di berikan kepada Bella.
”Gue harap lo dateng.”
Aldi tak tahu apa maksud undangan ini dan tingkah Bella yang menurutnya sangatlah aneh. Memang sih, Aldi tidak memiliki masalah dengan gadis ini tapi temannya yang bernama Salsha sangat tidak menyukai Bella. Jadi, Aldi agak canggung menerima undangan ini apalagi datang ke acaranya.
”Gue gak janji.” Tutup Aldi seraya menyerahkan undangan yang ada di tangannya kepada Bella.
Senyum kecut kembali terukir di wajah Bella, setelah Olivia yang menolak undangannya mentah-mentah, Aldipun juga melakukan hal yang sama meskipun masih terselip sebuah harapan.
....
”Kalo gak minggir juga lo bakalan gue tabrak.”
Belum lagi Bella sempat memaparkan apa pun kepada Salsha tapi gadis itu sudah lebih dulu menyemprotnya.
”Tenang. Gue lagi gak ngajak ribut.”
Mendengar ucapan Bella membuat Salsha mengeluarkan sarkastik terbaiknya. ”Tapi muka lo nyolotin banget.”
Bella menghela napas, menghadapi Salsha memang harus dengan ekstra kesabaran kalau tidak apa yang akan diinginkan tidak akan di dengarkan oleh gadis ini. Terlebih lagu ucapan yang keluar dari mulutnya sangatlah pedas.
”Minggir,” kata Salsha sambil kembali melangkah tapi Bella selalu saja menghalangi langkahnya. ”Mau lo apasih.” Kesalnya.
”Gue cuma mau lo terima ini.” Bella menyerahkan undangan kepada Salsha, benda yang tidak lain adalah undangan ulang tahunnya itu langsung di tatap sinis oleh Salsha.
Bella pikir Salsha akan menyemportnya seperti tadi atau bahkan menjambaknya. Tapi nyatanya, gadis di hadapannya ini mengambil undangan yang masih terselip di antara jari-jarinya. Lama sekali Salsha memperhatikan undangan itu seakan dia sedang menilai jenis kertas, font di kertas, kata-kata di kertas itu bak juri yang akan memberi nilai.
”Bagus sih—undangannya, tapi gue gak mau dateng ah.”
Sebelah alis Bella terangkat. Wajahnya penuh pertanyaan, dan bermacam-macam pertanyaan itu langsung terjawab saat Salsha membelah menjadi dua bagian undangan itu.
”Gue gak mau dateng ah kalau undangannya sobek gitu.” Senyum sialan—begitu Bella menyebutnya—terukir biadab di wajah Salsha, dan tanpa mengatakan sepatah katapun, Salsha meninggalannya dengan gaya songong khas gadis itu.
Yang Bella rasakan saat ini adalah malu dan kesal. Tapi tenang, ini masih rencana awalnya, dia masih punya 2001 macam cara untuk mengenyahkan gadis itu.
.....
Ini yang paling ganteng, jadi Bella tidak masalah untuk bersikap agak sedikit lenjeh(?).
”Hai!”
Laki-laki yang sedang berjalan ke arahnya itu hanya menggeserkan bola mata ke arahnya tanpa menunjukan sikap akan berhenti berjalan.
”Hai! Iqbaal!” Bella menggser langkahnya, sekarang dia sudah menutup sepenuhnya jalan laki-laki itu dengan dirinya.
”Lo mau ngapain disitu?” Tanya Iqbaal dingin.
Padahal Bella sering mendapati laki-laki ini bersikap manis kepada teman-temannya tapi entah mengapa Iqbaal selalu bersikap dingin kepada orang lain yang notabenenya tidak dia kenal terlalu dalam.
”Gue mau ngomong sama lo.” Jelas Bella, sepertinya usaha Bella yang ingin berlama-lama dengan Iqbaal akan gagal.
Sebelah alis Iqbaal terangkat tanpa membuat wajah dinginnya itu berubah sedikitpun.
”Hmm,” lama sekali kata itu terdengar di telinga Iqbaal sampai akhirnya Bella mengucapkan kalimat lain. ”Lo ganteng.”
Tidak ada reaksi dari Iqbaal, wajahnya masih tetap sama bahkan sekarang terkesan lebih menyeramkan walaupun masih ada kesan ganteng di wajah laki-laki itu. Dan tiba-tiba saja Iqbaal melenggangkan kakinya tanpa memperdulikan dirinya yang menabrak Bella sampai gadis itu nyaris terjerembab.
”Iqbaal!” Bella berteriak geram pada punggung Iqbaal yang kian menjauh. Ini nih akibatnya kalau terlalu mementingkan nafsu, belum sempat Bella menyampaikan maksudnya Iqbaal sudah keburu pergi.
....
”Ki,” Bella berusaha menyamakan langkahnya dengan laki-laki berbadan gempal, yang sekarang berada di sebelahnya. Kiki berjalan sangat cepat membuat Bella kewalahan sendiri mengejarnya.
”Hm,”
”Lo mau makanan?” Meskipun Bella tidak terlalu dekat dengan Kiki tapi siapapun yang notabenenya adalah kelas satu, pasti tahu kalau laki-laki ini begitu menyukai yang namanya 'makanan'
Seperti dugaan Bella, Kiki berhenti juga detik itu.
”Mana?” Dengan wajah mupeng banget, Kiki menolehkan wajahnya ke arah Bella. Gadis itu sudah tersenyum Bella.
”Ada syaratnya.”
”Yaelah, males deh gue kalo gitu.”
”Gampang kok.” Kata Bella buru-buru menimpali, takut kalau objek terakhirinya ini juga ikut menolak tawarannya.
”Apa?”
”Lo cuma perlu nerima undangan ini terus ntar malem dateng deh ke rumah gue. Gampang kan? Ntar malem gue kasih makanan yang spesial deh buat lo.” Rayu Bella sambil memperlihat puppy eyesnya kepada Kiki.
Selama beberapa detik Kiki hanya diam sambil memperhatikan undangan yang masih berada dalam genggaman Bella. Kiki mengingat-ngingat tentang jadwalnya nanti malam, yang utama adalah apakah nanti malam ada pertandingan bola? Setelah berpikir agak lama akhirnya Kiki menerima undangan dari Bella. Nanti malam jadwalnya kosong tapi ada beberapa puisi yang harus dia kirimkan.
*
[Twitter]
Log-in
Loading..
Please wait
[Mention]
@BellaCNS: @(namakamu) nanti malem jgn lupa dtg ke pesta ulng thn gw yak!!gue tngg lohh.
@Salshaaaaa: @(namakamu) sepi gak ada looooo! Mane aje neng?
Sebenarnya (namakamu) hanya iseng-iseng saja membuka akun twitternya di karenakan rasa bosan yang semakin merajarela menguasai dirinya. Di antara teman-temannya yang lainnya, (namakamu) termasuk yang paling jarang aktif di sosial media, bukan berarti yang lain begitu aktif hanya saja memang (namakamu) yang sangat jarang menggunakann akunnya. Sedangkan Salsha, dia gadis yang paling lancar dan yang paling tahu tentang sosial media. Bahkan (namakamu) sedikit kaget saat mengunjungi profile twitter Salsha yang sudah memiliki pengikuti sebanyak 5.144 orang. Padahal seingatnya, dulu pengikut Salsha hanya sekitar 1000 orang.
Akan tetapi, yang paling menarik saat (namakamu membuka twitternya adalah saat menerima mention dari Bella. Nah, loh, kenapa gadis itu menyuruhnya datang ke pesta ulang tahun melalui twitter padahalkan bisa saja itu tidak akakn terbaca oleh (namakamu) yang dikarenakan (namakamu) yang sangat jarang mengutak-atik akun sosmednya.
(Namakamu) sama sekali tidak berniat membalas mention dari Bella karena kalau ketahuan Salsha bisa di tebas lehernya.
*
”(Namakamu), ayo dong, plis, gue mohon sama lo, sekali ini aja deh.”
”Kenapa musti gue sih.”
”Gimana ya, susah gue jelasinnya, tapi gue mohon sama lo.”
”Gue gak bisa, Bidi, lo tau kan hubungan Salsha sama Bella itu gak terlalu baik. Gue cuma gak mau Salsha marah sama gue, itu aja sih.”
Bidi menghela napas, dia sudah hampir setengah bermohon-mohon pada (namakamu) agar gadis itu mau pergi bersamanya ke pesta ulang tahun Bella. Tapi sampai sekarangpun gadis itu belum mau menuruti permintaannya, memangnya apa susahnya sih tinggal pergi ke pesta. Lagipula (namakamu) kan tidak disuruh jalan kaki pergi ke rumah Bella.
”(Namakamu), sekali ini aja, gue janji kita disana cuma 15 menit doang.” Sedari tadi Bidi terus mencari-cari cara yang tepat agar (namakamu) mau pergi bersamanya.
Sebenarnya hubungan (namakamu) dan Bidi tidak bisa di bilang 'tidak kenal' karena saat SD mereka pernah satu sekolah, satu kelas bahkan pernah duduk bersama.
”Gue takut Salsha marah sama gue.” Jawaban (namakamu) selalu itu.
”Salsha gak bakalan tau. Gak mungkin kan dia dateng kesana?” Bidi mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.
(Namakamu) diam sejenak sebelum akhirnya bersuara lagi. ”Sebenernya tujuan lo apasih? Gak mungkin kan lo maksa gue harus pergi bareng lo sampe mohon-mohon kayak gini tanpa tujuan?” Nah, ini dia yang sedaritadi ingin (namakamu) tanyakan dengan Bidi tapi karena Bidi terus mengeluarkan kalimat memohonnya membuat (namakamu) terus mengurung niatnya.
Bidi terdiam. Wajahnya yang menengadah menatap (namakamu) itu pun perlahan menunduk dan memandang lantai.
”Gu-gue cuma mau buat Cassie cemburu.”
Mendengar jawaban Bidi, membuat (namakamu) menghela napas panjang dann terkesan lebay. (Namakamu) tidak menyangka kalau Bidi masih mengharapkan Cassie yang sudah putus darinya jauh-jauh bulan. Memangnya gadis itu masih ada rasa dengan Bidi? (Namakamu) menatap penuh nilai ke arah Bidi.
Laki-laki di hadapannya ini sudah sangat rapi dengan kemaja hitam yang membalut tubuhnya serta celana jeans senada. Sederhana saja tapi cukup membuat (namakamu) ingin melontarkan kata 'ganteng'. Belum lagi sepatu converse warna abu-abu dengan lis putih yang dikenakan Bidi membuat laki-laki itu semakin keren saja. Bidi ganteng tapi kenapa Cassie mengakhiri hubungan di antara mereka dan seingat (namakamu), Bidi juga bukan laki-laki hidung belang, dia tipe laki-laki yang setia.
”Yaudah deh! Tunggu lima menit! Tapi awas aja kalo Cassie beneran cemburu terus gue di jambak sama dia di sekolah.” (Namakamu) memeperingati sambil menudingkkan telunjuknya ke wajah Bidi.
Senyum langsung tersungging di wajah Bidi. Laki-laki itu senang bukan kepalang.
”Sip!”
*
”What to the what? Lo ngajak gue pergi ke pesta sih Bellatung itu? NO!” Salsha menolak mentah-mentah tawaran Aldi. Salsha segera berpikir kalau laki-laki di hadapannya ini sudah gila, bisa-bisanya dia mengajak Salsha pergi ke sarang musuhnya. Itu sama saja mencari keributan.
”Ayo dong, Sha, lagian kan disana rame gak cuma lo doang. Bella pasti gak bakal tanda deh sama lo.”
”NO! NO! NO!” Salsha mengibas-ngibaskan tangannya.
”Lo gak kasian apa sama gue yang udah dateng rapi-rapi begini?”
Sebelah alis Salsha terangkat. Dia menatap Aldi yang berdiri di hadapannya. Harus Salsha akui kalau malam ini Aldi cukup tampan dengan kemeja putih lengan panjang yang mambalut tubuhnya, serta celana jeans hitam yang melekat disepanjang kakinya.
”Gak.”
”Please. Anggap aja ini kencan jomblo.”
”Apaan sih lo! Aneh-aneh aja.”
”Ayo dong, Sha. Gue bakalan tetep maksa lo pergi sampe lo mau.”
”Kalo gue tetep gakmau gimana?” Tanya Salsha ngeri.
”Gue bakalan tetep nunggu disini.”
Menyipitkan matanya, Salsha mencondongkan wajahnya. ”Lo habis nonton FTV ya?”
”Tau ah, pokoknya lo harus pergi sama gue.”
”Gak mau! Apasih nih anak, maksa banget.” Salsha menepis tangan Aldi yang ingin menariknya. ”Kalo mau ngajak gue kencan itu ke tempat yang indah.”
”Gue lagi gak ada duit nih, makannya gue milih ke tempatnya Bella.”
”Gak modal banget sih lo jadi cowok.” Sergah Salsha pedas.
”Bodo amat! Gue gak peduli.” Aldi menarik tangan Salsha sampai membuat gadis itu bergerak. Salsha meronta-ronta minta di lepas tapi Aldi tak mengizinkannya,ia tetap menarik Salsha sampai akhirnya mereka tiba di depan gerbang rumah Salsha.
”Iya! Ya! Ya! Gue pergi!”
Aldi menghentikan aksi gilanya. ”Nah, gitu dong.”
”Tapi lepasin tangan gue dulu dong!”
”Enak aja! Ntar lo kabur!”
”Jadi gimana gue ganti baju nyet!” Kata Salsha kesal.
”Gue temeni!” Tandas Aldi sembari memutar balik badannya dan berjalan masuk ke rumah Salsha.
*
Iqbaal mengetuk pintu rumah itu, dan setelah mendengar suara derap langkah dari dalam, beberapa detik kemudian pintu sudah terbuka. Memperlihatkan sosok Bi Sum dengan celemek yang tersangkut di bahunya.
”Loh, neng (namakamu)nya baru aja pergi.” Bi Sum segera menyadari apa maksud kedatangan Iqbaal dan buru-buru memberitahu kepadanya tentang keberadaan (namakamu).
”Pergi? Sama siapa ya, Bi?”
”Kalau itu sih Bibi kurang tau, yang jelas dia pergi sama cowok, ganteng pula terus neng (namakamu) juga malam ini cantik banget. Katanya sih pergi ke pesta ulang tahun temennya, tapi Bibi kurang tau juga ya soalnya gak terlalu dengerin.” Bi Sum berkata malu-malu.
Cowok? Ganteng? Apa itu Aldi? Tapi kalau Aldi pasti Bi Sum mengenalinya.
”Oh, gitu ya, Bi. Yaudah deh makasih. Saya pamit dulu.” Sedikit membungkukan badannya Iqbaal lalu memutar badannya dan berjalan keluar rumah.
Iqbaal mendadak seperti di bakar hidup-hidup. (Namakamu) pergi bersama seorang laki-laki lain? Iqbaal terlalu kaget mendengar kabar ini karena sungguh, (namakamu) belum pernah pergi bersama laki-laki manapun selain dengan dirinya, Aldi, atau Kiki. Hatinya seperti terbakar, lagi-lagi karena paparan Bi Sum yang dia dengar beberapa menit yang lalu.
Saat teringat dengan kata 'pesta' Iqbaal langsung teringat dengan sosok Bella yang siang tadi mengundangnya ke pesta itu. Apa (namakamu) dan cowok itu pergi ke pesta Bella?
Iqbaal menggeram, dia menyalakan motornya dengan tidak sabaran dan menarik gas kuat-kuat. Saat dia melepas kopling, suara raungan mesin motornya terdera di sepanjang jalan belum lagi suara ban motornya yang menjerit semakin memperlihatkan betapa kesalnya dia tentang kabar yang dia dengar barusan.
Niatnya datang kerumah (namakamu) hanyalah ingin memperbaiki hubungan di antara keduanya. Iqbaal tidak tahan kalau (namakamu) terus-terusan seperti ini kepadanya, Iqbaal sadar kalau situasi ini terus berjalan dia akan gila.

Bersambung...

Karya : @Aryaandaa (Muhammad Aryanda)
Follow juga Twitterku @_BayuPrasetya
Instagram _BayuPrasetya
Jangan lupa klik Share/Bagikan
Like juga FanPagenya di https://m.facebook.com /OfficialAryanda?refid=52& _ft_=qid.6089321748666344496%3Amf_story_ke y.-4267874796962675010&__tn__=C

Situs terkait